Pacifik, APEC di Bali awal pekan ini, sepertinya dibayang-bayangi oleh
kondisi ekonomi Amerika Serikat yang kurang baik. Sejumlah pihak
menyebut kondisi di Amerika sebagai SHUT DOWN.
Amerika adalah salah satu Negara anggota Asia Pacific Economic
Cooperation atau kerjasama ekonomi Negara-negara di Asia Pasifik.
Kemarin, Negara tersebut menghentikan sementara layanan publiknya
karena deadlock rancangan anggaran antara Senat yang dikuasai partai
Demokrat dan DPR atau kongres yang dikuasai partai Republik.
Apa yang terjadi, sangat mungkin terjadi di Negara lain termausk
Indonesia. Karena itu, benar pernyataan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang meminta para menterinya fokus mengamati gejolak di
Amerika.
Amerika serikat sekarang adalah Negara dengan ekonomi sangat besar,
dengan anggaran mencapai 15 triliun dollar per tahun.
Akibat SHUT DOWN layanan public, maka ada potensi kerugian 300 juta
dollar per hari di Amerika.
Para Pengawai Negeri Amerika yang dirumahkan sementara, sangat mungkin
juga akan mengurangi konsumsi. Ini tentu berdampak pada penjualan
barang-barang Negara lain ke Amerika.
Indonesia, sebagai salah satu Negara yang ekonominya sebagian juga
bergantung pada Amerika Serikat, tentu harus mewaspadai kondisi ini.
Beruntung, pada satu bulan terakhir, ekonomi Indonesia mulai melakukan
recovery. Bahkan pada bulan September, untuk pertama kalinya, selama
tahun ini, terjadi inflasi minus alias deflasi sebesar 0.35 persen.
Tim Ekonomi Indonesia relative bagus, terlebih sejak dilantiknya
Bambang Brojonegoro sebagai wakil menteri keuangan mendampingi menteri
keuangan Chatib Basri. Namun demikian, kesiap siagaan dan kewaspadaan
tetap harus dijaga. Momentum pertemuan anggota-anggota APEC di Bali
awal Oktober ini harus dapat dioptimalkan oleh Indonesia.
Kerjasama tersebut bukan sebatas pada kerangka kerja sama yang kadang
tidak tercapai targetnya, akan tetapi sejatinya, Indonesia harus mampu
menjadikan APEC sebagai wahana pertumbuhan ekonomi nasional. Salah
satu hal yang perlu didorong oleh Negara adalah penetrasi ekonomi
Indonesia ke Negara lain, memanfaatkan jejaring Negara-negara anggota
APEC.
Dalam catatan ekspor Indonesia contohnya, lima besar Negara tujuan
ekspor tenyata masih sangat tradisional, yakni China, Jepang, Amerika
Serikat, India dan, Singapura. Padahal anggota APEC lebih dari 20
negara, dan merupakan pasar yang belum banyak dijamah, seperti Rusia,
Peru, atau Meksiko.
Khawatirnya, bila ekonomi Indonesia sangat tergantung hanya kepada
beberapa Negara, termasuk kepada Amerika Serikat, maka setiap kali ada
kondisi instabilitas di Negara tersebut, pengaruhnya akan besar bagi
Negara kita.
Penetrasi, keberanian, keunggulan kualitas dan fasilitasi Negara
adalah kunci perluasan pasar ke Negara-negara non tradisional.
(rri.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar