"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Senin, 08 Oktober 2012

Pemberantasan Korupsi Oleh Pemerintah Iran


Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke Iran, menghadiri sebuah undangan dari Syekh Jawad Syahrostani, pimpinan Muassah Alul Bait. Kunjungan saya ke QumIran, sesungguhnya diawali oleh kunjungan salah seorang ulama Iran bernama Ayatullah al Hadi ar Rodhi ke UIN Malang. 


Ketika Ayatullah Al Hadi Ar Rodhi, berkunjung ke Indonesia, mendapat nformasi bahwa di Malang terdapat lembaga pendidikan tinggi Islam milik pemer
intah ---dalam hal ini Departemen Agama, yang memadukan antara tradisi universitas dengan pesantren. Informasi itu dirasa menarik olehnya, dan karena itu ia menyempatkan datang melihat dari dekat. 

Pimpinan Islam Iran ini ternyata sangat tertarik
dengan model pendidikan yang dikembangkan oleh UIN Malang, yang memadukan antara tradisi universitas dan tradisi Ma’had atau pesantren, dan sekaligus juga memadukan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, Islam dan sains. Mereka kemudian menawari saya untuk datang ke Qum Iran, yang kemudian saya diperkenalkan olehnya dengan berbagai pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan Islam di Iran. Memang menarik sekali tradisi yang dikembangkan oleh para ulama Qum dalam pengembangan ilmu. Orang yang telah diakui sebagai ulama pekerjaan sehari-hari tidak ada lain kecuali mengembangkan ilmu pengetahuan, melalui riset dan menulis buku. Oleh karena itu tidak heran jika pada setiap tahunnya berbagai buku baru berhasil diterbitkan dari kota Qum ini. Seorang ulama bisa berkonsentrasi pada pengembangan ilmu oleh karena, sehari-hari mereka sudah tidak memikirkan lagi persoalan ekonomi. Kebutuhan ekonomi bagi para ulama sudah dicukupi dari dana khumus, yakni hasil pembayaran dari seperlima pengahasilan bersih yang dihitung pada setiap akhir tahun. Para ulama juga tidak terlibat dengan persoalan politik, apalagi menjadi pendukung salah seorang pemimpin negara. Jika mereka tertarik pada aktifitas politik, maka indentitas keulamaaannya harus ditinggalkan. Ulama harus berpihak dan menjadi pengayom seluruh masyarakat. 

Dalam kunjungan itu, hal lain yang menarik perhatian saya adalah menyangkut pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah Ayatullah Khumaini tatkala memulai pemerintahannya, setelah menjatuhkan penguasa sebelumnya, yang dipandang sangat korup. Dari hasil perbincangan itu, saya menyimpulkan bahwa keberhasilan Ayatullah Khumaini dalam memberantas korupsi pada garis besarnya ditempuh melalui dua pendekatan. Pertama, melalui keteladanan yang sempurna. Khumaini sebagai seorang pemimpin negara mungkin tepat disebut sebagai seorang sufi yang behasil mengendalikan diri terhadap nafsu mencintai harta. Saya benar-benar kaget tatkala diajak mengunjungi rumah pribadi bekas pemimpin revolusi Iran ini. Rumah itu sangat sederhana, yang tepat dikatakan tidak layak dimiliki oleh seorang pemimpin utama negara. Rumah itupun, menurut informasi bukan dibangunnya sendiri, melainkan diperoleh dari warisan orang tuanya. Pernah suatu saat, menurut informasi, Ayatullah kedatangan pengusaha besar, bermaksud membuatkan istina yang layak ditempati seorang kepala negara. Tawaran itu ternyata ditolak oleh Khumaini, dan jika pengusaha itu benar-benar berniat membantu perjuangannya, diperintahkan untuk membangun rumah para penduduk miskin yang belum memilikinya. Ayatullah Khumaini bertekat tidak mau memiliki rumah sendiri selama masih warga Iran yang masih belum punya rumah. Itulah yang saya sebut sebagai ketauladanan sempurna. 

Pendekatan kedua, melalui tindakan tegas. Bahwa di Iran sebagai negara Islam melaksanakan hukum atas dasar al Qur’an dan hadits. Hukum ditegakkan tanpa menge nal asal usul pelakunya, artinya diakukan secara adil. Siapa saja yang benar-benar korup, merugikan negara tidak ada kata ampun, mereka dihukum dengan hukuman berat. Yang saya tertarik lagi adalah cara mengimplementasikan hukum Islam itu bagi pelaku tingkat kecil. Sebagai pencuri menurut hukum Islam yang dipahami selama ini harus dihukum berupa potong tangan. Jenis hukuman ini terasa sedemikian keras dan mengerikan. Tetapi ternyata dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sehingga terkesan sangat manusiawi. Seseorang yang kedapatan mencuri, maka untuk pertama kali akan diberi hukuman kurungan dalam waktu tertentu. Jika hukuman telah dijalani dan ternyata masih melakukan penyimpangan lagi, maka hukumannya masih berbentuk sama, dikurung kembali akan tetapi bebannya lebih berat dari hukuman pertama. Selanjutnya, jika selesai menjalani hukuman masih kedapatan mencuri lagi maka hukumannya lebih berat, yakni dipotong jari-jarinya. Dan, akhirnya, jika sudah dipotong jari-jarinya masih kedapatan mencuri lagi maka ia harus dipotong tangannya. 

Hukuman yang dilakukan secara bertahap, adil dan tegas itu menjadikan rakyat Iran merasa takut melakukan penyimpangan. Apalagi, jika seseorang sudah dikenai hukuman pada stadium ke dua, yakni kurungan berat, maka kecil sekali mereka berani melakukan pelanggaran selanjutnya. Mereka akan hitung-hitung akan betapa peratnya hukuman yang harus dijalani jika dosa berikutnya dilakukan juga. Pelaksanaan hukum seperti ini, ternyata hampir tidak ada orang yang menjalani hukum potong tangan dan dampak lainnya penyakit mental berupa mengambil hak orang lain seperti mencuri, merampok, menjarah, korup dan lain-lain dapat ditekan menjadi sekecil-kecilnya. Penegakan hukum di Iran seperti ini menjadikan negara Islam ini, menurut informasi yang saya peroleh, ternyata tidak punya hutang luar negeri dan berhasil menjadikan pemerintahan dan masyaakatnya bersih dari tindak korupsi. Lewat tulisan ini, siapa tahu pengalaman ini dapat dijadikan inspirasi untuk menyelesaikan persoalan persoalan KKN (Korupsi, Kolosi dan Nepotsme) yang sudah menggelisahkan sekaligus memalukan bagi seluruh bangsa ini. Wallohu a’lam.


Prof.DR.H.Imam Suprayogo
(Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang)
http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=400%3A26-08-2008&catid=25%3Aartikel-rektor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar