"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 08 September 2012

Kasus Sampang: Distorsi Isu Atau Agenda Asing?


Madura kembali bergolak, setelah kasus penyerangan sebuah madrasah Syi’ah Desember 2011 lalu yang menewaskan 1 orang santri Syi’ah, kini Sampang terbakar isu sectarian Sunni-Syi’ah. Semua tersentak, bahkan Presiden SBY sampai harus berpidato secara khusus dan mengkritisi lemahnya kinerja intelijen sehingga bisa kecolongan untuk keduakalinya.

Jika merunut pada waktu-waktu sebelumnya, di Madura jarang sekali (bahkan boleh dikatakan tidak ada) muncul kasus-kasus sektarian atau SARA seperti ini. Warga Madura memang dikenal sebagai komunitas yang cukup relijius, banyak ulama-ulama kharismatik muncul di sana, salah satunya K.H. Alawi yang sangat kritis di era Orde Baru.

“Orang Madura itu fanatik, tetapi toleran,” seperti yang dinyatakan ketua MK, bapak Mahfud M.D yang juga orang Madura ini (http://www.merdeka.com/peristiwa/mahfud-md-orang-madura-itu-fanatik-tapi-toleran.html). Lalu kenapa sekarang bisa meledak dan beringas seperti itu?


*Lapisan Peristiwa
Ternyata pemicu bentrokan antara umat Islam Sampang dengan para pengikut Syiah pimpinan Tajul Muluk adalah adanya rencana pengikut Syiah untuk membangun tempat ibadah dan rumah keluarga Tajul Muluk yang pada akhir tahun lalu dibakar warga. Rencana itu ditolak warga masyarakat.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Komunitas Intelejen Daerah (Kominda) Jawa Timur, Zaenal Buhtadien. “Mereka akan bangun lagi rumah Tajul dan dihalang-halangi warga,” kata Zaenal seperti diberitakan Tempo.co, Ahad (26/8/2012).(http://www.suara-islam.com/detail.php?kid=5215).

Sementara menurut Polisi, kasus  ini dimulai dengan penghadangan sekelompok anak/remaja yang akan meninggalkan kampung mereka untuk kembali belajar ke pesantren di luar Sampang setelah libur lebaran usai. Tapi ada cerita lain yang bermula dari romobingan ibu dan istri Tajul Muluk yang akan membesuk anak/suaminya di penjara Sampang, dihadang sekelompok orang, gagal membesuk, lalu pergi ke sisa-sisa rumah mereka (yang tersisa dari pembakaran pada Desember 2011), dibuntuti, lalu beberapa waktu kemudian terjadi peristiwa penyerangan dan pembakaran itu. Korban mati diserang ketika mencoba melindungi kelompok yang akan diserang dari para penyerang.

Ada perseteruan kakak-beradik Tajul dan Rois yang dipicu macam-macam hal (ada persoalan keluarga, dikonfirmasi oleh ibu mereka sendiri di pengadilan), tapi Rois, yang kalah kharismatik dari Tajul, menyebut ajaran Syiah sebagai ajaran sesat dan menyulut penyerangan atas Tajul. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mahfud MD yang menyebut konflik dua kelompok tersebut bermula dari cekcok dua orang saudara terkait wanita.

“Keduanya sama-sama Syiah lalu sama-sama jatuh cinta kepada seorang gadis yang sama. Sehingga, yang satu menyatakan keluar dari Syiah-nya, lalu memprovokasi orang-orang yang tidak tahu apa-apa antara Syiah-Sunni,” ujar Mahfud yang juga lahir di Sampang.

Menurut Mahfud, konflik Sampang ini sebenarnya tidak akan meluas apabila segera diambil tindakan peredaman sejak awal.( http://www.merdeka.com/peristiwa/mahfud-md-sebut-konflik-sampang-gara-gara-asmara.html)
Lalu ada Bupati Sampang yang menggebu-gebu ingin peristiwa ini disidangkan, mungkin dia berpikir ini bisa jadi amunisi untuk Pilkada berikutnya.
Lalu ada pula kelompok anti-Syiah yang sudah bertahun-tahun memusuhi Syiah memancing di air keruh ingin menjadikan kesempatan ini untuk mengilegalkan Syiah di Indonesia.
Dan kemudian beberapa kelompok ulama lokal (termasuk MUI, konon juga NU) yang (mungkin naif, mungkin simpati pada tujuan Rois, Bupati, atau anti-Syiah) mendukungnya dengan mengeluarkan fatwa.

*Beberapa “Kebetulan”
Kurang September  tahun lalu, ada seorang peneliti Australia keturunan Indonesia berinisial TH yang melakukan penelitian soal potensi konflik Sunni-Syi’ah di wilayah Madura, tepatnya di Desa Nang Kerning, Omben, Sampang, Madura (wilayah yang tepat sama dengan lokasi konflik). TH kemudian dideportasi karena dalih persoalan keimigrasian. Dalam melakukan penelitiannya itu, TH sempat mewawancarai beberapa warga Syi’ah sebagai bentuk pemantauan HAM. TH tidak hanya berkeliling di Sampang, tetapi ia pun ke Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Cianjur dengan tema penelitian yang sama.
Bersama TH, turut dideportasi juga AH, seorang aktivis Human Riwght Watch (HRS) yang berbasis di New York.

Adanya fihak asing yang bertandang ke Sampang, menunjukkan isu atau potensi konflik Sunni dan Syi’ah ini telah menjadi pemantauan dunia internasional, maka wajar kasus Sampang kemarin langsung masuk pembahasan sidang Dewan HAM PBB. Perhatikan redaksi berikut :
“The Muslim Shia community - along with the Ahmadiyah minority Muslim sect and Christian groups - has faced increasing violence and intolerance by Islamic hard liners in the world’s most populous Muslim-majority nation.”

Apakah ini memiliki benang merah dengan konflik yang meletus baru-baru ini?
Dari penelusuran para wartawan di lapangan, terbukti bahwa sejak beberapa hari sebelum kasus penyerbuan warga Syi’ah di Sampang, Madura, isu rencana penyerbuan sudah berhembus di tengah masyarakat. Polisi di tingkat Polres pun sudah mendapat informasi itu. Namun, hanya Kapolsek setempat yang ditugaskan ke lokasi. Itupun tidak dengan didukung personel yang mencukupi. Selama dua hari terakhir, Kapolsek hanya datang dan kemudian pergi lagi dari desa Nangkernang, sehingga ketika massa mulai bergerak, polisi tidak mampu menahan. Anehnya, meski Kapolsek sampai cedera disabet clurit dan kena lemparan batu, sama sekali tidak ada tembakan peringatan apalagi tembak di tempat.

Jarak dari kota Kecamatan Omben ke desa Nangkernang sekitar 30 km. Tapi jalan menuju lokasi desa Nangkernang memang cukup sulit, dan tidak bisa ditempuh dengan mobil. Ini pula yang menjadi alasan polisi mengapa tidak langsung mengerahkan personel untuk menjaga kemungkinan bentrok. Tapi yang menarik, hampir semua wartawan di Sampang sudah mendengar adanya rencana penyerbuan, sehingga meski tidak mendapatkan gambar bentrokan pecah, ketika mereka datang ke lokasi, kebakaran masih terjadi, dan upaya evakuasi sedang
dilakukan.

*Agenda Asing ?
Terkait dugaan ini patut disimak beberapa pernyataan yang menuduh adanya kepentingan asing di balik konflik SARA di Madura.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil, justru menilai jangan-jangan ada skenario asing atas kekerasan yang terjadi antar warga dan kelompok minoritas Syiah di Sampang. Sampang rusuh 2012 disengaja?

“(Kekerasan di Sampang) bisa jadi jangan-jangan ada skenario asing yang ingin mengacaukan situasi keberagamaan di Indonesia,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR dari FPKS, Nasir Djamil, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, ada desain besar di balik aksi pembakaran pesantren penganut Syiah di Sampang, Madura. Tak mungkin peristiwa tersebut terjadi tanpa ada yang membuatnya. Padahal kerukunan hidup beragama di sana sebelumnya baik-baik saja. Said meminta pemerintah dan aparat keamanan bekerja lebih keras, mencegah aksi serupa terulang di kemudian hari. “Ini pasti ada big design-nya. Ada pihak-pihak yang ingin merusak suasana damai di Indonesia,” kata Said. Menurut Said Aqil, Sunni dan Syiah hanya dijadikan alat seolah-olah memang ada permusuhan. Padahal tidak, mereka dari dulu sampai sekarang hidup damai berdampingan. Ketua Umum PBNU itu meminta semua pihak bisa menahan diri dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis. “Pihak ketiga itu selalu melancarkan provokasi supaya konflik terus terjadi. Dan bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi di kemudian hari,” katanya. Prof Dr Said Agil Siraj mengungkapkan, di sejumlah negara Islam maupun Timur Tengah yang hidup faham Suni dan Syiah, dapat hidup rukun dan berdampingan. “Bahkan Mufti Syria Badruddin Hassun yang berasal dari Suni, fatwa-fatwanya sangat didengar oleh kelompok Syiah,” jelas Kiai Siraj seraya menambahkan kondisi serupa terjadi di Saudi Arabia, Pakistan, maupun Libanon.(http://globalkhilafah.blogspot.com/2012/02/waspada-syiah.html)

Saya menduga, konflik ini bukan hanya faktor perselisihan Sunni-Syiah, tetapi ada kepentingan besar yang menginginkan Madura menjadi tempat konflik, karena saat ini, Cina sudah menguasai kawasan ini terutama sektor gas,” kata pengamat intelijen, AC Manullang kepada www.itoday.co.id, Selasa, 3 Januari 2012.

AC Manullang mensinyalir AS tidak suka keberadaan Cina yang sudah menguasai sumber gas di Madura. “Yang paling mudah dimunculkan konflik di Madura antara Sunni dan Syiah, ini skenario AS saja,” ujarnya.

Menurut AC Manullang, setelah konflik Sunni-Syiah, ada kemungkinan di pulau penghasil garam ini memunculkan sentimen anti Cina.
“Isu anti Cina juga paling mudah disulut di Madura karena saat ini, perekonomian Madura di kuasai Cina dan kecemburuan ini sudah lama terpendam,” papar Manullang.
Kata Manullang, keberadaan jembatan Suramadu menjadi bukti kekuataan Cina yang akan menguasai wilayah Madura.
“Jembatan Suramadu yang dibangun atas biaya Cina menunjukkan negara ini mempunyai kepentingan yang sangat besar terhadap wilayah Madura,” pungkasnya.(http://www.itoday.co.id/politik/persaingan-cina-as-sebabkan-konflik-sampang).

Pernyataan senada pun datang dari hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Media online Okezone.com, 8/03/2012 lalu, merilis berita temuan Kontras Surabaya tentang fakta-fakta bahwa konflik Sampang ini sengaja diciptakan untuk eksplorasi minyak dan pengembangan investasi di kawasan tersebut.
Meski menolak disebut sebagai hasil akhir, Kontras setidaknya menemukan adanya skenario yang mengarah kepada pelancaran eksplorasi minyak, di antaranya ialah pembangunan jalan menuju tempat eksplorasi. Jalan itu, dalam data yang didapat Kontras, menabrak Dusun Nangkernang sekitar 2-3 kilometer dari jalan utama. Selain itu, dugaan diperkuat dengan adanya survei Siesmik oleh pihak Pertamina terhadap dua rumah milik warga.

Sehingga, menurut Kontras, konflik ini memang sengaja diciptakan untuk “mengusir” warga yang tinggal di Dusun Nangkernang agar mengosongkan kampung. Secara kebetulan warga yang tinggal di kawasan itu sebagian besar adalah penganut Syiah di bawah pimpinan Ustad Tajul Muluk.

Meski temuan dan dugaan Kontras tersebut dirilis pada bulan Maret 2012, nyatanya 5 bulan kemudian, yaitu Agustus 2012, warga Syiah kembali menjadi korban kekerasan dengan isu SARA. http://politik.kompasiana.com/2012/08/27/minyak-tergenang-di-syiah-sampang/

Beberapa Hipotesa :
*Skema korporasi global.
Walau secara resmi kasus Sampang dinyatakan sebagai kasus asmara atau konflik keluarga, tampaknya sulit ditampik bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari yang tampak di permukaan.

Ada yang bilang, “Madura adalah Madunya Indonesia”. Mungkin ada betulnya, perhatikan saja, di sekitar pulau itu banyak didapati PMA-PMA yang mengeksploitasi SDA pulau Madura. Mulai dari minyak, gas, hingga ikan.

Jika dibandingkan dengan kasus Arakan Myanmar, Pada tahun 2005, perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk mengelola eksplorasi minyak.
Ada permainan korporasi tertentu yang berkolaborasi dengan Junta militer Myanmar,” kata Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute Jakarta saat diwawancarai IRIB radio.   ”Kayaknya, di Arakan ini pemicunya mirip dengan Ambon, sebuah masalah kriminal yang kemudian dipolitisasi. Untuk itu harus dipahami skema besarnya. Yang sesungguhnya terjadi adalah Cleansing masyarakat.” Tegas Hendrajit.

Lalu jika dibandingkan dengan Sudan Selatan, Cina merupakan investor terbesar di wilayah kaya minyak yang telah menjadi negara baru sejak Juli 2011 lalu. Sudan Selatan menjadi saksi adanya perang dingin minyak antara Amerika dan Cina.(http://www.engdahl.oilgeopolitics.net/Geopolitics___Eurasia/Oil_in_Africa/oil_in_africa.html)

Dalam skema korporasi global ini, misalnya yang terjadi di Papua, yang disasar adalah benturan antara suku dari tujuh suku itu. Dalam urusan duit aja bisa pecah apalagi urusan yang melibatkan simbol-simbol tradisional kesukuan masing-masing.
Kita harus lihat, sebagaimana kasus yang terjadi di Indonesia seperti di Sampang, Mesuji dan lainnya yang menunjukkan bahwa konflik-konflik horizontal menandakan ada sesuatu yang yang diincar dari sisi geopolitik : meredam dan menghentikan laju bisnis/investasi China di Madura.  Bukankah pergantian Menperindag dengan bapak GW karena adanya  “permintaan” Uwak Sam atas membanjirnya produk-produk China di Indonesia ?

*Memancing kekerasan komunal lebih luas.
Bagi kaum Sunni yang anti syi’ah (karena saya Sunni yang tidak anti Syi’ah), kasus ini memberikan kesempatan pada mereka untuk mengeluarkan segenap perasaan yang selama ini mereka pendam, minimal dilakukan dalam bentuk tulisan. Di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, saya menjumpai banyak kata-kata bernada kebencian kepada komunitas Syi’ah, hingga kalimat seperti “basmi Syi’ah”, bahkan mengucapkan kalimat syukur “Alhamdulillaah” saat mendengar adanya santri Sy’iah yang tewas pada Desember 2011 lalu.

Di kalangan Syi’ah sendiri pun “diharapkan” mulai muncul perasaan marah, terganggu, sehingga dirancang setidaknya terjadi dislokasi, pengungsian, yang memancing kehadiran operasi kemanusiaan internasional.

Perasaan atau kondisi psiko-sosial seperti ini yang menjadi salah satu rancang bangun yang tengah disiapkan, sama halnya ketika isu terorisme dahulu. Banyak non Muslim yang terpancing untuk bersikap negatif atau membenci Islam, karena bagi mereka Islam adalah agama kekerasan. Sementara di sisi Muslim, dengan adanya organisasi2 radikal, semangat pembelaan mereka terhadap agama (yang dianggapnya tengah ternistakan) semakin menguat.

Bayangkan jika kondisi emosional seperti ini dibiarkan atau malah dipupuk, hanya persoalan waktu saja untuk meledak, tinggal menunggu pemicu yang tepat (waktu dan metodenya).

*Balkanisasi Indonesia.
Prof Muladi semasa menjabat Gubernur Lemhanas pernah menyatakan bahwa “Indonesia Menjuju Proses Balkanisasi.” Pandangan guru besar hukum Undip itu tidak berlebihan, fragmentasi sosial dalam wujud kekerasan komunal adalah salah satu indikasinya.

Bukan tidak mungkin NKRI akan mengalami nasib serupa Uni Soviet, Sudan (yang pecah jadi Sudan dan Sudan Selatan), dan Yugoslavia, andai kita tidak kunjung menyadari dan terus berkubang dengan semua fragmentasi konflik yang menguntungkan fihak-fihak yang hendak menghapus Indonesia dari peta bumi.

Banyak yang dapat dimanfaatkan untuk memecah belah, salah satunya pemahaman keagamaan yang terlalu berorientasi fikih, madzhab, dan ketokohan, seperti yang terjadi di Sampang.

Kesimpulan
Intelijen pada dasarnya sudah maksimal, informasi berton-ton selalu berhasil dikumpulkan dan dianalisa…. tapi berpulang pada usernya, apakah user melanjutkan laporan/data tersebut dengan penindakan atau tidak? Inilah mungkin yang disebutkan oleh Mahfud MD di atas sebagai pembiaran.

Kita berharap pejabat dan aparat berwenang setempat dapat lebih tanggap, lebih waspada, lebih cerdik dan lebih mandiri dalam membaca serta menindak potensi-potensi konflik yang akan terjadi. Jangan sampai jatuh korban tak berdosa lagi.
Dan bagi saudaraku yang Muslim (Sunni), mungkin kalian tidak lupa ada ayat yangmelarang kita untuk berbuat dzalim sekalipun terhadap satu kelompok/keyakinan yang kita benci. Terhadap non Muslim pun kita wajib bersikap adil, betatapun kita sesungguhnya membenci meraka. Apalagi terhadap kaum yang masih melakukan sholat, seperti saudara-saudara di Sampang.

“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan,” (Qs. Al Maidah (5) :8)

Salam Waspada
*Ahmad Sofyan (kompasiana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar