"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 14 September 2013

Putra Bangsa Tulang Punggung IAEA

Siapa bilang Indonesia tidak mempunyai kemampuan di bidang energi
nuklir? Diam-diam, bangsa ini telah menempatkan delapan putra
terbaiknya sebagai tulang punggung Badan Energi Atom Internasional
(IAEA).

Siapa bilang Indonesia tidak mempunyai kemampuan di bidang energi
nuklir? Diam-diam, bangsa ini telah menempatkan delapan putra
terbaiknya sebagai tulang punggung Badan Energi Atom Internasional
(IAEA).

Informasi keberadaan mereka diungkapkan Menteri Negara Riset dan
Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta.

Dari sejumlah informasi yang digali KORAN SINDO, peran mereka di
lembaga yang bermarkas di Wina, Austria, itu bukan sekadar pelengkap,
tapi menjadi tulang punggung untuk mewujudkan misi IAEA mempromosikan
penggunaan energi nuklir secara damai dan menangkal pemanfaatannya
untuk keperluan militer. Kedelapan ahli nuklir Indonesia yang pernah
atau sedang bekerja di IAEA adalah Agus Indiono, Suhermanto Duliman,
Dewanto Saptoadi, Victor Siregar, Agung Basuki, Endang Susilowati
(pensiun), Faturrachman (pensiun), dan Trijanto Hadilukito.

Endang Susilowati misalnya, dia pernah bekerja selama 8 tahun di IAEA.
Menurutnya, dengan menjabat sebagai inspector safeguards berarti
tanggung jawab yang dipegang ialah memverifikasi apakah negara-negara
yang memproduksi energi nuklir tersebut sudah sesuai dengan regulasi
yang diatur IAEA.

Pasalnya, jika suatu negara menggunakan energi nuklir secara
berlebihan dan bertujuan untuk pembuatan senjata penghancur massal,
hal ini rentan memicu pecahnya perang.

"Hal itu merupakan tanggung jawab saya ketika bekerja di IAEA.
Negara-negara yang menjadi anggota IAEA harus diawasi dalam
memanfaatkan energi nuklir," jelas Endang kepada KORAN SINDOkemarin.
Endang menjadi satu-satunya ahli nuklir perempuan asal Indonesia yang
pernah bekerja di IAEA. Hingga saat ini belum ada lagi kalangan
perempuan dari negeri ini yang berhasil menggantikan perannya di badan
atom dunia itu. Untuk pekerjaan ini, dia kerap keluar-masuk negara-
negara di Benua Biru guna mengontrol dan menginspeksi pemanfaatan
nuklir.

Selain Endang, ada pula ahli nuklir berkebangsaan Indonesia yang sudah
berakar kuat di IAEA lantaran bekerja sejak 1986, yaitu Victor
Siregar. Sama halnya dengan Endang, pria asal Medan ini menjabat
sebagai nuclear safeguards inspector sejak Maret
1986."Sayabertugasmelakukan pengawasan terhadap penggunaan bahan
nuklir di berbagai negara Asia seperti China dan Jepang," tutur Victor
dari Wina kepada KORAN SINDOkemarin.

Selain itu ada sosok Fathurrachman yang pernah bekerja pada posisi
yang sama di IAEA selama7tahunlamanya. Pria asal Bondowoso, JawaTimur,
inimulai bekerja di badan atom dunia itu sejak September 2001 hingga
bulan yang sama tahun 2008. Menurutnya, pengurusan bahan bakar bekas
nuklir sangat menyulitkan. Butuh pengamanan tersendiri dan
pengawasannya pun harus intensif luar dan dalam.

Bahkan dibutuhkan kamera CCTV untuk mengetahui setiap reaksinya. Sebab
bahan bakar bekas nuklir ini mengandung bahan bakar baru yang
membahayakan.

Pembuatan bom atom juga berasal dari limbah ini. "Pengurusannya sampai
diawasi luar dan dalam dan selalu diawasi dengan CCTV agar tidak
terjadi kebocoran," tegas Fathurrachman. Sementara Trijanto Hadilukito
yang lebih akrab dengan sapaan Luki bekerja sebagai nuclear safeguards
inspector sejak 2000. Selama mengemban tugasnya, Luki mengatakan bahwa
setiap perjalanan tugas ke sebuah negara ada keunikan tersendiri, baik
dari sisi kebijakan maupun minimalisasi informasi yang diberikan
negara yang bersangkutan.

"Setiap inspeksi ke sebuah negara memiliki standar inspeksi
tersendiri. Ketika mereka memberi tahu ada bahan nuklir di negara itu,
terkadang negara itu memberikan informasi yang kurang lengkap," ucap
Luki dari Wina kemarin. Sejatinya, teknologi nuklir bukanlah barang
baru bagi Indonesia. Maklum, Indonesia sudah mempunyai reaktor nuklir
sejak 1964 di Bandung. Pada 16 November 1964, saat itu para ilmuwan
pribumi yang dipimpin Djali Ahimsa sukses menuntaskan
criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama, yaitu Triga
Mark II, di Bandung.

Selanjutnya, pada 20 Februari 1965, reaktor nuklir pertama milik
Indonesia dengan daya 250 KW diresmikan Presiden Soekarno. Reaktor ini
kemudian digunakan untuk keperluan pelatihan, riset, dan produksi
radioisotop. Inilah reaktor nuklir pertama di Indonesia yang pada saat
kelahirannya mendapat sorotan Radio Australia dengan menyebutkan bahwa
Indonesia mampu membuat reaktor atom serta masuk ke abad nuklir. Saat
ini, Indonesia memiliki tiga reaktor riset. Selain di Bandung, dua
reaktor lagi masing-masing terdapat di Yogyakarta dan Serpong,
Tangerang.

Menristek Gusti Muhammad Hata menuturkan, keberadaan kedelapan pakar
nuklir itu membuktikan Indonesia memiliki sumber daya manusia yang
kompeten di bidang energi nuklir. Sebab, lazimnya para inspektur
adalah mewakili negara yang memiliki pembangkit listrik
tenaganuklir(PLTN), sedangkan negeri ini tidak memilikinya.

Gusti juga mengungkapkan bahwa Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)
mendapat pengakuan internasional hingga ditunjuk menjadi team leader
untuk membuat legislasi keamanan nuklir dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar