"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Kamis, 18 April 2013

Kilas Balik Nuklir Iran


Perjalanan perundingan nuklir Iran dengan Barat dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami pasang surat. Di tengah berbagai keberhasilan Iran di bidang nuklir sipilnya, Barat tetap sulit menerima realitas itu dan berupaya mengucilkan Tehran di arena internasional demi memonopoli teknologi tinggi itu.

 

 Pada 23 Februari lalu, Iran berhasil memasang 180 mesin sentrifugal generasi kedua di fasilitas nuklir Natanz, dan secara gradual 180 mesin sentrifugal IR2M juga akan dipasang. Sebelumnya, Pembangkit listrik tenaga nuklir berkekuatan 1000 megawatt beroperasi di bawah pengawasan penuh IAEA, dan mencapai daya kapasitas maksimum untuk pertama kalinya pada tanggal 30 Agustus 2012. Tidak hanya itu, Organisasi Energi Atom Republik Islam Iran (AEOI) menyatakan bahwa Tehran akan membangun 16 pembangkit listrik tenaga nuklir baru.


 Di tengah berbagai kemajuan tersebut, Barat terus-menerus menjegal program nuklir sipil Iran yang mereka klaim mengarah pada kepentingan militer. Pada Maret 2012, Dewan Gubernur IAEA menggelar sidang periodik di kota Wina yang membahas laporan Dirjen IAEA, Yukiya Amano mengenai program nuklir Iran. Amano dalam laporannya mengungkapkan bahwa program nuklir Iran yang diinvestigasi IAEA bertujuan damai, namun pada saat yang sama mengemukakan kekhawatirannya tentang sejumlah persoalan yang masih mengganjal. Amano mengklaim memiliki informasi bahwa aktivitas nuklir Iran memasuki tahap produksi bahan peledak nuklir.Tapi ironisnya kekhawatiran tersebut tidak dibarengi bukti yang memadai.

 Sebelumnya, pada November 2011, IAEA mengeluarkan laporan ambigu mengenai program nuklir sipil Iran. IAEA menyebutkan kemungkinan adanya sejumlah aktivitas nuklir Iran yang mengarah pada tujuan militer. Dengan alasan tersebut, AS dan Uni Eropa meningkatkan sanksi terhadap Iran. Padahal sepanjang tahun 2012, pejabat tinggi IAEA yang dipimpin Wakil Direktur Jenderal dan Kepala Departemen Perlindungan IAEA, Herman Nackaerts, sudah tiga kali mengunjungi Tehran untuk membahas program nuklir sipil Iran. Namun tampaknya, IAEA yang berada dalam bayang-bayang sejumlah negara tertentu lebih memilih keluar dari kerangka perundingan dengan menggulirkan tuntutan baru meninjau situs militer Parchin.

 IAEA mendesak Iran untuk menandatangani kesepakatan yang mengijinkan para inspektur badan internasional yang diklaim Barat sebagai situs pengembangan senjata nuklir.

 Padahal sebelumnya, investigator IAEA pernah mengunjungi situs Parchin pada tahun 2005 dan 2006. Seluruh tudingan Barat terkait instalasi militer ini tidak terbukti. Namun, pada tahun 2011, Barat kembali mengulang tudingannya dan mendesak penyelidikan terhadap situs Parchin.

 Iran menyambut tawaran Barat itu, namun meminta jaminan dari mereka. Duta Besar Iran untuk IAEA Ali Asghar Soltanieh menyatakan komitmen Iran untuk menyelesaikan isu-isu yang berkaitan dengan program energi nuklirnya dengan badan nuklir PBB itu. Soltanieh menegaskan, Iran hanya akan menyetujui permintaan delegasi IAEA untuk mengunjungi situs militer Parchin, jika kerangka kerja sama yang membahas masalah kedua belah pihak dibentuk. Kesiapan Iran untuk bekerjasama juga dibuktikan dengan kesiapan Tehran berunding dengan enam kekuatan dunia.

 Perundingan antara Republik Islam Iran dan Kelompok 5+1 digelar kembali di Almaty, Kazakhstan setelah delapan bulan terhenti pasca perundingan di Moskow, ibukota Rusia pada bulan Juni 2012. Selama delapan bulan tersebut, Amerika Serikat dan Barat meningkatkan tekanan politik dan ekonomi terhadap Iran dengan dalih program nuklir yang mereka klaim bertujuan militer namun tidak pernah terbukti di lapangan.

 Iran dan Kelompok 5+1 sebelumnya telah menggelar berbagai negosiasi serupa. Lalu, apa perbedaan perundingan di Almaty yang digelar pada tanggal 26-27 Februari 2013 dengan pembicaraan sebelumnya sehingga dipandang oleh para pengamat sebagai negosiasi terbaru yang positif?

 Salah satu capaian penting perundingan Almaty adalah kedua belah pihak sepakat mengenai tempat dan waktu negosiasi berikutnya. Kesepakatan seperti ini tidak tercapai dalam perundingan sebelumnya. Perunding senior dan Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran (SNSC) Saeed Jalili menilai perundingan dua hari di Almaty sebagai langkah positif yang dapat melengkapi pendekatan konstruktif dan langkah-langkah timbal balik.

 Di sisi lain, Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton juga menilai perundingan Almaty positif. Kini bersamaan dengan digelarnya perundingan tingkat ahli di Istanbul, Turki, sarana bagi penyelenggaraan perundingan mendatang antara Iran dan kelompok 5+1 pada April mendatang semakin kondusif. Dalam pertemuan sebelumnya, prakarsa Iran disambut oleh kelompok 5+1, dan sejumlah point yang disampaikan Republik Islam sejalan dengan mereka.

 Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran menilai sikap Barat dalam perundingan Almaty lebih realistis dan lebih dekat dengan prakarsa Tehran dibandingkan sebelumnya. Meski demikian, menurut Jalili, masih terdapat jarak yang sangat jauh dengan tujuan ideal. Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran mengusulkan kepada enam kekuatan dunia untuk mengambil langkah yang lebih konkrit dalam menciptakan kepercayaan dua arah. Tapi usulan itu tidak boleh mengesampingkan kepentingan nasional Iran.



 Pengayaan uranium dan produksi bahan bakar yang dibutuhkan reaktor nuklir dalam batas yang diizinkan merupakan hak legal Iran sebagaimana telah diatur dalam ketentuan traktat non-proliferasi nuklir. Iran melanjutkan pengayaan uranium yang dibutuhkan dari lima persen hingga 20 persen, dan situs Fordo merupakan instalasi nuklir legal yang diawasi penuh aktivitasnya oleh IAEA.

 Iran dalam prakarsanya menyatakan kesiapan bekerjasama dengan IAEA untuk menyelesaikan sejumlah persoalan seputar klaim Barat mengenai nuklir militer dan sebagai kompensasinya Barat harus mencabut seluruh sanksi sepihaknya terhadap Tehran. Selain itu, Iran juga menyatakan kesiapannya untuk bekerjasama dengan Kelompok 5+1 mengenai pasokan bahan bakar nuklir yang diperkaya 20 persen untuk memenuhi kebutuhan reaktor riset Tehran, dan pencabutan seluruh resolusi PBB anti Iran dan sebagai gantinya pengakuan terhadap program nuklir Tehran sebagai bagian dari prakarsa Iran dalam perundingan Almaty.

 Iran senantiasa konsisten dalam memperjuangkan hak-haknya di bidang nuklir sipil sesuai dengan kedudukannya sebagai anggota IAEA dan penandatangan NPT. Sikap kooperatif Iran dalam berbagai perundingan nuklir telah mengubah literatur negosiasi Barat, setidaknya terlihat dalam perundingan Almaty belum lama ini.

 Sejatinya Iran tidak akan pernah bertekuk lutut terhadap berbagai tekanan dan sanksi yang dilancarkan Barat untuk menjegal kemajuan nuklir negara itu. Tekad baja rakyat dan pemerintah Iran itu telah membuahkan hasilnya. Dan kini publik dunia, bahkan Barat sendiri, mau tidak mau harus mengakui bahwa Iran adalah negara yang menguasai teknologi nuklir yang dipergunakan untuk kepentingan damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar