"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 09 November 2013

Amerika Shutdown, Indonesia Restart

Pemerintah Amerika Serikat (AS) akhirnya menutup sementara (shutdown)
layanan pemerintahan.

Hal itu terjadi karena kongres (terdiri atas senat dan DPR) gagal
mencapai kesepakatan mengenai anggaran rutin pemerintah hingga tenggat
berakhir Senin (30/9) pukul 23.00 waktu Washington atau kemarin siang,
Selasa (1/10), pukul 11.00 WIB.

Kegagalan kongres dalam menetapkan anggaran rutin pemerintah itu
mengakibatkan pemerintah tidak bisa bekerja seperti biasa. Ini juga
merupakan kegagalan pemerintahan Presiden AS Barack Obama yang
berusaha mencegah terjadinya shutdown.

Terganggunya penyaluran anggaran pemerintahan dengan perekonomian
terbesar di dunia tersebut diperkirakan berimbas ke perekonomian
negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, dirilisnya data
Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengungkap terjadinya deflasi dan
surplus neraca perdagangan membuat ekonomi Indonesia seperti restart
dari keterpurukan sebagai akibat terus meningkatnya inflasi.

Pemicu terjadinya shutdown anggaran di AS adalah keputusan Senat AS
yang dikuasai Partai Demokrat, partai Obama, menolak usulan anggaran
belanja versi DPR AS yang dikuasai Partai Republik.

DPR rupanya membalas penolakan itu dengan berupaya menggagalkan
anggaran untuk UU Asuransi Kesehatan yang dicanangkan Obama, yang
populer disebut Obamacare.

Ketua Mayoritas Senat Harry Reid mengatakan bahwa mereka menolak
bernegosiasi selama Obamacare masih dijadikan alat ancaman. "Kami
tidak akan bernegosiasi dengan pistol di kepala kami," tegas Reid.
Baik Republik maupun Demokrat saling menyalahkan atas drama shutdown
yang pertama dalam 17 tahun itu. Hal tersebut akan berdampak pada
pemilihan anggota kongres tahun depan, saat kedua kubu berlomba-lomba
merebut suara.

Dengan shutdown ini, kinerja pemerintah akan lumpuh.

Sebanyak 800 ribu pegawai bakal dirumahkan tanpa gaji; hanya 3 juta
orang yang masih bekerja.

Layanan lain yang akan mati adalah pembuatan paspor, visa, taman
nasional, dan layanan pajak.

Selain penonaktifan PNS, shutdown mengakibatkan The Internal Revenue
Service (IRS) atau Dinas Pajak AS tidak bisa bekerja.

Seluruh audit pajak akan dihentikan karena ketiadaan sumber daya manusia.

Menurut CNN, para pekerja federal hanya akan bekerja selama empat jam
sebelum dipulangkan. Militer seharusnya juga diliburkan dan tidak
menerima gaji. Namun, Obama dan kongres telah menandatangani peraturan
yang memastikan bahwa gaji 1,4 juta tentara bakal tetap dibayarkan
tepat waktu.

Shutdown akan berdampak pada upaya pemulihan sektor properti AS yang
ambles. Tidak adanya layanan pemerintah akan membuat penundaan di
proses aplikasi kredit perumahan. AS juga akan kehilangan pemasukan
dari sektor pariwisata. Pasalnya, proses paspor dan visa akan
terhenti.

Saat peristiwa ini terjadi pada 1995"1996, 20.000 hingga 30.000
aplikasi visa tidak diproses.

Sebanyak 200.000 warga AS yang ingin membuat paspor pun gigit jari.

Di bidang kesehatan, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC)
juga tidak bisa beroperasi maksimal dalam menyelidiki persebaran
virus. Di bidang ilmu pengetahuan, operasi NASA juga akan dihentikan
sementara.

Menurut perusahaan konsultan IHS Inc, shutdown bisa merugikan AS
hingga sedikitnya USD 300 juta per hari atau lebih dari Rp 3,4
triliun. Jumlah itu memang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan
ekonomi AS senilai USD 15,7 triliun. Tetapi, jika dibiarkan,
kepercayaan pengusaha dan konsumen akan merosot, membuat dampaknya
semakin lebar.

Shutdown bisa berlangsung berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, jika
kongres tidak mencapai mufakat. Shutdown terakhir terjadi pada 1996
selama 21 hari. Saat itu"terjadi perseteruan anggaran antara Presiden
Bill Clinton dari Partai Demokrat dan kongres dari Partai Republik.

IHS memperkirakan, akibat shutdown, pertumbuhan AS sebesar 2,2 persen
per tahun akan berkurang 0,2 persen jika shutdown terjadi selama
sepekan.

Namun, jika seperti yang terjadi pada 1996, yaitu 21 hari, pengurangan
bisa mencapai 0,9 atau 1,4 persen. Goldman Sachs memperkirakan, jika
shutdown terjadi tiga minggu, dampaknya akan mengurangi GDP AS
sebanyak 0,9 persen.


Dampak ke Indonesia

Perkembangan ekonomi terbaru dari AS menjadi perhatian Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam sidang kabinet paripurna
kemarin, SBY beserta para menteri ikut membahas kebijakan pemerintah
negara adikuasa itu. Menurut SBY, kebijakan tersebut akan berimbas
pada Indonesia, meski tidak signifikan.

"Apa yang disebut government federal shutdown memberikan implikasi
pada perekonomian dunia. Dengan demikian, kita harus terus mengikuti
perkembangan dan dinamika di negara itu," jelas SBY sebelum memulai
sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden kemarin.

Kabar terjadinya inflasi negatif atau deflasi pada September lalu
betul-betul menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia.

Inflasi yang dalam beberapa bulan terakhir menjadi momok bagi makro
perekonomian Indonesia kini mulai jinak. Kepala BPS Suryamin
mengatakan, harga barang dan jasa kini cenderung turun seiring dengan
memudarnya imbas kenaikan harga BBM Juni lalu serta efek musim
Lebaran. "Ini yang mengakibatkan deflasi 0,35 persen periode September
2013," ujarnya kemarin.

Dengan deflasi September ini, laju inflasi tahun kalender
(Januari"September) 2013 mencapai 7,57 persen, sedangkan tingkat
inflasi year-on-year (September 2013 terhadap September 2012) sebesar
8,40 persen.

Selain deflasi, BPS juga membawa kabar menggembirakan dengan posisi
neraca perdagangan Indonesia untuk Agustus mengalami surplus senilai
ratusan juta dolar AS."Neraca perdagangan Agustus surplus USD 132,4
juta," kata Suryamin. Meskipun perdagangan Agustus mengalami surplus,
secara akumulasi, neraca perdagangan RI masih defisit USD 5,5 miliar.

Publikasi BPS tersebut berdampak signifikan terhadap pasar modal dan
pasar uang yang sempat dilanda kepanikan. Menurut informasi dari Bursa
Efek Indonesia (BEI), IHSG pada penutupan perdagangan kemarin menguat
0,6 persen atau 29,7 poin menjadi 4.345,89. Demikian juga rupiah,
menguat 150 poin menjadi Rp 11.345 dibanding sebelumnya di posisi Rp
11.495 per dolar AS.

Kepala Riset Danareksa Research Institute Purbaya Y. Sadewa
menyatakan, dampak shutdown AS terhadap ekonomi global masih terlalu
dini. Sebab, tidak lama lagi akan terjadi kompromi antara kubu
Republik dan Demokrat. "Karena suatu saat pasti akan kompromi.

Keduanya tidak ada yang mau disalahkan dalam keruntuhan pemerintahan
mereka sendiri," ucapnya.


(jppn.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar