Madura kembali bergolak,
setelah kasus penyerangan sebuah madrasah Syi’ah Desember 2011 lalu yang
menewaskan 1 orang santri Syi’ah, kini Sampang terbakar isu sectarian
Sunni-Syi’ah. Semua tersentak, bahkan Presiden SBY sampai harus berpidato
secara khusus dan mengkritisi lemahnya kinerja intelijen sehingga bisa
kecolongan untuk keduakalinya.
Jika
merunut pada waktu-waktu sebelumnya, di Madura jarang sekali (bahkan boleh
dikatakan tidak ada) muncul kasus-kasus sektarian atau SARA seperti ini. Warga
Madura memang dikenal sebagai komunitas yang cukup relijius, banyak ulama-ulama
kharismatik muncul di sana ,
salah satunya K.H. Alawi yang sangat kritis di era Orde Baru.
“Orang
Madura itu fanatik, tetapi toleran,” seperti yang dinyatakan ketua MK, bapak
Mahfud M.D yang juga orang Madura ini (http://www.merdeka.com/peristiwa/mahfud-md-orang-madura-itu-fanatik-tapi-toleran.html).
Lalu kenapa sekarang bisa meledak dan beringas seperti itu?
*Lapisan
Peristiwa
Ternyata
pemicu bentrokan antara umat Islam Sampang dengan para pengikut Syiah pimpinan
Tajul Muluk adalah adanya rencana pengikut Syiah untuk membangun tempat ibadah
dan rumah keluarga Tajul Muluk yang pada akhir tahun lalu dibakar warga.
Rencana itu ditolak warga masyarakat.
Hal
itu diungkapkan Sekretaris Komunitas Intelejen Daerah (Kominda) Jawa Timur,
Zaenal Buhtadien. “Mereka akan bangun lagi rumah Tajul dan dihalang-halangi
warga,” kata Zaenal seperti diberitakan Tempo.co, Ahad (26/8/2012).(http://www.suara-islam.com/detail.php?kid=5215).
Sementara menurut Polisi,
kasus ini dimulai dengan penghadangan sekelompok anak/remaja yang akan
meninggalkan kampung mereka untuk kembali belajar ke pesantren di luar Sampang
setelah libur lebaran usai. Tapi ada cerita lain yang bermula dari romobingan
ibu dan istri Tajul Muluk yang akan membesuk anak/suaminya di penjara Sampang,
dihadang sekelompok orang, gagal membesuk, lalu pergi ke sisa-sisa rumah mereka
(yang tersisa dari pembakaran pada Desember 2011), dibuntuti, lalu beberapa
waktu kemudian terjadi peristiwa penyerangan dan pembakaran itu. Korban mati
diserang ketika mencoba melindungi kelompok yang akan diserang dari para
penyerang.
Ada perseteruan
kakak-beradik Tajul dan Rois yang dipicu macam-macam hal (ada persoalan
keluarga, dikonfirmasi oleh ibu mereka sendiri di pengadilan), tapi Rois, yang
kalah kharismatik dari Tajul, menyebut ajaran Syiah sebagai ajaran sesat dan
menyulut penyerangan atas Tajul. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mahfud MD
yang menyebut konflik dua kelompok tersebut bermula dari cekcok dua orang
saudara terkait wanita.
“Keduanya sama-sama Syiah
lalu sama-sama jatuh cinta kepada seorang gadis yang sama. Sehingga, yang satu
menyatakan keluar dari Syiah-nya, lalu memprovokasi orang-orang yang tidak tahu
apa-apa antara Syiah-Sunni,” ujar Mahfud yang juga lahir di Sampang.
Menurut Mahfud, konflik
Sampang ini sebenarnya tidak akan meluas apabila segera diambil tindakan
peredaman sejak awal.( http://www.merdeka.com/peristiwa/mahfud-md-sebut-konflik-sampang-gara-gara-asmara.html)
Lalu
ada Bupati Sampang yang menggebu-gebu ingin peristiwa ini disidangkan, mungkin
dia berpikir ini bisa jadi amunisi untuk Pilkada berikutnya.
Lalu
ada pula kelompok anti-Syiah yang sudah bertahun-tahun memusuhi Syiah memancing
di air keruh ingin menjadikan kesempatan ini untuk mengilegalkan Syiah di
Indonesia.
Dan
kemudian beberapa kelompok ulama lokal (termasuk MUI, konon juga NU) yang
(mungkin naif, mungkin simpati pada tujuan Rois, Bupati, atau anti-Syiah)
mendukungnya dengan mengeluarkan fatwa.
*Beberapa
“Kebetulan”
Kurang September
tahun lalu, ada seorang peneliti Australia
keturunan Indonesia
berinisial TH yang melakukan penelitian soal potensi konflik
Sunni-Syi’ah di wilayah Madura, tepatnya di Desa Nang Kerning, Omben, Sampang, Madura (wilayah yang tepat sama dengan
lokasi konflik). TH kemudian dideportasi karena dalih
persoalan keimigrasian. Dalam melakukan penelitiannya itu, TH sempat
mewawancarai beberapa warga Syi’ah sebagai bentuk pemantauan HAM. TH tidak
hanya berkeliling di Sampang, tetapi ia pun ke Jakarta , Tangerang, Bekasi dan Cianjur dengan
tema penelitian yang sama.
Bersama
TH, turut dideportasi juga AH, seorang aktivis Human Riwght Watch (HRS) yang
berbasis di New York .
Adanya fihak asing yang
bertandang ke Sampang, menunjukkan isu atau potensi konflik Sunni dan Syi’ah
ini telah menjadi pemantauan dunia internasional, maka wajar kasus Sampang
kemarin langsung masuk pembahasan sidang Dewan HAM PBB. Perhatikan redaksi
berikut :
“The Muslim Shia community -
along with the Ahmadiyah minority Muslim sect and Christian groups - has faced
increasing violence and intolerance by Islamic hard liners in the world’s most
populous Muslim-majority nation.”
Apakah ini memiliki benang
merah dengan konflik yang meletus baru-baru ini?
Dari penelusuran para
wartawan di lapangan, terbukti bahwa sejak beberapa hari sebelum kasus
penyerbuan warga Syi’ah di Sampang, Madura, isu rencana penyerbuan sudah
berhembus di tengah masyarakat. Polisi di tingkat Polres pun sudah mendapat
informasi itu. Namun, hanya Kapolsek setempat yang ditugaskan ke lokasi. Itupun
tidak dengan didukung personel yang mencukupi. Selama dua hari terakhir,
Kapolsek hanya datang dan kemudian pergi lagi dari desa Nangkernang, sehingga
ketika massa
mulai bergerak, polisi tidak mampu menahan. Anehnya, meski
Kapolsek sampai cedera disabet clurit dan kena lemparan batu, sama sekali tidak
ada tembakan peringatan apalagi tembak di tempat.
Jarak dari kota Kecamatan Omben ke desa Nangkernang sekitar
30 km. Tapi jalan menuju lokasi desa Nangkernang memang cukup sulit, dan tidak
bisa ditempuh dengan mobil. Ini pula yang menjadi alasan polisi mengapa tidak
langsung mengerahkan personel untuk menjaga kemungkinan bentrok. Tapi yang menarik, hampir semua wartawan di Sampang sudah mendengar
adanya rencana penyerbuan, sehingga meski tidak mendapatkan gambar bentrokan
pecah, ketika mereka datang ke lokasi, kebakaran masih terjadi, dan upaya
evakuasi sedang
dilakukan.
dilakukan.
*Agenda
Asing ?
Terkait
dugaan ini patut disimak beberapa pernyataan yang menuduh adanya kepentingan
asing di balik konflik SARA di Madura.
Wakil Ketua Komisi III DPR
RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil, justru menilai jangan-jangan ada skenario
asing atas kekerasan yang terjadi antar warga dan kelompok minoritas Syiah di
Sampang. Sampang rusuh 2012 disengaja?
“(Kekerasan di Sampang) bisa jadi
jangan-jangan ada skenario asing yang ingin mengacaukan situasi keberagamaan di
Indonesia ,” kata Wakil Ketua
Komisi III DPR dari FPKS, Nasir Djamil, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta .
Menurut Ketua Umum PBNU
Said Aqil Siraj, ada desain besar di balik aksi pembakaran pesantren penganut Syiah di
Sampang, Madura. Tak mungkin
peristiwa tersebut terjadi tanpa ada yang membuatnya. Padahal kerukunan hidup
beragama di sana
sebelumnya baik-baik saja. Said meminta pemerintah dan aparat keamanan bekerja
lebih keras, mencegah aksi serupa terulang di kemudian hari. “Ini pasti ada big
design-nya. Ada pihak-pihak yang ingin merusak
suasana damai di Indonesia ,”
kata Said. Menurut Said Aqil, Sunni dan Syiah hanya dijadikan alat seolah-olah
memang ada permusuhan. Padahal tidak, mereka dari dulu sampai sekarang hidup
damai berdampingan. Ketua Umum PBNU itu meminta semua pihak bisa menahan diri
dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis. “Pihak ketiga itu selalu
melancarkan provokasi supaya konflik terus terjadi. Dan bukan tidak mungkin
kasus serupa akan terjadi di kemudian hari,” katanya. Prof Dr Said Agil Siraj
mengungkapkan, di sejumlah negara Islam maupun Timur Tengah yang hidup faham
Suni dan Syiah, dapat hidup rukun dan berdampingan. “Bahkan Mufti Syria Badruddin Hassun yang berasal dari Suni,
fatwa-fatwanya sangat didengar oleh kelompok Syiah,” jelas
Kiai Siraj seraya menambahkan kondisi serupa terjadi di Saudi Arabia , Pakistan , maupun Libanon.(http://globalkhilafah.blogspot.com/2012/02/waspada-syiah.html)
“Saya menduga, konflik ini bukan hanya faktor perselisihan Sunni-Syiah,
tetapi ada kepentingan besar yang menginginkan Madura menjadi tempat konflik,
karena saat ini, Cina sudah menguasai kawasan ini terutama sektor gas,” kata
pengamat intelijen, AC Manullang kepada www.itoday.co.id,
Selasa, 3 Januari 2012.
AC Manullang mensinyalir AS
tidak suka keberadaan Cina yang sudah menguasai sumber gas di Madura. “Yang
paling mudah dimunculkan konflik di Madura antara Sunni dan Syiah, ini skenario
AS saja,” ujarnya.
Menurut AC Manullang,
setelah konflik Sunni-Syiah, ada kemungkinan di pulau penghasil garam ini
memunculkan sentimen anti Cina.
“Isu
anti Cina juga paling mudah disulut di Madura karena saat ini, perekonomian
Madura di kuasai Cina dan kecemburuan ini sudah lama terpendam,” papar
Manullang.
Kata
Manullang, keberadaan jembatan Suramadu menjadi bukti kekuataan Cina yang akan
menguasai wilayah Madura.
“Jembatan
Suramadu yang dibangun atas biaya Cina menunjukkan negara ini mempunyai
kepentingan yang sangat besar terhadap wilayah Madura,” pungkasnya.(http://www.itoday.co.id/politik/persaingan-cina-as-sebabkan-konflik-sampang).
Pernyataan senada pun
datang dari hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras). Media online Okezone.com, 8/03/2012 lalu, merilis berita
temuan Kontras Surabaya tentang fakta-fakta
bahwa konflik Sampang ini sengaja diciptakan untuk eksplorasi minyak dan
pengembangan investasi di kawasan tersebut.
Meski
menolak disebut sebagai hasil akhir, Kontras setidaknya menemukan adanya
skenario yang mengarah kepada pelancaran eksplorasi minyak, di antaranya ialah
pembangunan jalan menuju tempat eksplorasi. Jalan itu, dalam data yang didapat
Kontras, menabrak Dusun Nangkernang sekitar 2-3 kilometer dari jalan utama.
Selain itu, dugaan diperkuat dengan adanya survei Siesmik oleh pihak Pertamina
terhadap dua rumah milik warga.
Sehingga, menurut Kontras,
konflik ini memang sengaja diciptakan untuk “mengusir” warga yang tinggal di
Dusun Nangkernang agar mengosongkan kampung. Secara kebetulan warga yang
tinggal di kawasan itu sebagian besar adalah penganut Syiah di bawah pimpinan
Ustad Tajul Muluk.
Meski temuan dan dugaan
Kontras tersebut dirilis pada bulan Maret 2012, nyatanya 5 bulan kemudian,
yaitu Agustus 2012, warga Syiah kembali menjadi korban kekerasan dengan isu
SARA. http://politik.kompasiana.com/2012/08/27/minyak-tergenang-di-syiah-sampang/
Beberapa
Hipotesa :
*Skema korporasi global.
Walau
secara resmi kasus Sampang dinyatakan sebagai kasus asmara atau konflik keluarga, tampaknya sulit
ditampik bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari yang tampak di permukaan.
Jika dibandingkan dengan
kasus Arakan Myanmar , Pada
tahun 2005, perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk
mengelola eksplorasi minyak.
“Ada permainan korporasi tertentu yang berkolaborasi dengan
Junta militer Myanmar ,” kata
Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute Jakarta saat diwawancarai IRIB radio.
”Kayaknya, di Arakan ini pemicunya mirip dengan Ambon ,
sebuah masalah kriminal yang kemudian dipolitisasi. Untuk itu harus dipahami skema
besarnya. Yang sesungguhnya terjadi adalah Cleansing masyarakat.” Tegas
Hendrajit.
Lalu jika dibandingkan
dengan Sudan Selatan, Cina merupakan investor terbesar di wilayah kaya minyak
yang telah menjadi negara baru sejak Juli 2011 lalu. Sudan Selatan menjadi
saksi adanya perang dingin minyak antara Amerika dan Cina.(http://www.engdahl.oilgeopolitics.net/Geopolitics___Eurasia/Oil_in_Africa/oil_in_africa.html)
Dalam skema korporasi
global ini, misalnya yang terjadi di Papua, yang disasar adalah benturan antara
suku dari tujuh suku itu. Dalam urusan duit aja bisa pecah apalagi urusan yang
melibatkan simbol-simbol tradisional kesukuan masing-masing.
Kita
harus lihat, sebagaimana kasus yang terjadi di Indonesia seperti di Sampang,
Mesuji dan lainnya yang menunjukkan bahwa konflik-konflik horizontal menandakan
ada sesuatu yang yang diincar dari sisi geopolitik : meredam dan menghentikan
laju bisnis/investasi China di Madura. Bukankah pergantian Menperindag
dengan bapak GW karena adanya “permintaan” Uwak Sam atas membanjirnya
produk-produk China di Indonesia ?
*Memancing
kekerasan komunal lebih luas.
Bagi
kaum Sunni yang anti syi’ah (karena saya Sunni yang tidak anti Syi’ah), kasus
ini memberikan kesempatan pada mereka untuk mengeluarkan segenap perasaan yang
selama ini mereka pendam, minimal dilakukan dalam bentuk tulisan. Di jejaring
sosial seperti Facebook dan Twitter, saya menjumpai banyak kata-kata bernada
kebencian kepada komunitas Syi’ah, hingga kalimat seperti “basmi Syi’ah”,
bahkan mengucapkan kalimat syukur “Alhamdulillaah” saat mendengar adanya santri
Sy’iah yang tewas pada Desember 2011 lalu.
Di kalangan Syi’ah sendiri
pun “diharapkan” mulai muncul perasaan marah, terganggu, sehingga dirancang
setidaknya terjadi dislokasi, pengungsian, yang memancing kehadiran operasi
kemanusiaan internasional.
Perasaan atau kondisi
psiko-sosial seperti ini yang menjadi salah satu rancang bangun yang tengah disiapkan,
sama halnya ketika isu terorisme dahulu. Banyak non Muslim yang terpancing
untuk bersikap negatif atau membenci Islam, karena bagi mereka Islam adalah
agama kekerasan. Sementara di sisi Muslim, dengan adanya organisasi2 radikal,
semangat pembelaan mereka terhadap agama (yang dianggapnya tengah ternistakan)
semakin menguat.
Bayangkan jika kondisi
emosional seperti ini dibiarkan atau malah dipupuk, hanya persoalan waktu saja
untuk meledak, tinggal menunggu pemicu yang tepat (waktu dan metodenya).
*Balkanisasi
Indonesia .
Prof
Muladi semasa menjabat Gubernur Lemhanas pernah menyatakan bahwa “Indonesia Menjuju Proses Balkanisasi.” Pandangan
guru besar hukum Undip itu tidak berlebihan, fragmentasi sosial dalam wujud
kekerasan komunal adalah salah satu indikasinya.
Bukan tidak mungkin NKRI
akan mengalami nasib serupa Uni Soviet, Sudan (yang pecah jadi Sudan dan Sudan
Selatan), dan Yugoslavia, andai kita tidak kunjung menyadari dan terus
berkubang dengan semua fragmentasi konflik yang menguntungkan fihak-fihak yang
hendak menghapus Indonesia dari peta bumi.
Banyak yang dapat
dimanfaatkan untuk memecah belah, salah satunya pemahaman keagamaan yang
terlalu berorientasi fikih, madzhab, dan ketokohan, seperti yang terjadi di
Sampang.
Kesimpulan
Intelijen
pada dasarnya sudah maksimal, informasi berton-ton selalu berhasil dikumpulkan
dan dianalisa…. tapi berpulang pada usernya, apakah user melanjutkan
laporan/data tersebut dengan penindakan atau tidak? Inilah
mungkin yang disebutkan oleh Mahfud MD di atas sebagai pembiaran.
Kita berharap pejabat dan
aparat berwenang setempat dapat lebih tanggap, lebih waspada, lebih cerdik dan lebih mandiri dalam membaca serta
menindak potensi-potensi konflik yang
akan terjadi. Jangan sampai jatuh korban tak berdosa lagi.
Dan
bagi saudaraku yang Muslim (Sunni), mungkin kalian tidak lupa ada ayat yangmelarang kita untuk berbuat dzalim sekalipun terhadap satu
kelompok/keyakinan yang kita benci. Terhadap non Muslim pun
kita wajib bersikap adil, betatapun kita sesungguhnya membenci meraka. Apalagi
terhadap kaum yang masih melakukan sholat, seperti saudara-saudara di Sampang.
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu
kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah
karena ia lebih mendekati ketakwaan,” (Qs. Al Maidah (5) :8)
Salam Waspada
*Ahmad Sofyan (kompasiana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar