"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Jumat, 20 Juli 2012

Jalinan sejarah Sastra Iran dan Indonesia


Kebudayaan Iran dan Indonesia memiliki jalinan sejarah. Salah satu bukti yang mendukung hubungan sejarah itu adalah adanya persamaan sastra dan bahasa yang saling memengaruhinya. Keberadaan lebih dari 400 kata dari bahasa Persia pada bahasa Melayu yang masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari membuktikan eratnya hubungan ini.



Almarhum Zafar Iqbal, mantan dosen Uviversitas Indonesia dan Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta, pernah mengaji pengaruh sastra dan puisi Persia terhadap sastra dan puisi Indonesia serta dunia Melayu dalam disertasinya. Berangkat dari itu, penulis mencoba mengaji hubungan kebudayaan Iran dan Indonesia dari sisi sastra dan syair.
 Perkenalan orang Iran dengan orang Melayu memiliki sejarah panjang. Hal ini dapat dikenali berdasarkan dokumen historis, mitos, dan tulisan di batu nisan. Orang Iran, sebelum menerima Islam, karena perdagangan yang luas dengan China dan sebagai jembatan penghubung antara Barat (Kaisar Romawi) dan Timur (China) dalam dua jalan, yaitu rute darat “Jalan Sutera” dan rute laut “Jalan Rempah-rempah”, memunyai hubungan dagang dan budaya dalam perjalanan mereka dengan Nusantara, sungguhpun mereka aktif mendakwakan kepercayaan Zoroaster di kawasan ini. Sejarah hubungan semacam ini dimulai sejak Dinasti Ashkhaniyah, khususnya Dinasti Sasaniyah melalui rute rempah-rempah 200 tahun Sebelum Masehi.

Tapi setelah orang Iran menerima Islam dan migrasi kelompok-kelompok Iran dari China Selatan karena penderitaan yang ditimpakan Pemerintah China, para pedagang dan mubalig Iran dalam rangka berdagang dan mendakwahkan Islam di kawasan ini.

Sejarah Barat, yang mendasarkan pada catatan Marcopolo, percaya bahwa Islam masuk ke Nusantara di abad ke-13, tapi sejarah Timur yang mendasarkan pada referensi orang China, Arab, dan Melayu menekankan pada tahun pertama hijriyah atau paling tidak tahun ketiga hijriyah (abad ke-9 Masehi). Dalam hal ini, latar belakang kehadiran orang Iran yang aktif dan terus-menerus di kawasan nusantara – terkait masalah ekonomi, budaya, dan politik – jelas sekali menunjukkan peran kaum ini mendakwahkan Islam dan hidup damai dengan orang Melayu.

Untuk mengetahui kehadiran orang Iran dalam sejarah Nusantara dapat dilihat dari pengaruh bahasa dan literatur Persia dalam literatur Melayu. Secara keseluruhan, pengaruh sastra Persia terhadap sastra Indonesia dapat digolongkan dalam tujuh kategori, yaitu pengaruh sastra Persia terhadap buku-buku bersejarah, buku-buku undang-undang Malaka, agama, kerajaan Indonesia, cerita para nabi dan ahlulbait, sastra keseharian Indonesia, dan alhasil pengaruh sastra Persia terhadap puisi-puisi Indonesia. Seperti ditemukan pada buku Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Malaka, dan Hikayat Aceh. Dalam buku tersebut ditemukan 130 kosa kata bahasa Persia.

Seperti diketahui, pada zaman dahulu, para raja Pasai menugaskan para ahli sejarah untuk menulis hal-hal yang terjadi terkait kerajaan mereka. Raja-raja Pasai mengumpulkan para penyair dan pemikir besar serta mendatangkan pemikir besar mancanegara seperti Sayed Amir Sharif Shirazi dan Tajuddin Esfahani sebagai penasihat kerajaan. Pendalaman terhadap naskah-naskah kerajaan menunjukkan pengaruh signifikan sastra Persia terhadap buku pada masanya. Seperti buku Serat Tajusalatin yang ditulis pada kerajaan Islami Aceh (1603 M) dan buku Bustanul Arefin. Pada buku tersebut, terdapat lebih 36 kosakata dan pepatah bahasa Persia. Penggunaan nama-nama para raja Iran, peribahasa, dan kata-kata Persia menunjukkan pengaruh sastra Persia terhadap buku yang beredar di Kerajaan Pasai. Sebagian besar buku itu bersumber pada buku karya pemkir Iran seperti Attar dan Vaez Kashani dan terinpirasi dari karya Khosro va Shirin, Yusef va Zoleykha, dan sebagainya.

Buku-buku agama pula tidak luput dari pengaruh aroma Persia. Katakanlah buku Sheikh Nuruddin Arraniri dan Abdul Rauf Al-Senkili yang ditulis pada abad 17 M dan 50 judul lainnya memiliki interaksi dengan buku Sa’di, Abu Hamed Mohammad Gazali, Suhravardi, Khoja Abdullah Ansari, yang menjadi sufi-sufi besar di Iran.

Karya sastra Nusantara lain adalah cerita para nabi dan ahlulbait. Sejarah menunjukkan bahwa penulisan cerita para nabi dan ahlulbait dimulai dari Yaman dan Iran, lalu meluas ke negara lainnya dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa, antara lain Turki dan Melayu. Penulis menyebutkan cerita Nabi Yusuf, Hikayat Nabi Miraj, Hikayat Nabi Lahir, Hikayat Bulan Berbelah, Hikayat Raja Khandagh, dan banyak cerita lainnya sebagai cerita para nabi dan ahlulbait yang terlihat dengan jelas pengaruh bahasa dan sastra Persia di dalamnya.

Selain 400 kata dari bahasa Persia pada bahasa Melayu seperti bandar, nakhoda, istana, masih banyak kata lainnya yang menjadi bagian dari bahasa keseharian masyarakat Indonesia yang berasal dari bahasa Persia. Lebih sembilan buah hikayat seperti hikayat Amir Hamzah, Muhammad Hanafiyah dan Bendara Hitam dari Churasan terdapat pengaruh menonjol bahasa Persia dalam hikayat-hikayat ini. Hikayat Bendara Hitam dari Churasan merupakan cerita seorang pahlawan dari Kota Khorasan – salah satu provinsi terbesar di Iran – yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia pada 1953.

Bukti lain, yang membuktikan interaksi historis sastra Persia dan Nusantara adalah syair-syair yang dikenal masyarakat Indonesia. Yakni Bustan dan Musyawarah Burung yang berinteraksi mendapatkan pengaruh dari karya-karya penyair ternama di Iran, seperti Attar, Molawi (Rumi). Pengaruh signifikan penyair-penyair dan sufi masyhur Iran seperti Ghazali, Saadi, Attar terhadap buku-buku Hamzah Fansuri terlihat dari banyaknya kosa kata yang digunakan dalam naskah tersebut.

Alhasil, persamaan antara kedua bangsa Iran dan Indonesia begitu banyak yang pada kesempatan ini hanya dibahas dari sisi persamaan sastra. Tentu saja persamaan-persamaan ini dapat menunjukkan hubungan baik yang sedang terjalin antara kedua negara di berbagai bidang pada saat ini bukan merupakan fenomena baru, melainkan sebagai kelanjutan dari suatu hubungan yang umurnya berabad-abad.

http://sastra-indonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar