"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 30 Maret 2013

Strategi Amerika Menaklukan Iran


Sejumlah fakta menunjukkan bahwa strategi Amerika Serikat terhadap Republik Islam Iran pada periode kedua pemerintahan Presiden Barack Obama mengalami perubahan di mana perubahan itu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi saat ini.


Pada periode sebelumnya, Obama mengusung slogan "perubahan". Namun apakah perubahan itu tampak dalam model kebijakan dan sikap para pejabat AS?


Sejumlah analis meyakini bahwa transformasi regional dan internasional serta situasi internal mendorong para pejabat Amerika untuk mengubah perilaku mereka dalam menjalankan dan mengontrol kekuasaan. Mereka mengambil cara-cara baru untuk memaksimalkan kekuatannya. Meski perubahan itu memerlukan proses, namun ternyata tetap menggunakan model-model diplomasi lama khususnya penggunaan kekuatan untuk melanjutkan strategi sebelumnya.

Pada periode kedua pemerintahan Obama, kebijakan luar negeri AS seharusnya terfokus kepada hubungan yang lebih dekat dengan Iran dan peningkatan level kerjasama regional. Namun faktanya justru sebaliknya. Strategi Obama untuk menekan Iran malah terus dilanjutkan. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri Obama terhadap Iran merupakan kebijakan standar ganda. Buntut dari kebijakan itu adalah tekanan dan ancaman. Dan tentunya untuk memajukan strategi ini memerlukan koordinasi dengan negara-negara regional dan internasional.

Fakta lain menunjukkan bahwa kebijakan perang dan ancaman yang menjadi strategi Amerika di berbagai periode sebelumnya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi Amerika sekarang ini. Sepertinya strategi itu telah menjadi model kebijakan Washington. Hampir setiap periode pemerintahan di Amerika selalu diwarnai dengan perang yang didasarkan pada tujuan dan kepentingan Amerika. 

Para pejabat Washington seakan-akan ingin menunjukkan sikap yang menuntut perdamaian, namun pada kenyataannya struktur politik Amerika menganggap perang sebagai satu strategi yang diperlukan. Oleh karena itu, tidak aneh jika model perilaku dan kebijakan Amerika didasarkan pada perang dan kekuatan. Dan atas dasar ini, Amerika berupaya mewujudkan ambisi untuk memperluas hegemoninya di tingkat regional dan global.

Bentuk dan strategi perang di berbagai kondisi dan tempat pasti berbeda dan disesuaikan dengan situasi dan kepentingan. Dengan kata lain, bentuk baru dari taktik dan strategi perang Amerika berbeda dengan periode-periode sebelumnya.

Dari pandangan tersebut, dapatdipastikan bahwa bakal ada perubahan dalam perilaku pejabat Amerika di periode kedua pemerintahan Obama. Perubahan itu kemungkinan dalam rangka restrukturisasi kekuatan Amerika dengan memperhatikan situasi yang ada dan sejalan dengan transformasi di Timur Tengah. Dalam hal ini, tentunya Amerika tetap menggunakan kekuatan sebagai alat strateginya tetapi mungkin lebih di kemas dalam pola diplomatik tertentu.

Perubahan perilaku Amerika secara lahiriah tidak menunjukkan keinginan untuk menggelar perang luas, tetapi ambisi Amerika yang ingin mendominasi negara-negara lain terlihat dalam kebijakan internasional dan pola diplomasi para pejabat Gedung Putih. Tak heran jika model strategi Amerika disusun berdasarkan langkah-langkah cerdas dan penuh tipu daya.

Pemaksaan langkah-langkah seperti peningkatan sanksi unilateral dan multilateral (strategi pelumpuhan), penggunaan tekanan di berbagai sektor; ekonomi, politik, keamanan dan trik-trik perongrongan terhadap stabilitas sosial merupakan "perangkat lunak" Amerika untuk menaklukkan Iran.

Kombinasi strategi tersebut akan diterapkan dengan menggunakan berbagai skenario dengan harapan Barat dapat mengontrol situasi internal Iran dan mendorong opini publik ke arah kepentingannya. Amerika berusaha meyakinkan opini publik bahwa kebijakan keras kepala menentang Barat beresiko dan berakibat fatal. Oleh karena itu, Washington mengingatkan Tehran dan memaksanya untuk mengurangi ketegangan dengan Barat dan Amerika. Gedung Putih juga memaksa Iran untuk bersedia mengambil kebijakan yang sesuai dengan hukum yang mengatur sistem internasional.

Barat memandang kebijakan barunya akan dapat melemahkan Iran dan memaksa para pejabat Tehran untuk bertekuk lutut dan berkeyakinan bahwa strategi perlawanan terhadap Barat dan Amerika adalah irasional dan sia-sia. Dengan demikian Barat berharap Iran akan menyesuaikan langkah-langkahnya berdasarkan pola "interaksi realistis" dan perundingan langsung. 

Pada tahap ini, strategi "Perang Pintar" yang lebih luas dari "Perang Lunak" menjadi agenda Amerika dan diterapkan dalam strategi kombinasi yang beraneka ragam. Strategi itu tentunya diterapkan dengan menggunakan trik-trik tipu daya untuk tetap melanggengkan strategi tekanan dan ancaman.

Sebenarnya Amerika berusaha mencari celah dan kelemahan Iran dengan harapan dapat mengganggu instabilitas keamanan seperti menjelang pemilu nanti. Upaya itu dilakukan dengan cara pengontrolan internal, regional dan internasional dengan menawarkan dialog langsung melalui media massa. Langkah ini juga bertujuan membalikkan faktadan seakan-akan ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Amerika memiliki itikad baik kepada Iran.

Perang psikologi dengan cara membesar-besarkan masalah internal Iran, mengesankan kegagalan sistem Republik Islam, mengkampanyekan Iran sebagai ancaman, dan Iranphobia merupakan trik Amerika untuk meningkatkan tekanannya dan menggalang dukungan internasional.

Washington berusaha mengucilkan Tehran di tingkat internasional dan memisahkanIrandari para sekutunya. Langkah iniuntuk mengurangi pengaruh Iran dan membatasi ruang geopolitik negara ini. Untuk sampai pada tujuan tersebut, Washington menyebarkan Iranphobia dan mempropagandakan bahwa Iran adalah ancaman global. Langkah-langkah tersebut dilakukan melalui mekanisme internasionalyang sudah disetting sedemikian rupa.

Kampanye tentang ancaman program nuklir Iran danpenolakan hak legal nuklir negara ini adalah bagian dari strategi Gedung Putih untuk mengucilkan Tehran. Selain itu,Amerika juga menyulut krisis dan memperparah konflik regional untuk mengurangi posisi dan pengaruh Iran di kawasan.

Jika kita memperhatikan semua kebijakan dan langkah Amerika maka kebijakan luar negeri negara ini sedikit banyak akan dapat terlihatdiarahkanke mana. Obama dalam periode pertama pemerintahannya menampakkan perilaku tertentu. Ia berusaha bersikap lebih lembut dalam kebijakan luar negerinya khususnya dalam perubahan statemen meskipun kenyataannya tidak ada perubahan besar di dalamnya.

Namun pada prakteknya, kebijakan Obama lebih radikal dari presiden sebelumnya. Hal itu terlihat dalam tindakan Obama ketika memerangi apa yang disebut terorisme di Afghanistan, Pakistan dan Yaman. Penggunaan pesawat tanpa awak dan pembunuhan terhadap warga sipil yang tak berdosa meningkat tajam dan berubah menjadi masalah serius.

Melihat fakta yang terjadi di lapangan, maka kemungkinan besar perilaku radikal Obama di periode kedua pemerintahannya ini akan terus berlanjut. Strategi kompleks Amerika dari satu sisi berakar dari kebijakan internal negara ini dan dari sisi lain bersumber dari kebijakan internasionalnya.

Perlawanan Tehran terhadap tekanan Washington merupakan tantangan berat dalam kebijakan luar negeri Amerika. Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri AS di periode pemerintahan pertama Obama mengatakan bahwa agenda nuklir Iran adalah masalah paling rumit dalam kebijakan luar negeri Amerika.

Obama dalam periode pertama pemerintahannya menggandeng sekutunya di Eropa untuk menjegal program nuklir Iran dengan cara menerapkan sanksi unilateral dan multilateral, namun upaya itu gagaldan menemui jalan buntu. 

Kegagalan tersebut mendorong Obama untuk menawarkan pembicaraan langsung dengan Iran. Namun tawaran yang mengandung berbagai tujuan dan tipu daya itu langsung ditolak oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei.

Pada dasarnya, hasil yang diharapkan Amerika dari negosiasi adalah bukan untuk mendengar logika Iran atau mengangkat sanksi dan menghentikan intervensi politik dan keamanan. Akan tetapi mereka ini mengatakan kepada Iran bahwa Tehran harus menghentikan pengayaan uranium dan menutup program nuklirnya. Namun bangsa Iran yang kuat tidak akan pernah bertekuk lutut terhadap tekanan hegemoni dunia dan bahkan akan tetap pada pendiriannya untuk menggapai hak-hak legalnya.

(irib.ir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar