"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Rabu, 08 Mei 2013

Jangan Sepelekan Isu Papua Merdeka di Luar Negeri


Menyusul adanya pembukaan Kantor Perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kota Oxford-Inggris, menurut Pengamat Hukum Internasional dan Sosial Politik dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Marinus Yaung, merupakan kekalahan telak dalam diplomasi Indonesia di Eropa.


 Ditegaskan, peristiwa ini merupakan peringatan serius bagi pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap remeh atau sepelehkan isu Papua merdeka di luar Negeri. Presiden SBY harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan protes diplomasi yang lebih serius dan tegas, seperti mengusir pulang duta besar Inggris dari Indonesia, mengembalikan gelar kehormatan Kesatria Perang Salib atau Knight Grand Cross In The Order of Bath dari Ratu Inggris, dan memutuskan dengan segera kontrak karya Pemerintah Indonesia dengan British Petroleum Tangguh di Bintuni, Papua.


 “Langkah dan protes tersebut harus dilakukan Pemerintah Indonesia, jika Papua tetap menjadi harga mati bagi NKRI,” ungkapnya kepada Bintang Papua di kediamannya, Senin, (6/5).

 Baginya, langkah ini akan memberikan efek jerah bagi Pemerintah Inggris yang kemungkinan akan langsung bertindak untuk menutup Kantor Perwakilan OPM. Tetapi kalau Presiden SBY memilih untuk melakukan protes melalui Telepon dengan berbicara dengan Perdana Menteri Inggris atau bentuk protes yang lazim dalam diplomasi, dirinya berpikir bahwa perjuangan Papua Merdeka akan semakin mendapat cukup ruang luas di Inggris dan Eropa terus berkembang.

 Dengan demikian dipastikan tinggal menunggu watu saja Papua akan merdeka dan menjadi Negara sendiri . Dengan kata lain, merdeka secara berdaulat penuh baik defacto maupun dejure, dan bukan lagi menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 Lanjutnya, dipilihnya Kota Oxford sebagai tempat Kantor Perwakilan OPM merupakan pilihan politik yang strategis karena Kota Oxford mempunyai sejarah dan paling berpengaruh, tidak saja di Inggris tetapi juga di Eropa dan dunia.

 Perjuangan Papua Merdeka akan semakin mendapatkan dukungan Internasional dengan cepat karena Oxford sebagi kota berkumpulnya intelektual terbaik dari seluruh penjuru dunia yang mengambil studi di Universitas Oxford.

 “Jadi isu Papua Merdeka akan semakin cepat berkembang jikalau tidak ada langkah-langkah diplomatis yang tegas, keras dan cepat dari Pemerintah Indonesia untuk segera menutup kantor OPM, karena menurut hematnya Pemerintah Indonesia sudah kalah langka dan kalah strategi,” tukasnya.

 Sementara itu Ketua Komisi A DPRP Ruben Magay ketika dikonfirmasi diruang kerjanya, Senin (6/5), mengatakan, Pembukaan Kantor OPM di negeri Belanda lalu di Inggris merupakan bagian dari corong HAM dan Demokrasi rakyat Papua di luar negeri.

 Karenanya, tandas Ruben Magay, pihaknya memberikan apresiasi khusus kepada OPM yang telah membuka Kantor Perwakilan di negeri Belanda dan kini di Inggris. Pasalnya, melalui perwakilan OPM di sebagian negara di Eropa , maka kalangan OPM dapat lebih leluasa mengkampanyekan pelanggaran HAM dan Demokrasi yang terjadi di Papua kepada dunia internasional, karena sudah sangat lama rakyat Papua minta kepada pemerintah Jakarta terkait Pelurusan Sejarah Papua, Dialog Jakarta—Papua, Evaluasi Otsus dan lain-lain.

 Dijelaskan, pihaknya menilai pemerintah Indonesia salah kaprah menolak pembukan Kantor OPM di Inggris, karena pemerintah Indonesia memandangnya dari sisi politik, dimana dunia makin besar menyoroti kasus pelanggaran HAM dan Demokrasi di Indonesia, khususnya di Papua. Bahkan kwatir pemerintah Inggris mendukung Papua merdeka.

 Namun demikian, ujar Ruben Magay, pemerintah Inggris memandang pembukaan Kantor OPM di Inggris lebih ke sisi HAM dan Demokrasi karena Inggris adalah salah satu negara yang mendukung penegakan HAM dan Demokrasi, termasuk Indonesia dan Papua.

 Ruben Magay menuturkan, pemerintah Inggris mendukung siapapun yang ingin mengkampanyekan isu HAM dan Demokrasi, karena itu merupakan hak paling hakiki dari setiap manusia. Tapi pemerintah Indonesia justru kaget karena HAM dan demokrasi di Indonesia diatur-atur oleh pimpinan negara, pimpinan legislatif dan lain-lain.

 “Bila Benny Wenda Cs diizinkan membuka Kantor OPM di Inggris untuk mengkampanyekan masalah HAM dan Demokrasi di Inggris ke seluruh dunia, karena memang mereka sudah mempraktekan HAM. Tak hanya bicara aturan bahkan menuding pemerintah Indonesia mengizinkan separatis di Inggris,” katanya.
 Kata dia, pemerintah Indonesia tak perlu kebakaran jenggot, terkait pembukan Kantor OPM di Inggris merupakan kebijakan politik dari pemerintahan negeri Pangeran Charles untuk merestui Papua merdeka. Tapi sebuah upaya pelanggaran HAM dan Demokrasi di Papua didiplomasikan atau dibuka ke dunia luar.
 “Jadi pemerintah Indonesia tak bisa serta-merta mendesak pemerintah Inggris membubarkan Kantor OPM di Inggris.

 Sementara itu, Juru Bicara Forum Rekonsiliasi Nasional Republik Papua Barat Saul J. Bomay yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, pihaknya tak sependapat aksi protes yang dilancarkan pemerintah Indonesia terhadap pemerintah Inggris terkait pembukaan Kantor OPM di Inggris, Pasalnya, pembukaan Kantor OPM di Inggris mendapat dukungan penuh dari Kongres Amerika Serikat, untuk mengawasi kasus pelanggaran HAM dan Demokrasi di Papua, yang selam ini disoroti masyarakat internasional.

 “Dia harus bersyukur negara lain bisa membuka Kantor OPM dalam meringankan beban pemerintah Indonesia tertutama menegakan HAM dan demokrasi di Papua Barat. Bahkan kami segera usulkan membuka Kantor OPM di Jakarta dan di negara lain,” tandasnya.

 Aksi protes pemerintah Indonesia terhadap pemerintah Inggris, lanjutnya, hal ini tak boleh terjadi.
 “Jakarta harus tanya orang Papua kamu mau merdeka atau tidak. Baru OPM yang ada seperti Goliat Tabuni, Jhon Yogi, Lamber Pekikir dan lain-lain tanya mereka baik kalau mereka katakan ingin memisahkan diri dari NKRI, Indonesia harus membuka diri dengan mempertangggungjawabkan segi politik dan moril terhadap orang Papua melalui perundingan yang difasilitasi pihak ketiga bukan Dialog Jakarta—Papua.

 (bintangpapua.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar