menulis. Pada tanggal 3/7, di Aula Nurcholish Madjid, Paramadina, Jl.
Gatot Subroto Kav 97, Mampang, Jakarta Selatan berbagi pikiran
kritisnya lewat buku "PRAHARA SURIAH Membongkar Persekongkolan
Multinasional, terbitan Pustaka Iman. Acara ini dalam rangka Launching
dan Bedah Buku yang diselenggarkan Falsafah dan Agama (Program Riset
Islam, Etika dan Masyarakat) bekerjasama dengan penerbit Iman.
Dengan metode content analysis, Dina menceritakan faktor konflik
Suriah, mengambil dua sumber, versi pemerintah Assad dan Pemberontak.
Dalam bukunya Dina mengurut beberapa peristiwa penting, tragedi Houla,
Damaskus, seruan jihad, Khilafah, dukungan Israel untuk jihad,
potensi konflik di Indonesia.
Buku ini oleh Dina, diakui sebagai ekpresi (Welas Asih/empati) sebagai
manusia yang ingin menunjukkan keprihatinanya atas korban perang
Suriah, terutama pada anak-anak dan perempuan. Ribuan rakyat menjadi
pengungsi akibat perang yang direkayasa. Di samping itu, konflik
Suriah yang nun jauh disana telah masuk ke Indonesia. Perang tanpa
senjatapun masuk di dunia maya; Facebook, Twitter, blog, berisi seruan
jihad dan penggalangan dana di masjid-masjid. Tak kalah serunya dengan
latah SBY juga sempat menyerukan Assad untuk turun.
Lewat bukunya Dina membaca konflik Suriah hanyalah konflik rekayasa
seperti halnya di Irak, Libya. Temanya demokrasi, penurunan rezim
dengan militer dan ujungnya kepentingan minyak dan gas, serta
pengamanan Israel. Hasilnya bisa dilihat, pemerintah Libya bukan
menjadi khilafah, negara yang sebelumnya tidak punya utang kini
berutang pada lembaga finasial Barat, pemerintahan yang baru
menyerahkan kontrak minyak gas kepada perusahaan Barat dan Libya yang
dulu negara Afrika paling kaya dan makmur kini menjadi budak Barat.
Irak, tidak kalah horornya, negara seribu satu malam pasca invasi,
kekayaanya di keruk oleh perusahaan negara-negara geng penginvasi, dan
meninggalkan bara perseteruan etnis dan mazhab.
Dina menyimpulkan konflik Suriah hasil rekayasa; rekayasa, foto, blog,
video ditujukan untuk membentuk opini bahwa tentara Assad kejam. Video
ini terbagi menjadi dua, ditujukan kepada penonton Barat, dilengkapi
dengan subtitle Inggris untuk menunjukkan keberhasilan melawan tentara
pemerintah, kedua video propaganda religius, membakar semangat jihad.
Video ini berisi, menembakkan senjata dengan takbir, pengeboman,
pembantaian sadis diiringi takbir dan shalat berjamaah.
Abdul Hadi WM, sastrawan, budayawan, ahli filsafat Indonesia, salah
satu pembicara menyoroti, konflik Suriah adalah hasil kerjaan
imperialisme yang hingga sekarang terus berlangsung. "Harusnya SBY
mengikuti UUD 1945, bahwa Indonesia mengikuti politik bebas aktif.
Tidak memihak pada salah satu kubu, kalau SBY meminta Assad mundur
artinya mendukung pemberontak" ujar Hadi. Dalam kaca mata Abdul Hadi
pemerintahan Assad itu sah, suka atau tidak suka, maka jalan yang
beradab adalah dialog.
Hal senada disampaikan Very Aziz Lc, M.SI, dosen hubungan
Internasional Paramadina, konflik Suriah harus diselesaikan dengan
cara beradab, keduanya harus diajak ke meja perundingan. Ajakan jihad
ke suriah hanya akan masuk dalam lubang jebakan kepentingan Barat.
Umat Islam tidak akan mendapatkan apa-apa selain rasa penyeselan.
Pendidikan gratis, kesehatan gratis, rasa aman yang dirasakan zaman
Assad tidak menjadi pertimbangan para jihadis.
Agus Nizami, pengelola media-islam.or.id mengatakan, media Islam yang
biasanya mengkritik Barat, sekarang bersatu menyebarkan informasi
tidak benar, perang Sunni-Syiah. Saya lihat Assad masih shalat dengan
cara Imam Syafii, Syekh Butti juga tokoh sunni, 75% tentara Assad
sunni. Jadi kalau jihad di Suriah sama saja orang Sunni membunuh orang
Sunni, artinya orang Islam membunuh orang Islam. Orang yang membunuh
sesama muslim apalagi orang sipil tanpa senjata pasti masuk neraka.
Bukannya mau membela-bela Assad, kata Agus, tapi fakta mengatakan,
Suriah tidak punya kedutaan besar Israel, malah paling gigih perang
dengan Israel. Turki, Mesir, Qatar pendukung pemberontak masing-masing
hingga kini masih menjalin hubungan dengan Israel.
Pada bagian akhir dalam bukunya, Dina mengingatkan aktor perang Suriah
sama dengan yang di Indonesia. Kekuatan kapitalisme dunia selalu di
balik konflik di wilayah yang kaya sumber daya alam. Pola konflik
disesuaikan dengan budaya dan karakteristik wilayah masing-masing.
Sukarno pernah mengkritik Barat yang terus ingin menjajah Asia dan
Afrika, dengan penjajahan intelektual dan ekonomi. Agustus 1965
Sukarno menarik Indonesia keluar dari IMF dan Bank Dunia. Sukarno
mengancam akan menasionalisasi perusahaan AS, Godyear dan Rubber
Company, hasilnya pemberontakan G30 S PKI dengan arsitek CIA. Setelah
Suharto berkuasa perampokan besar-besaran, salah satunya Freeport,
aktornya adalah klan Rockefeller. Setelah lepas dari NKRI,
Timur-Timur, minyaknya digarap perusahaan Australia.
Inilah pola-pola penjajahan yang terus berulang. Hingga kini
Indonesia masih menjadi incaran. Lembaga think-tank AS Rand
Corporation, patner Dephan Amerika, 1998 merilis Indonesia perlu
dipecah menjadi 8 bagian. Timur-Timur (yang sudah berhasil di
konkritkan, 1999), Aceh, Ambon, Irian Jaya Timur, Riau dan Bali,
sisanya tetap menjadi bagian dari Indonesia. Penembakan kelompok
pimpinan Goliat Tabuni terhadap TNI adalah bagian dari skenario dan
pengamanan perampokan emas di Freeeport oleh klan serakah, Rockfeller.
Indonesia sama dengan Suriah, sama-sama majemuknya, Islam, Kristen,
ragam etnis dan mempunyai kekayaan alam. Suriah punya gas, Indonesia
punya ragam agama dan etnik, punya minyak, gas, emas, batu bara.
Sunni-Syiah adalah bahan bakar murah untuk menumpahkan darah,
demokrasi menjadi alat ilusi intelekual. Kebencian Sunni-Syiah menjadi
ideologi palsu, iming-iming khilafah hanya ilusi, semuanya seirama
dengan genderang yang dimainkan imperialis.
Bedah buku ditutup oleh Dina "Saya tidak memakai teori konsipari untuk
menulis buku ini, saya memakai content analysis, mengambil dari dua
sumber agar kritis, dan harapan saya Indonesia tidak terjebak menjadi
Suriah kedua. Saya menulis dengan tulus, bukan ingin agar buku saya
laku." Dina menjawab pertanyaan beberapa mahasiswa Paramadina terkait
teori Hubungan Internasional.
Dina, ibu dua anak ini, pernah menerima summer session scholarship
dari JAL Fondation untuk musim kuliah panas di Sophia University
Tokyo. Tahun 2011, ia lulus Magister Hubungan Internasional
Universitas Padjajaran. Sejak 2007 aktif menulis artikel dan opini
politik timur tengah dimuat berbagai media, blog, website dan media
cetak. Akibat kegigihan intelektual, berusaha menggunakan tulisan
jernih, menulis dengan seobjektif mungkin disalah artikan kelompok
jihadis menjadi salah satu orang yang berbahaya.
Surat Al-Hujurat ayat 6, menjadi inspirasi kuat Dina dalam menulis
buku ini. Dikutip di bagian penutup bukunya, seolah Dina mengajak para
jihadis Suriah dan kita semua untuk tidak tertipu.
'Wahai orang-orang beriman!Jika datang kepadamu orang fasik yang
membawa suatu berita, maka telitilah kebenaranya, agar kamu tidak
mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kejahilian), yang akhirnya
kamu menyesali perbuatanmu itu"
(IRIB Indonesia/Muhammad Ma'ruf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar