Pelantikan Hassan Rohani sebagai presiden Republik Islam Iran berlangsung hari Minggu (4/8) di gedung parlemen Iran. Sehari sebelumnya, Rohani secara resmi dikukuhkan oleh Pemimpin besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei sebagai presiden Iran. Berdasarkan UUD Iran pasal 110 ayat 9, periode empat tahun jabatan presiden dimulai sejak pengukuhan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran.
Hari ini, Minggu, 4 Agustus, pelantikan Hassan Rohani berlangsung di gedung parlemen Iran yang dihadiri perwakilan lebih dari 60 negara dunia dari lima benua. Kehadiran delegasi tinggi berbagai negara dari presiden hingga ketua parlemen menjadi sorotan media internasional. Para analis politik menilai fenomena ini sebagai indikasi kesiapan pemerintahan Rohani untuk membuka lembaran baru hubungan dengan berbagai negara dunia.
Tapi pada saat yang sama sebanyak 76 senator AS menulis surat kepada presiden AS Barack Obama untuk memperketat sanksi terhadap Iran dengan alasan untuk menekan program nuklir Iran. Tidak hanya itu, surat tersebut juga menggulirkan ancaman opsi militer terhadap Iran, meski juga membuka pintu diplomasi dengan Tehran.
Sebelumnya, pada 31 Juli, Kongres Amerika Serikat meratifikasi penambahan sanksi baru terhadap Iran. Kongres Amerika Serikat mengesahkan draf pembatasan ekspor minyak Iran dengan 400 suara setuju dan 20 suara menolak.
Berdasarkan keputusan Kongres tersebut, Amerika Serikat memaksa konsumen minyak Iran untuk mengurangi total impor minyak mereka dari Iran dalam setahun sebesar satu juta barel setiap harinya.
Di sisi lain, sejumlah anggota DPR AS sebelumnya melayangkan surat kepada Obama untuk memanfaatkan momentum terpilihnya Rohani sebagai presiden Iran guna membuka lembaran baru perundingan dengan Tehran.
Tampaknya, sepak terjang kontradiktif AS terhadap Iran semakin meragukan itikad baik Washington berunding dengan Tehran. Sebab kebanyakan para politisi AS menyatakan kesediaannya berunding dengan Iran, tapi dibarengi dengan peningkatan sanksi terhadap Tehran. Kebijakan itu alih-alih membantu mendorong terwujudnya perundingan, justru semakin memperuncing friksi antara Iran dan Barat. AS setiap saat selalu mencari kesempatan untuk meningkatkan tekanan ekonomi terhadap rakyat Iran demi melumpuhkan Republik Islam.
Faktanya, sanksi harus diakui menekan mata pencaharian rakyat Iran. Tapi pengalaman selama lebih dari tiga dekade membuktikan bahwa derasnya tekanan sanksi Barat terhadap Iran tidak menghalangi kemajuan negara itu. Bahkan sanksi justru menjadikan Iran lebih mandiri dan berdikari. Di sisi lain AS dan Uni Eropa yang tengah berada dalam pusaran krisis semakin kewalahan karena menghilangkan peluang ekonomis menjalin hubungan perdagangan dengan Tehran.
Para analis politik menilai kebijakan dua kaki AS terhadap Iran dengan menawarkan diplomasi sambil menekan dengan sanksi, sebagai cara Washington untuk mengubah sikap Tehran. Sebagian pengamat memandang ada semacam pembagian dari para politisi AS, Israel dan sekutunya terkait Iran, tapi semuanya berujung pada satu target yang memaksa Tehran menerima kebijakan sepihak Barat mengenai program nuklir sipil negara itu.
(irib.ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar