Menjadi Trader hasil bumi (hasil pertanian) sebenarnya adalah bukan impian saya tapi mungkin karena kehendak Gusti Allah ya mau gmn lagi dan suatu saat dikemudian hari saya akan mensyukuri jalan yang diberikan Gusti Allah ini karena ternyata gajinya besar ..hee..hehe dan yang paling penting saya tahu jika suatu saat nanti bosan ikut bekerja dengan orang lain saya sudah tahu barang-barang komoditi apa yang bisa di tradingkan dan dimana harus jualnya alias saya akan usaha sendiri…amien…
Trader commoditi
- bahasa kerennya - pekerjaannya kurang lebih ya sama seperti mbok-mbok atau
pedagang-pedagang hasil bumi lainnya yang berjualan di pasar tradisional
menentukan kapan harus beli kapan harus jual, dimana harus beli dimana harus
jual, beli barang apa jual barang apa, beli harga berapa jual harga berapa
(yang penting untung), quantity beli berapa quantity jual berapa, ditambah lagi
harus menguasai soal logistic, quality control dan pergudangan. Yang
membedakannya antara Trader commodity dengan pedagang retail kecil adalah
adalah quantity dan nilai transaksi saya jauh lebih besar bahkan bisa mencapai
Miliaran atau Triliunan Rupiah.Kurang lebih 12 tahun saya menggeluti trading hasil bumi dari pengalaman keluar masuk berbagai perusahaan trading baik asing maupun lokal yang mengimpor hasil bumi seperti : Jagung (Argentina, Brazilia, USA, Pakistan, India, Myanmar,) Beras (Vietnam, Thailand, India), Ketan (Vietnam, Thailand), Kedelai (USA, Argentina, Ethiopia), Kacang Tanah (India, Ethiopia, Tanzania, Argentina, China, Myanmar), Kacang Hijau (Myanmar, China, Ethipia, Tanzania), Kacang Tunggak (myanmar), Yellow peas & Green Peas (kacang polong) (USA, Australia), Wijen (India China), Ketumbar (Bulgaria, Hongaria), Merica (India), Bawang Putih (China), Bawang Bombay (New Zealand, Belanda), Bawang Merah (Perancis, China), Cabe Kering (India, China), Tapioka Starch (Thailand, Vietnam), Corn Starch (China), Tepung Terigu (Turkey, Australia, Pakistan, India, Rusia, Malaysia), dll serta masih banyak hasil pertanian maupun peternakan yang tidak bisa saya sebutkan karena butuh berlembar-lembar kertas untuk menulisnya. Sebagai insinyur pertanian, anak bangsa yang peduli dengan pertanian di
Kalau searching data-data yang di internet mengenai hasil bumi di Indonesia terutama bahan pangan maka yang tersaji adalah data-data yang bombastis dan fantastic karena menyajikan keberhasilan petani dan program pemerintah di bidang pertanian, contohnya Jagung di berbagai data yang di publish baik di Kementrian Pertanian maupun BPS disebutkan kalau panen Jagung di Indonesia tahun 2011 sekitar 18-22 juta Ton ????? sebuah angka yang sangat fantastis -tidak tahu darimana dapat data tersebut-, tapi kenyataannya pada tahun yang sama impor jagung di Indonesia baik oleh trader maupung feedmill tembus di angka sekitar 3,3 juta ton dari kuota 1,2 juta ton akibatnya jagung banjir di pasaran, harga jagung local tertekan akibatnya harga anjlok di tingkat petani, jeritan petani membuat pemerintah/Kementrian Pertanian kebakaran jenggot sehingga di tahun berikutnya mereka membatasi bahkan cenderung mempersulit import jagung oleh trader. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pertanian lebih senang acara-acara yang seremonial yang bersifat kamuflase daripada aplikasi langsung yang menyentuh ke petani contohnya adalah acara panen raya Kedelai di Ngawi oleh Menteri Pertanian pada tahun 2011 yang diliput oleh berbagai media baik cetak, internet, maupun TV disebutkan bahwa panen raya ini adalah jawaban petani panen atas kelangkaan kedelai dan mengurangi ketergantungan impor, panen raya kok di lahan kurang dari 1 Ha !!!!!!!. jika hal seperti ini terus dibiarkan maka pertanian kita akan cuma menang di data-data angka saja tanpa ada realitanya.
Di jaman Orde Baru dulu pak Harto sangat peduli dengan petani hal ini wajar karena beliau berasal dari keluarga petani, nasib petani sangat diperhatikan bukan hanya soal teknis budidaya masih ingat ketika kecil dulu sering ada temu wicara antara pak Harto dengan Kelompencapir pemberian sapi banpres, program transmigrasi, dll yang intinya para petani dianggap pahlawan sehingga nasibnya harus diperhatikan. Pemerintah Orba ikut mengintervensi harga hasil komoditi dengan tidak membiarkan harga jatuh dipermainkan oleh spekulan besar maupun tengkulak dan tidak menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sekarang kasihan nasib petani tercampak dan dipandang sebelah mata petani yang ada adalah generasi tua sedangkan generasi mudanya lebih senang berprofesi di bidang lain yang dianggap lebih menjanjikan dan bergengsi saya jika supporting dari pemerintah tidak ada, petani malas menanam tanaman pangan karena tidak ada kebijakan dari pemerintah yang berpihak kepada petani subsidi bibit, benih, pupuk dan obat-obatan seharusnya diperbesar supaya gairah petani bangkit dan program kemandirian pangan tercapai. sendiri tidak bisa membayangkan kira-kira kalau 25 tahun lagi masih adakah petani keturunan muda di
Djoko Hartanto (kompasiana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar