Rakyat Iran pada hari Senin (4/11) menggelar pawai akbar untuk memperingati pendudukan Kedutaan Besar Amerika Serikat pada November 1979 lalu. Aksi ini mengisyaratkan ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan konfrontatif AS, yang diadopsi untuk menghantam Republik Islam.
Mantan Sekjen Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran, Saeed Jalili dalam orasinya di Tehran, mengatakan slogan "mampus Amerika" adalah simbolis dan mencerminkan semangat perlawanan rakyat Iran terhadap pasukan intimidasi global, yang dipimpin oleh AS. Secara politis, Iran selalu membedakan antara warga negara Amerika dan pemerintah AS.
Sejarah mencatat daftar panjang kejahatan AS terhadap rakyat Iran antara lain, keterlibatan negara adidaya itu dalam kudeta militer 1953 di Iran, dukungan seperempat abad AS kepada rezim despotik Iran, dukungan untuk tindakan represif Shah Reza Pahlevi terhadap pengunjuk rasa, dukungan untuk Saddam Hussein dalam invasi ilegal ke Iran, penembakan pesawat sipil Iran oleh kapal perang AS, penerapan sanksi sepihak dan ancaman serangan militer terhadap Republik Islam, dan peran potensial AS dalam meneror para ilmuwan nuklir Iran.
Jadi, tak heran jika aktivis perdamaian AS, Noam Chomsky menyatakan bahwa AS telah menyiksa Iran selama lebih dari 60 tahun.
Kebijakan luar negeri AS memerlukan peninjauan ulang demi sebuah paradigma baru, berdasarkan penghormatan terhadap hak-hak bangsa Iran.
Para pejabat Tehran menyeru pemerintahan Obama untuk membuktikan ucapannya dalam aksi nyata.
Pada September 2013, Obama dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, menyatakan bahwa AS tidak mencari perubahan pemerintahan di Iran menghormati hak-hak sah Iran. Oleh karena itu, Obama sudah seharusnya menghormati kedaulatan Iran dan hak nuklir damai Tehran sebagai penandatangan Traktat Non-Profilerasi Nuklir (NPT) dan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Semua itu harus dibuktikan dalam bentuk tindakan, tapi negosiator AS dalam perundingan nuklir dengan Iran, Wendy Sherman, baru-baru ini menghina Iran dengan komentar kasarnya. Dia bahkan memberi jaminan ke Israel bahwa AS tidak akan menawarkan pengurangan sanksi kepada Iran.
Sikap ini mengindikasikan bahwa AS tidak tertarik untuk mengakhiri kebuntuan nuklir Iran, yang digunakan sebagai alasan untuk menekan Republik Islam. Kebijakan AS terhadap Iran semakin dipertanyakan oleh sebagian besar masyarakat internasional, sebab Tehran telah menyatakan kesiapan untuk membangun interaksi konstruktif dengan dunia.
Semakin lama, perilaku kontraproduktif tersebut semakin kehilangan dukungan dan kepatuhan internasional. Beberapa aspek sanksi Uni Eropa telah dibatalkan oleh pengadilan Eropa meskipun ada tekanan dari Washington.
Mayoritas pakar Barat setuju bahwa kebijakan luar negeri baru yang diadopsi oleh Presiden Hassan Rohani akan menciptakan tantangan baru bagi sanksi-sanksi Barat yang dikenakan atas Iran.
Pemerintah Inggris pada September lalu, meminta AS dan Uni Eropa untuk mencabut sanksi yang dikenakan terhadap ladang gas alam Inggris-Iran di Laut Utara.
Belum lagi, tekad Pakistan untuk melanjutkan proyek pipa gas dengan Iran meskipun oposisi kuat dari AS.
Sebenarnya, jika AS ingin memperjuangkan kepentingan nasionalnya sehubungan dengan Iran, maka ada cukup banyak kepentingan bersama dan keprihatinan umum, yang saat ini terkubur oleh tekanan lobi-lobi Zionis dan negara tertentu di Timur Tengah.
(irib.ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar