"Iran adalah negara syiah, Ahmadinejad itu kafir, kamu mesti hati-hati kalo kesana, jangan ikut-ikutan syiah, lalu kalo paspor kamu sudah ada visa iran maka kamu akan susah ke Amerika" itulah pesan yang disampaikan beberapa orang sebelum saya ke Iran , bahkan beberapa peserta yang terpilih terpaksa mundur karena kekhawatiran akan hal itu.
Kali ini saya akan berbagi tentang pengalaman saya ke Iran bersama 10 orang dari Indonesia dalam rangka menghadiri sebuah konferensi pemuda Islam di Abali Camp, Tehran yang diselenggarakan oleh organisasi non-pemerintahan Unified Umah.
Pada mulanya memang terbesit sediikit
ketakutan karena begitu tiba di Imam Khomeni Airport (IKA) kami langsung dibawa
ke sebuah pegunungan di tengah malam yang sunyi dan merasa terisolasi karena
kami dilarang ke luar gerbang tanpa pendamping panitia. Namun esok harinya
setelah berdiskusi dengan panitia rasa takut itu telah sirna, ternyata sudah
menjadi kebiasaan orang Iran
untuk pergi ke tempat yang lebih tinggi nan sejuk di musim panas (summer) karena suhu di Tehran bisa mencapai 45 derajat selsius.
Beberapa peserta dari Malaysia pada mulanya berprasangka yang sama
bahkan mereka mengira bahwa Iran
adalah negara yang miskin karena telah diembargo oleh Amerika. Namun semua itu
hanyalah perkiraan, pada kenyataannya negara itu tidak jauh berbeda dengan
negara-negara Asia yang lain lain bahkan sistem transportasinya jauh lebih maju
dari Jakarta karena mereka lebih dulu mempunyai MRT/subway dibandingkan negara kita yang baru dalam
tahap pembangunan.
"Negara kami telah di Embargo, tapi
kami berterimakasih dan sekarang kami bangga karena kami bisa mandiri"
ucap salah seorang pembicara "Woman Internasional Conference and Islamic Awakening" yang
sempat saya hadiri di sesi terakhir setelah Workshop International di
Abali Camp selesai di hari sebelumnya. Selama delapan
hari di sana
saya tidak menemukan produk Amerika seperti Mc-Donalds, Starbuck, Coca Cola,
Danone. Namun mereka membuat "tiruannya" seperti Coca-Cola Iran , bahkan Pizza Iran yang saya makan lebih enak
dari Pizza Hut atau Paparons.
Kita tahu bahwa Iran merupakan
negara islam, dan yang saya tahu Ahmadinejad adalah pemimpin yang sederhana dan
berani mengatakan "No" pada Amerika sehingga banyak sekali
teman-teman saya yang mengagumi beliau. Makanya ketika ada beberapa orang
berpesan "Ahmadinejad-syiah-kafir" saya tercengang dan hanya bisa
berkata dalam hati apa itu syiah karena di Indonesia masih minoritas.
Perbedaan yang tampak sekali adalah ketika sholat, saya mengamati gerakan
mereka dan ada sedikit perbedaan karena mahdzab yang mereka pakai berbeda dengan
empat mahdzab yang saya ketahui. Namun iran telah menerapkan syariat islam
dalam kehidupan sehari-hari, saya tidak menemukan wanita yang tidak berhijab
karena hal itu telah diatur dalam undang-undang mereka. Dan kebanyakan dari
mereka mengenakan chadoor, kain hitam seperti jubah yang dipakai dari
atas kepala hingga ke kaki. Bukan berarti mereka tidak bisa
"berekspresi" atau berkarir, "saya seorang dokter, setiap hari
rekan kerja saya semuanya laki-laki dan mereka semua hormat kepada saya, bisa
dibayangkan jika saya mengenakan rok mini seperti orang Amerika dan saya bangga
mengenakan pakaian seperti ini" ucap salah seorang pembicara "Woman Internasional Conference and Islamic Awakening" sebelum
menyampaikan materinya. Sekejap saya membayangkan seandainya semua wanita
muslim di Indonesia bangga atas identitas dirinya sebagai seorang muslim
mungkin angka kriminalitas akan turun, luar biasa sekali ketegasan mereka
dan hal ini patut kita contoh.
"where are you come from? Andonisi,
Malaysi?. I like Andonisi" kata-kata itulah yang
diucapkan oleh banyak orang di sepanjang jalan, toko dan tempat-tempat yang
saya kunjungi. Bahkan ada yang menggunakan bahasa persi karena hanya sedikit
orang Iran
yang bisa berbahasa Inggris. Hal itu membuatku teringat akan kata-kata "kamu
hati-hati sama orang syiah". Apa yang mesti di khawatirkan, orang-orang Iran yang telah ku temui sangat baik, bahkan
ketika di camp ada yang sengaja datang ke kamar kami
hanya untuk menyapa dan mengatakan hi, ada juga yang sampai belajar beberapa
kata bahasa inggris supaya bisa berkomunikasi dengan kami. Walau hanya delapan
hari bersama mereka namun sudah ku anggap seperti keluarga, apalagi jika
teringat masa-masa harus meninggalkan mereka. Terkadang kita mudah terpancing
dengan hal-hal yang mungkin sengaja dibuat "propaganda" untuk memecah
belah umat islam. Namun selayaknya sebagai umat islam kita harus cerdas dalam
menanggapi hal itu dan media yang menyampaikan berita-berita yang belum jelas
kebenarannya. Dan seharusnya kita dengan jelas mengatakan "No ZIonis"
karena sudah sangat jelas dan nyata siapa sesungguhnya musuh bebuyutan umat
muslim.
*Ika
Pipit
(IRIB Indonesia )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar