"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 21 Juli 2012

Perlawanan Iran Menentang Imperialisme AS

Sejak awal kemenangan Revolusi Islam Iran pada tahun 1979, hubungan pemerintah Iran dan AS selalu diwarnai friksi tajam dan permusuhan. Hal itu terjadi akibat politik imperialisme dan ekspansionisme AS terhadap bangsa Iran. Karena itulah, rakyat Iran selalu mengungkapkan penentangannya terhadap tindakan arogan Washington. Peristiwa 4 November yang dikenal sebagai Hari Nasional Perlawanan terhadap Imperialisme merupakan simbol perlawanan rakyat Iran terhadap kebiadaban dan imperialisme AS.



Penamaan tanggal 4 November sebagai Hari Nasional Perlawanan terhadap Imperialisme berakar dari peristiwa yang terjadi pada tanggal yang sama 44 tahun lalu saat Imam Khomeini, pendiri Republik Islam Iran, diasingkan ke Turki lantaran menentang kebijakan AS dan rezim Syah Iran di masa itu. 14 tahun kemudian pada tanggal yang sama pula, di tengah kecamuk Revolusi Islam, para mahasiswa dan pelajar Iran, khususnya di Tehran menggelar aksi demo menentang pemerintahan despotik Syah Pahlevi dan AS. Namun aksi demo itu diberangus lewat tindakan represif oleh rezim Syah sehingga banyak di antara para demonstran yang gugur syahid. Setahun setelah itu, pada tanggal yang sama sekelompok mahasiswa revolusioner menduduki gedung kedutaan besar AS di Tehran yang saat itu menjadi sarang mata-mata. Mereka juga menawan sejumlah diplomat dan intelijen AS.
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam analisanya mengenai peristiwa 4 November menyebut peristiwa tersebut sebagai hari keteguhan bangsa Iran menentang konspirasi kekuatan imperialis. Dalam pidatonya di hadapan ribuan pelajar Iran baru-baru ini, Ayatollah Ali Khamenei menegaskan, "Permasalahan bangsa Iran dengan AS, bukan hanya terkait dengan persoalan sekarang. Tapi menyangkut tindakan jahat rezim AS terhadap bangsa Iran sejak lebih dari 50 tahun lalu".

Dalam pidatonya itu, Pemimpin Besar Revolusi juga memaparkan beragam konspirasi yang dilakukan oleh AS baik di masa sebelum maupun sesudah Revolusi Islam terhadap bangsa Iran. Dia juga mengingatkan tentang tindakan yang pernah dilakukan oleh AS di masa rezim Syah dan bagaimana kekuasaan yang dimiliki oleh Washington dalam mengendalikan seluruh pusat-pusat penting pengambil kebijakan di Iran pada masa itu serta menjarah kekayaan bangsa Iran. Namun demikian di mata Pemimpin Besar Revolusi, pengingkaran terhadap identitas nasional bangsa-bangsa lainnya merupakan langkah penjajahan AS yang paling merusak. Dia menuturkan, "Ketika penjajah masuk ke suatu negara, apa yang menjadi target adalah identitas nasional. Dengan kata lain, penjajah merebut dan menguasai budaya, keyakinan, agama, tekad, kemerdekaan, pemerintahan, ekonomi dan apapun yang dimiliki oleh negara tersebut. Sebagaimana yang terjadi di Iran sebelum revolusi."

Di mata AS, kejahatan terbesar bangsa Iran adalah menentang kebijakan imperialisme Washington dan memutus hegemoni AS terhadap Iran. Apalagi di masa itu, Iran terbilang sebagai pangkalan utama AS di Timur Tengah. Namun kini, Iran justru berubah menjadi penentang utama AS dan negara yang tangguh dan berpengaruh di kalangan dunia Islam. Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyatakan, "Revolusi Islam muncul di Iran yang slogan utamanya adalah menentang kezaliman, imperialisme, membela hak-hak bangsa lain. Revolusi Islam inilah yang berhasil mengeluarkan titik utama yaitu Iran dari cengkeraman kekuasaan AS."

Oleh karena itu, Revolusi Islam tidak hanya berhasil mengusir AS dari Iran tapi juga mengajari bangsa-bangsa lainnya untuk menentang penjajahan AS. Menyangkut hal ini, Ayatollah Ali Khamenei, "Keistimewaan bangsa muslim Iran adalah semangat dalam menentang kejahatan, samangat kemuliaan dan kebesaran nasionalis dan semangat untuk melawan kekuatan yang ingin mengingkari keberadaannya. Bangsa Iran telah melakukan pekerjaan yang besar dan mati-matian. Karena itulah, kekuatan adiddaya dunia begitu jahat terhadap bangsa Iran".

Tentu saja, penentangan rakyat Iran terhadap AS berakar dari keyakinan agama rakyat Iran. Islam tidak hanya mengecam kezaliman tapi juga mengecam mereka yang menerima kezaliman pihak lain. Rahbar atau pemimpin besar Revolusi Islam menuturkan, "Perlawanan bangsa kita menentang penjajahan, juga memiliki akar keagamaan. Istilah penindas dan pencari kekuasaan dihadapan mereka yang menggap dirinya lemah dan orang-orang lemah juga terdapat di Iran. Ketika bangsa kita dengan semangat semacam itu bangkit menentang AS dan pemerintahan korup yang bergantung pada AS, mereka ditopang oleh landasan besar akidah dan iman keagamaan. Dan hal itulah yang membuat mereka berhasil dan meraih kemajuan."

Atas dasar itu, Ayatollah Ali Khamenei menyebut permusuhan bangsa Iran dengan AS bukan semata-mata karena alasan politik tapi lebih mendasar lagi. Dia memaparkan, "Masalah kita dengan AS bukan hanya menyangkut satu-dua masalah internasional atau regional yang bisa diselesaikan lewat perundingan. Masalah kita seperti hidup dan mati. Masalahnya adalah ada dan tiada." Lebih lanjut dia menjelaskan, "AS menginginkan pemerintahan Republik Islam Iran mengangkat kedua tangganya sebagai tanda menyerah dan mengakui rasa letihnya, menyesali apa yang telah dilakukannya serta bergabung dengan kumpulan antek-antek dan pengikut rezim zalim. Apa yang diinginkan AS dari bangsa Iran adalah agar mereka menerima ketergantungnnya terhadap AS, melepas kemerdekaanya, dan kembali menyerah kepada AS".

Meski selama tiga dekade belakangan, Republik Islam Iran senantiasa menjadi sasaran konspirasi dan tekanan politik dan ekonomi, bahkan militer, namun rakyat Iran tetap bertekad menentang arogansi AS dan menjadi contoh perjuangan bangsa-bangsa lainnya. Kini bangsa-bangsa lain dunia Islam, seperti bangsa Palestina, Lebanon, dan Irak menjadikan bangsa Iran sebagai teladan perjuangan mereka dalam menentang kezaliman.

Menyinggung mengenai akhir dari prospek hubungan Iran dan AS, Ayatollah Khamenei menyatakan, "Seluruh perangkat propaganda Barat, khususnya AS, perangkat seni mereka, perangkat yang kononnya adalah lembaga riset, politik, dan ilmiah berusaha mengesankan bahwa bangsa Iran akan menemui jalan buntu di akhir jalannya. Sementara AS akan terus melanjutkan langkahnya". Namun demikian, pemimpin besar Revolusi menilai hal itu hanya proganda palsu dan tidak memiliki landasan ilmiah yang kuat. Lebih lanjut dia menegaskan, "Akhir hubungan Iran dan AS adalah jalan buntu bagi rezim Zalim dan imperialis AS. Alasan jelasnya adalah, jika memang mereka mampu menundukkan bangsa Iran maka seharusnya mereka bisa melakukannya di saat bangsa Iran tidak memiliki kekuatan besar, para generasi muda, dan di saat bangsa Iran belum meraih kemajuan dan pengalaman, dan tidak mampu memetik kemenangan dalam perang besar seperti di era "pertahanan suci". Dengan kata lain, Iran saat ini telah mencapai pada level kekuatan politik dan militer yang sulit untuk dipatahkan oleh musuh-musuhnya.

Alasan lain kegagalan AS dalam menghadapi bangsa Iran adalah kian lemahnya kekuatan dan reputasi AS di mata dunia. Rahbar menyatakan, "Kini, AS sudah tidak punya harga diri lagi. Kini, bukan hanya bangsa-bangsa muslim, tapi juga ada banyak bangsa-bangsa Barat yang telah berpaling dari AS. Sebagian besar masyarakat dan para ilmuan di AS sendiri menentang rezim penguasa negaranya". Lebih jauh dia menambahkan, "Kita bukan bangsa yang suka berbuat zalim. Tapi kita adalah bangsa yang cinta untuk mempertahankan identitas, kemerdekaan, dan kemuliaan diri. Siapapun yang ingin menginjak-injak kehormatan bangsa Iran dan menghina atau menguasai bangsa ini, maka bangsa Iran dengan rasa nasionalisme dan imannya akan menumpasnya".

(Indonesian.irib.ir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar