Qom, kota propinsi yang terletak 140 km sebelah utara Teheran ibu kota Iran. Setiap harinya para peziarah dari berbagai daerah di Iran, bahkan luar Iran berdoa memohon keberkahan dari beberapa tempat suci diantaranya, makam dari Fatimah al-Ma'sumah, saudari dari Imam Ali ar-Ridha keturunan Rasulullah.
Di kota
inilah, tentara Iran
pertama kali menyerah kepada milisi Revolusi Islam yang sekaligus mengakhiri
rezim Shah Pahlevi. Kota Qom merupakan pusat
pendidikan Syi'ah terbesar di dunia. Hampir semua tokoh Iran mencicipi pendidikan keagamaan di Qom. Sehingga tidak heran
jika Qom
dikatakan sebagai pusat pengkaderan calon pemimpin agama sekaligus pemimpin
politik.
Tak kurang dari sederet nama-nama besar seperti Imam Khomeini, Imam Musa Sadr,
Ayatullah Ali Khamaeni, Ayatullah Rafsanjani (mantan Presiden Iran 2 periode),
Ayatullah Taqi Mizbah Yazdi, Hujjatul Islam Sayyid Khatami (Presiden Iran
sebelum Ahmadi Nejad) bahkan Husein Tabataba’i, seorang anak dalam usia tujuh
tahun meraih gelar Doktor dengan meraih nilai 93 di Hijaz College Islamic
University terlahir dari pusat pendidikan keagamaan di Qom. Sejak Revolusi
Islam Iran , Qom sudah menjadi salah satu kota multi nasional.
Ribuan pelajar asing dari berbagai negara muslim, termasuk Indonesia , datang untuk menuntut ilmu di kota para Mullah ini.
Tidak bisa dipungkiri, nama-nama besar tadi menjadi daya tarik bagi pelajar
asing. Meski popularitasnya dikalangan kaum muslimin tidak sebagaimana Al Azhar
di Mesir, namun Qom pun sudah pantas untuk
disebut sebagai kota
pelajar. Untuk menarik minat para pelajar asing, pemerintah Iran mengobral
berbagai fasilitas serba gratis dari D3 sampai S3, dari fasilitas penginapan
sampai beasiswa seratus persen. Dan sayapun termasuk seorang pelajar yang
menimba ilmu di Qom
, yang bukan saja tidak mengeluarkan biaya sama sekali malahan mendapat uang
saku per bulannya. Dan bagi pelajar yang telah berkeluarga disediakan apartemen
khusus sehingga dengan belajar di luar negeri tidak harus meninggalkan
keluarganya di tanah air, sebab merekapun bisa ikut serta.
Metode belajarnya terbilang unik, yang digunakan adalah sistem diskusi kecil.
Sistem ini menyertakan 5 sampai 10 mahasiswa yang membahas satu mata kuliah.
Kuliahpun tidak selalu dilakukan di dalam ruangan, namun sesekali di lakukan di
tempat-tempat terbuka. Karenanya, kalau berkesempatan datang ke Qom, dengan mudah dapat
disaksikan banyak sekali kelompok kecil yang sibuk mendiskusikan ilmu-ilmu
agama, dari fikih sampai filsafat. Teman-teman menyebut metode belajar ini
dengan sebutan metode Freiran. Tentu saja ini berbeda dengan Mesir (yang
menurut informasi dari seorang teman yang belajar disana) masih menerapkan
sistem klasikal dengan jumlah mahasiswa yang mencapai ratusan untuk setiap
kelasnya. Di Qom jumlah peserta kuliah dibatasi sampai sepuluh orang setiap
kelasnya. Hal ini memungkinkan setiap pengajar mengenal dengan baik tiap-tiap
mahasiswanya dan proses pembelajaranpun berlangsung akrab dan intensif.
Kegiatan ekstrakurikuler pun bisa menjadi pilihan bagi mahasiswa untuk mengisi
waktu senggangnya, mulai kegiatan olahraga seperti, renang, sepakbola, karate,
taekwondo dan beberapa khusus olahraga Iran maupun kegiatan seni, seperti
khat (seni kaligrafi), Tanfidz Qur'an dan sebagainya.
Yang unik lagi, meskipun Hauzah Ilmiyah yang mengkaji tentang ilmu-ilmu Islam
tidak ada aturan khusus yang mengatur cara berpakaian mahasiswa, sebagaimana
santri-santri yang belajar di pesantren-pesantren Indonesia, kami tetap
dibiarkan masuk ke ruang kuliah dengan gaya berpakaian yang kami mau (asal
tetap rapidan sopan), sehingga saya pribadi dan beberapa teman masih setia
dengan kaos oblong ke ruang-ruang kuliah. Hal yang menarik lainnya, masyarakat Iran sangat
menghormati pelajar-pelajar asing. Pelajar asing mengingatkan mereka dengan
pendahulunya, Abu Dzar Al-Ghiffari dan Salman al- Farisi yang berjalan kaki
dari Persia untuk bertemu langsung dengan Rasulullah SAW di Mekah untuk menimba
ilmu. Sehingga mereka terkadang memberikan perlakuan khusus dan istimewa terhadap
pelajar asing. Terkadang jika naik taksi oleh supir digratiskan, ataupun ketika
berbelanja harganya lebih murah, kalau antri di dahulukan dan sebagainya.
Meskipun tidak bisa dipungkiri tidak sedikit pula yang membenci dan tidak
senang dengan kedatangan pelajar-pelajar asing. Terutama dari kelompok yang
anti revolusi Islam. Di antara sekian banyak madrasah tradisional yang
bertebaran di seputar kota Qom, terdapat pula lembaga-lembaga pendidikan
modern, seperti Universitas Imam Khomeini dan Muassasah Imam Khomeini, yang
mulai mengadopsi sitem pengajarn modern, di samping sistem tradisional yang
tetap dipertahankan. Media pengajarannyapun mengalami modenisasi
Ribuan literatur penting, baik dari kalangan sunnah maupun syiah telah di rekam
dalam CD dan belajar dengan sistem komputerisasi. Mahasiswa asal Indonesia termasuk pelajar asing yang terbesar
di Qom .
Jumlahnya sekarang melebihi 200 orang, yang tersebar di berbagai Universitas
dan Hauzah Ilmiyah. Karenanya, Indonesiapun dikenal oleh masyarakat Iran melalui interaksi dengan
mahasiswa-mahasiswa asal Indonesia.
Selain lembaga-lembaga formal, di kota
Seribu Mullah ini, bertebaran majelis-majelis kajian yang berjalan rutin dan
bisa diikuti semua kalangan secara gratis. Istimewanya, para narasumber yang
mengisi majelis-majelis tersebut bukanlah orang sembarangan.
Tak kurang nama-nama beken seperti Ayatullah Javadi Amuli, Ayatullah Makarim
Syirazi, Ayatullah Muhammad Taqi Mizbah Yazdi, Sayyid Kamal Haedari, Ayatullah
Jaf'ar Subhani dan deretan Ayatullah lainnya mengajar di majeli-majelis kajian
bebas tadi. Masyarakat Qom pun termasuk masyarakat yang punya tradisi belajar
yang sangat tinggi, jadi sangat sesuai dengan keberadaan para Ayatullah di Qom. Masjid-masjid tidak
hanya mereka jadikan tempat shalat berjama'ah melainkan juga sebagai 'ruang
kuliah' dengan mendengarkan ceramah-cermah setiap harinya dari para Ayatullah,
dari persoalan fikih hari-hari sampai pada pembahasan filsafat yang rumit.
Jumlah perpustakaan dan toko bukupun tersebar di mana-mana, dengan harga yang
sangat terjangkau. Bahkan persentase keberadaan toko buku lebih tinggi
dibanding toko yang menjual barang/jasa lainnya. Tidak cukup dengan itu, di
emperan-emperan toko sangat mudah menemukan orang yang menggelar buku sebagai
barang jualannya.
Inilah sekilas tentang Qom, kota dari sebuah negeri yang menjadikan Islam
sebagai asas pemerintahannya, tempat ilmu bisa ditimba sebebas-bebasnya dan
gratis segratis cahaya matahari.
(http://abi-azzahra.blogspot.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar