Kawasan Laut Cina Selatan di ASEAN yang merupakan jalur pelayaran paling sibuk
di dunia, memiliki makna yang sangat penting bagi Amerika Serikat maupun China.
Jika mereka bisa menguasai laut Cina Selatan, maka secara otomatis mereka
menguasai jalur perdagangan ekonomi yang sangat besar dan akan menaikkan daya
tawar negara mereka. Amerika yang selama ini berkuasa disana, sekarang sudah
mendapat penantang baru yaitu China.
Bisa dikatakan bahwa Indonesia
adalah negara yang paling “netral” dalam konflik Laut China Selatan ini. Netral
dalam artian netral yang berdasarkan kepentingan Indonesia juga tentunya. Indonesia tidak mau secara terang-terangan
mendukung Amerika dalam membendung pengaruh China. Indonesia
juga tidak melakukan penolakan berarti terhadap “pendekatan” yang dilakukan China dalam
mengimbangi kekuatan Amerika di ASEAN.
Seperti kita ketahui,
Indonesia
sudah mengalami pengalaman pahit dalam Embargo Militer yang dilakukan Amerika
Serikat beberapa tahun yang lalu. Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi
Indonesia untuk
tidak lagi sepenuhnya percaya kepada Amerika Serikat.
Indonesia
memiliki kepentingan untuk “melemahkan” pengaruh Amerika Serikat di ASEAN. Kita
tau selama ini, kualitas alutsista yang diizinkan oleh Amerika Serikat untuk
dimiliki
Indonesia akan
selalu berada kualiatas Alutsista yang diberikan kepada
Singapura,
Australia dan
Malaysia. Ini
sepertinya sudah merupakan Grand Design dari Amerika dan Sekutunya untuk
membatasi kekuatan militer
Indonesia.
Hal ini karena bayangan kekuatan militer
Indonesia
seperti di tahun 1960-an didukung posisi geografis strategis dan luas wilayah,
akan membuat pengaruh AS dan sekutunya berkurang bila militer
Indonesia kuat.
Nah, bila pengaruh China semakin kuat di ASEAN, maka pengaruh Amerika Serikat
akan semakin menurun, sehingga Amerika tidak lagi bisa menerapkan Grand Design
untuk menempatkan kekuatan militer Indonesia untuk selalu berada di bawah
kekuatan miliiter Singapura, Australia dan Malaysia. Meningkatnya pengaruh
China dan Rusia di ASEAN dan Asia Pasifik, secara tidak langsung sangat
bermanfaat untuk Indonesia untuk tidak lagi pasrah menerima Grand Design
Amerika dan Sekutunya untuk membuat militer Indonesia dibawah Singapura,
Australia dan Malaysia.
Namun disisi lain, meningkatnya pengaruh China di ASEAN, dimasa yang akan
datang akan bisa menjadi blunder bagi
Indonesia. Sebut saja wilayah
Kepulauan Natuna yang juga berada di laut China Selatan, juga bisa saja diklaim
oleh
China
di masa yang akan datang. Melihat peluang dan tantangan inilah
Indonesia melakukan “permainan cantik” dimana
satu sisi memberi ruang kepada Amerika Serikat dan disisi lain juga memberi
ruang kepada
China untuk
berebut pengaruh kepada
Indonesia.
*Mengapa China dan Amerika Berebut
pengaruh di ASEAN melalui Indonesia??
Saat ini, bisa dikatakan dua kekuatan dunia yaitu
China dan Amerika sedan berebut
pengaruh di ASEAN. Tidak hanya berebut pengaruh secara militer, tetapi juga
berebut pengaruh dalam hal idiologi dan juga ekonomi. Terkait dengan konflik
Laut Cina Selatan, keduanya juga berebut pengaruh secara militer untuk
mendapatkan dukungan dari negara-negara ASEAN. Namun seperti yang saya jelaskan
diatas, bahwa
Indonesia
termasuk negara yang paling “netral”. Posisi netral
Indonesia
dan fakta bahwa
Indonesia
adalah negara paling besar dan paling berpengaruh di ASEAN, membuat kedua
kekuatan tersebut berusaha mengambil hati
Indonesia
agar
Indonesia
mendukung salah satunya.
Sebut saja Amerika yang “sedemikian baiknya” bersedia memberikan Hibah 24 F-16
Block 25 plus 6 pesawat F-16 sebagai Sparepart. Hibah tersebut adalah hibah
gratis, namun
Indonesia
menginginkan untuk melakukan upgrade pesawat tersebut agar menjadi “setara”
dengan F-16 Block 52. Bahkan desas-desu berkembang, bahwa Amerika Serikat juga
memberikan izin kepada Indonesia untuk membeli rudal Canggih yaitu AIM-120 C
sebagai senjata untuk F-16 ini nantinya. Hal ini dilihat dari paket upgrade
tersebut yang menyertakan launcher untuk rudal AIM-120 C ini. Timbul pertanyaan,
kenapa Amerika bisa menjadi sedemikian baik kepada
Indonesia?? Bukankah beberapa waktu
lalu, Amerika tanpa belas kasihan memberlakukan Embargo Militer kepada
Indonesia? Dari
beberapa pernyataan yang disampaikan oleh petinggi Amerika, terlihat bahwa
mereka memberikan ”kebaikan” ini kepada Indonesia agar Indonesia mau bekerja
sama dengan Amerika dalam membendung pengaruh China di ASEAN.
Tidak hanya sebatas itu, parlemen Amerika yang biasanya sangat “cerewet”
mengkritisi setiap bantuan/akuisisi alutsista yang dibeli
Indonesia dari
Amerika maupun negara sekutunya. Namun kali ini, protes mengenai hibah F-16 ke
Indonesia ini
sepertinya sangat sedikit sekali. Menurut analisa saya sebagai admin
AnalisisMiliter.com, hal ini dipengaruhi oleh resesi ekonomi yang dialami
Amerika dan juga karena parlemen Amerika sadar bahwa
Indonesia memiliki peranan besar
dalam membendung pengaruh China di Indonesia.
Tidak hanya hibah F-16 saja, Amerika juga menjadi “sedemikian baik” dengan
memberikan bantuan radar maritime untuk memantau Selat Malaka untuk
Indonesia. Tak
tanggung-tanggung, Amerika memberikan 12 unit radar maritime untuk
Indonesia.
Menurut Amerika dan pemerintah
Indonesia,
radar ini tidak dimaksudkan untuk memata-matai
Indonesia. Namun penyataan
diplomatis tersebut tidak usah kita terima mentah-mentah. Namun selama itu
memberikan keuntungan bagi kepentingan Nasional Indonesia, why not?? Terkait
Radar maritime ini,
China
tidak mau ketinggalan memberikan pengaruh dengan menawarkan bantuan paket radar
maritime kepada
Indonesia.
Tak tanggung-tanggung nilai bantuan ini mencapai Rp 1,5 Triliun sebuah nilai
yang cukup fantastis. Terlihat dengan jelas sekali kedua negara ini mencoba
berebut pengaruh di
Indonesia.
Indonesia sih senang-senang
saja menerima bantuan tersebut, selama hal itu bermanfaat positif bagi
Indonesia dan juga tidak merugikan
Indonesia.
China juga tidak mau
ketinggalan dengan Amerika dalam berebut pengaruh di
Indonesia. Jika Amerika begitu baik
dengan memberikan Hibah + Upgrade F-16, maka
China
memberikan bantuan lain yang memang benar-benar di butuhkan
Indonesia.
Bantuan yang saya maksud adalah Transfer of Technology untuk rudal anti kapal
C-705 dari
China.
Kita tau sendiri bahwa
Indonesia
sedang giat mengembangkan roket dengan harapan suatu hari nanti
Indonesia bisa
memproduksi Rudal sendiri. Kendala yang saat ini dialami
Indonesia dalam
mengembangkan Rudal adalah masalah pemandu dalam rudal. Teknologi ini belum
dikuasai oleh
Indonesia.
Dengan adanya ToT rudal C-705 dari
China
ini, maka
Indonesia bisa
belajar banyak bagaimana membuat pemandu rudal dan juga masalah detail lainnya,
sehingga suatu saat
Indonesia
bisa mengembangkan rudal sendiri. ToT Rudal (walaupun “hanya” sekelas C-705)
akan sangat berarti kepada
Indonesia,
karena jika
Indonesia berhasil
dalam ToT ini dan punya kapabilitas untuk membuat rudal sendiri, maka secara
otomatis akan menaikkan daya gentar militer
Indonesia. Jika roket buatan LAPAN
saja sudah memberikan efek gentar bagi tetangga, maka Rudal tentunya akan
memberikan efek gentar yang jauh lebih besar.
Mengapa
China begitu baik
kepada
Indonesia?
Kita tau bahwa
Indonesia
bukan sekutu dekat
China,
lalu mengapa
China begitu
baik kepada
Indonesia?
Jawabannya adalah untuk mengimbangi pengaruh Amerika di Indonesia, sekaligus
memastikan
Indonesia tetap
pada posisi netral (tidak menentang
China) dalam konflik Laut China
Selatan.
Indonesia
yang memang dari awal berada di posisi yang cukup netral tentunya tidak akan
terlalu keberatan menerima Tawaran ToT C-705 ini. Bahkan
Indonesia
sangat senang sekali menyambut tawaran ini. Hal ini karena
Indonesia
memiliki kepentingan nasional sendiri di balik ToT C-705 ini. Selama kerja sama
dengan
China ini
menguntungkan
Indonesia,
maka
Indonesia
akan menerima bantuan dengan tangan terbuka.
Sebenarnya masih banyak lagi perebutan pengaruh antara AS dan China di
Indonesia. Namun dari penjelasan diatas sudah cukup menjelaskan bahwa posisi
strategis dan posisi netral
Indonesia
dalam konflik Laut China Selatan sangat penting artinya bagi
China maupun
Amerika. Jika
China berhasil
mempengaruhi
Indonesia untuk
mendukung mereka dalam konflik Laut China Selatan, maka
China akan
memiliki posisi tawar yang lebih besar dalam konflik ini. Demikian juga dengan
Amerika, jika mereka berhasil mempengaruhi
Indonesia, maka Amerika juga
memiliki posisi tawar yang labih besar di konflik Laut China Selatan ini.
*
Konflik LCS : Tantangan dan Peluang
Bagi Indonesia.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa
Indonesia benar-benar menjadi
primadona dalam konflik Laut China Selatan ini. Ini merupakan sebuah tantangan
yang harus di sikapi bijak oleh
Indonesia
dengan tetap berada pada garis netral yang tidak memihak pihak yang manapun,
namun tetap memelihara tercapainya perdamaian dalam konflik LCS ini.
Konflik LCS ini juga menjadi peluang bagi
Indonesia
untuk melakukan modernisasi militernya dengan menerima bantuan militer baik
dari
China, Amerika,
Rusia, Australia
dan lainnya. Posisi netral
Indonesia
membuat bebagai tawaran datang, dan
Indonesia
harus menangkap peluang ini untuk melakukan modernisasi militer secara
besar-besaran, namun tetap memperhatikan kepentingan
Indonesia di balik semuanya.
Modernisasi militer
Indonesia
ini sangat penting artinya bagi
Indonesia
untuk menghadapi kemungkinan perkembangan konflik Laut China Selatan di masa
yang akan datang dan konflik Ambalat yang saat ini menjadi konsern
Indonesia. So,
Indonesia harus benar-benar memanfaatkan posisi
strategis dan posisi netralnya untuk mendapatkan sebanyak mungkin hal-hal yang
menguntungkan kepentingan nasional
Indonesia.
(analisismiliter.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar