Bahkan, sebagian daerah di Negeri yang subur ini kaya akan singkong, juga ada sebagian masyarakat yang menjadikan singkong sebagai makanan pokok.
Tapi ironisnya, selama bertahun-tahun
Pengamat pertanian Bustanul Arifin mengatakan, menurut data yang dirilis oleh Thai Tapioka Trade Organization (TTTO),
Disamping itu, menurut Bustanul, penyebab impor adalah besarnya kebutuhan sektor industri yang menggunakan bahan
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi juga menegaskan, penyebab negara kaya singkong ini harus impor karena selama ini tidak ada industri pengolahan. Selama ini tepung singkong, salah satu produk turunan singkong yang dibutuhkan industri lain, hanya dipasok oleh usaha kecil dan menengah.
Bayu menyatakan
"Singkong kita punya, industrinya yang engga ada. Masalahnya bukan teknologi, tapi investasi untuk industri pengolahan singkong," ujarnya selepas mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, di Senayan, Rabu (12/12) kemarin.
"Industri itu butuhnya tepung singkong, bukan singkong utuh, bukan singkong chips, melainkan bahan makanan cassava stash," paparnya.
Dia menambahkan dua negara yang paling banyak mengirim singkong ke
Sayangnya, bukan hanya singkong saja yang made in luar Negeri, ternyata Negeri kaya nan subur ini juga mengimpor berbagai macam keutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari, yang semestinya kebutuhan itu semua bisa dipenuhi dari dalam Negeri sendiri, diantaranya:
Beras. Tahun lalu, Bulog mengimpor 1,8 juta ton beras. Tahun ini, meski Bulog menyatakan cadangan beras nasional aman, pemerintah berencana mengimpor 1 juta ton beras.
Gula. Tahun ini, pemerintah berencana mendatangkan 240.000 ton gula mentah (raw sugar) dari negeri gajah putih
Kebijakan impor gula diambil karena kebutuhan konsumsi gula nasional cukup tinggi yakni 2,9 juta ton yang diperuntukan bagi konsumsi langsung seperti industri minuman, industri kecil rumah tangga, warung-warung.
Garam. Tercatat total kebutuhan garam nasional tahun ini mencapai 3 juta ton, di mana 1,8 juta diantaranya untuk garam industri dan 1,2 juta ton garam konsumsi.
Menurut data Kemendag, Periode impor garam hanya dibuka pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. Alokasi impor hanya sebesar 533.000 ton yang dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama (Maret-April 2012) sebesar 300.000 ton dan tahap kedua (Mei-Juni 2012) sebesar 233.000 ton.
Daging sapi. Pada 2012 kuota 85.000 ton daging dibagi menjadi 51.000 ton sapi bakalan atau setara dengan 283.000 ekor sapi dan 34.000 ton daging beku. Pada Desember 2012 terdapat daging impor sebanyak 3.753 ton, sapi bakalan sebanyak 15.106 ekor atau setara dengan 11.212 ton.
Tahun depan, pemerintah menetapkan kuota daging impor sebanyak 80.000 ton dibagi dalam impor daging beku sebanyak 32.000 ton dan sapi bakalan seberat 48.000 ton atau setara 276.000 ekor sapi. Terutama dari Amerika dan
Kedelai. Kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,4 juta ton per tahun. Kemampuan produksi kedelai dalam negeri hanya sebesar 600.000 ton per tahun. Langkah singkat pun diambil pemerintah agar tidak ada kelangkaan kedelai. Tahun ini setidaknya terdapat 1,8 juta ton kedelai impor masuk
Anggota komisi VI DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan,"80 persen kedelai kita dari impor. Kita ini tergantung impor, tidak hanya kedelai, tapi juga beras, jagung, gula, daging dan beberapa produk hortikultura lainnya," ungkapnya.
Miris memang, jika semua kebutuhan masyarakat tergantung impor sedangkan minat beli rendah karena masyarakat miskin tidak mampu membeli. Hanya akan menciptakan jurang kelaparan dan kemiskinan yang lebih parah. Inilah
(IslamTimes/sa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar