Beberapa dugaan ancaman cyber tidak lain
kecuali hanya perang urat saraf dan propaganda untuk menyudutkan lawan.
Meskipun semua tahu bahwa Amerika Serikat memimpin perang di dunia maya, tapi
negara itu tetap ingin mengesankan dirinya sebagai korban.
Selama beberapa tahun terakhir, banyak negara
menemukan jejak Amerika dalam berbagai serangan cyber termasuk peretasan ke
pusat komputer instalasi nuklir Iran .
Akan tetapi, Washington
gigih menuding negara-negara lain telah melakukan serangan terhadap mereka.
Amerika dalam beberapa bulan ini mengaku sudah
menjadi korban serangan para peretas dari beberapa negara. Kendati ancaman
cyber termasuk jenis ancaman yang perlu diperhatikan, namun Washington sepertinya bersikap over acting
dalam masalah tersebut.
Menurut pejabat Amerika, para hacker hanya
meretas jaringan informasi rahasia Negeri Paman Sam. Sementara serangan cyber
Amerika ke negara-negara lain bahkan telah mengancam sistem finansial negara
sasaran dan juga keselamatan warga. Sebagai contoh, serangan virus Stuxnet
terhadap instalasi nuklir Natanz Iran pada tahun 2010.
Pada Juni 2012, New York Times melaporkan
bahwa Obama diam-diam juga memerintahkan serangan cyber dengan virus Stuxnet
untuk menyabotase instalasi nuklir Iran .
Menyusul serangan berulang itu, Wakil Rusia di
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Dmitry Rogozin menyerukan penyelidikan
terhadap serangan ke reaktor nuklir Iran dan memperingatkan tentang bencana
yang mungkin ditimbulkan akibat aksi itu.
Dua situs utama militer Cina, termasuk situs
Departemen Pertahanan, menghadapi sekitar 144.000 kali serangan setiap bulan,
hampir dua pertiga di antaranya berasal dari Amerika. Akan tetapi, Presiden
Barack Obama justru berpendapat bahwa sebagian serangan dunia maya terhadap
sejumlah perusahaan Amerika yang berasal dari Cina "disponsori
negara."
Obama memperingatkan untuk menghindari
"perang retorika" dan menyerukan Kongres memperkuat keamanan jaringan
internet Amerika. Ia juga sudah menandatangani aturan baru yang mengatur
tentang keamanan di dunia maya atau cyber-security. Aturan ini memungkinkan
pemerintah untuk berbagi informasi mengenai adanya ancaman cyber dengan
perusahaan privat.
Berkenaan dengan Iran ,
New York Times menulis bahwa para pejabat Amerika sama sekali tidak menyerahkan
bukti yang mengindikasikan keterlibatan Iran dalam serangan cyber. Meski
demikian, mereka percaya bahwa serangan itu dilakukan oleh Iran sebagai
aksi balas dendam atas sanksi ekonomi dan virus Stuxnet.
Standar Ganda
AS Terkait Serangan dan Keamanan Cyber
Standar ganda Amerika Serikat dalam menghadapi
serangan cyber dan juga pelanggaran yang terjadi dalam penyusunan dokumen legal
komprehensif untuk menghentikan serangan tersebut, pada akhirnya memaksa
pemerintah Cina mereaksi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina
menyatakan, "Cina sebagai salah satu korban terbesar serangan cyber, siap
untuk menggelar perundingan berdasarkan prinsip penghormatan timbal balik
dengan masyarakat internasional termasuk Amerika Serikat untuk menyelesaikan
masalah ini."
Hua Chuying mengatakan, "Dalam sebulan
pada tahun 2012, situs Kementerian Pertahanan Cina menghadapi lebih dari 140
ribu serangan cyber yang dua pertiganya berasal dari Amerika Serikat."
Pusat Koordinasi Respon Darurat Jaringan
Komputer Nasional Cina (CNCERT), sebagai badan keamanan internet tertinggi di
negara itu, mencatat bahwa serangan cyber dari pihak asing terhadap jaringan
komputer Cina "semakin serius." CNCERT menegaskan, lebih dari separuh
serangan cyber itu datang dari Amerika Serikat, yang sering menuding Cina telah
meningkatkan serangan cyber destruktif terhadap sistem pemerintahan dan
jaringan industri di Paman Sam.
Berdasarkan laporan tersebut, hanya selama dua
bulan pertama tahun ini tercatat 2.196 server yang berbasis di AS yang
"mengontrol" 1,29 juta host komputer di Cina, dan menjadi
"negara teratas" yang melancarkan serangan cyber ke server dan host
komputer di Cina.
Dalam beberapa waktu terakhir Washington dan Beijing
gencar melontarkan tudingan serangan cyber. Namun para pejabat tinggi Cina
khususnya para perwira militernya dalam sidang parlemen tahunan negara ini
menolak segala bentuk keterlibatan dalam aksi-aksi serangan cyber.
Wang Hungwang, Wakil Panglima Militer Cina
dalam hal ini mengatakan, "Para pejabat
Amerika Serikat sama seperti seorang maling yang menuding pihak lain sebagai
pencuri."
Bukan hanya Cina yang mengklaim telah menjadi
sasaran serangan cyber Amerika Serikat. Bulan November 2012 lalu, koran Express
terbitan Perancis mempublikasikan laporan mengenai serangan cyber dari Amerika
Serikat terhadap situs istana kepresidenan Elysee. Para pejabat Washington cepat-cepat
menepis laporan tersebut.
Meningkatnya serangan cyber Amerika Serikat ke
berbagai negara menuntut penyusunan sebuah dokumen legal komprehensif untuk menghentikan
serangan tersebut. Akan tetapi Amerika Serikat menentang penyusunan dokumen
tersebut dan dengan memberlakukan standar ganda, Washington berusaha membatasi gerak pihak
lain.
Banyak pengamat yang berpendapat bahwa Amerika
Serikat dalam beberapa tahun terakhir membobol arsip informasi di banyak negara
yang sebagian besarnya memiliki dampak destruktif. Akan tetapi mengingat
kerentanan sistem perlindungan yang dimilikinya terhadap serangan cyber,
sekarang Amerika Serikat memecah kebungkamannya dalam hal ini dan menuding
negara lain untuk menjustifikasi aksi-aksi intervensifnya.
Cina yang dituding sebagai pelaku utama
serangan cyber ke Amerika Serikat oleh media massa
dan pejabat AS, meminta Washington
untuk bergabung dengan negara-negara lain dalam mewujudkan keamanan cyber.
Sebelumnya, Cina telah menggelar perundingan
dengan Rusia dan sejumlah negara untuk menandatangani untuk kesepakatan baru
anti-kejahatan cyber.
(irib.ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar