Situs-situs pemerintah Indonesia
dengan domain "go.id" ternyata rentan serangan deface alias hacking
dengan mengganti laman muka situs web yang bersangkutan. Tahun 2012 lalu,
tercatat sebanyak 459 kasus serangan deface terhadap domain tersebut.
Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Kalamullah Ramli,
penyebabnya adalah pihak pemerintah kurang mempersiapkan aspek keamanan digital
ketika "go online".
"Jadi, pemerintah berusaha menjalankan
e-governance, tapi tidak disertai peningkatan awareness soal cyber
security," ujar Ramli ketika berbicara dalam seminar Cyber Security yang
antara lain diprakarsai Codenomicon di Jakarta, Rabu (13/3/2013).
Menurut Rami, ketika e-governance dijalankan,
banyak dari pemerintah lokal yang membangun web tidak menyadari rIsiko ancaman
cyber. "Mereka tak mengerti bahwa internet itu bukan wilayah tanpa
kejadian kriminal, akhirnya mereka meluncurkan web tanpa pengamanan yang
cukup."
Maka ramailah kasus-kasus serangan terjadi.
Ramli mencontohkan, beberapa bulan lalu kelompok yang menamakan diri Anonymous
Indonesia menyerang sejumah situs milik Pemerintah
RI .
"Mereka ingin menunjukkan solidaritas
pada hacker muda yang ditangkap karena melakukan aksi deface pada situs
presiden," jelas Ramli.
Untungnya, lanjut Rami, sejauh ini sebagian
besar kasus-kasus defacement yang menimpa situs pemerintah ditengarai hanya
dilandasi keisengan belaka. "Banyak yang baru belajar,lalu ingin
nge-test," jelasnya.
Kendati demkian, Ramli tetap menyarankan
penanggung jawab TI agar tidak sesumbar soal keamanan sistem supaya tak
mengundang serangan. "Lebih baik kita bersahabat dengan semua orang, ini
kepentingan bersama, tolong jangan diganggu."
Berbagi Informasi
Untuk meningkatkan keamanan -termasuk
situs-situs pemerintah- di dunia cyber, menurut Mantan Kepala Keamanan Cyber
Gedung Putih Howard Schmidt, tiada lain caranya harus melalui pembagian
informasi oleh pihak-pihak yang terkait.
"Karena tidak ada satu institusi pun yang
bisa melihat gambaran menyeluruh soal ini," jelas Schmidt. Di Amerika
Serikat sendiri, lanjut Schmidt, sebagian besar infrastruktur TI dimiliki oleh
pihak swasta sehingga mereka pun mutlak digandeng pemerintah untuk menjaga
keamanan negara.
Perusahaan-perusahaan TI di negeri Paman Sam, seperti
Microsoft, Hewlett Packard, dan Google, seperti ditambahkan olehnya, memiliki
tim-tim keamanan yang rutin bertemu untuk saling mengabarkan perkembangan
terkini soal keamanan cyber. Informasi tersebut turut dibagi ke institusi
pemerintah seperti FBI.
"Ketika semua pihak melakukan peranannya
masing-masing, mudah-mudahan keamanan di internet bisa ditingkatkan,"
imbuh Howard.
Di Indonesia pun, menurut Rami, langkan serupa
mulai diterapkan. ID-CERT (Computer Emergency Response Team Indonesia ),
misalnya, menjalin kerjasama dengan institusi serupa di negara-negara tetangga
dalam memonitor aktivitas cybercrime.
"Kita juga sudah mulai berkoordinasi
dengan kementerian pertahanan, lemhanas, dan kementerian-kementerian terkait
untuk menyusun Indonesia
cyber defense technology," papar Ramli. Begitupun dengan pelaku-pelaku
industri telekomunikasi selaku pemilik infrastruktur yang turut dilibatkan
dalam upaya pengamanan cyber di Indonesia .
"Pertahanan ke depan ini kan pertahanan cyber,
saya pikir selain matra darat, laut, dan udara, mungkin perlu satu lagi, matra
cyber," pungkas Rami.
(kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar