penggulingan Perdana Menteri Mohammed Mossadeq 60 tahun yang lalu,
Inspirasi bagi Indonesia. Untuk menggugat keterlibatan AS di balik
penggulingan Bung Karno yang prolognya dimulai sejak meletusnya G-30
September 1965.
Luar biasa Iran. Pada 2 September lalu, Parlemen Iran meloloskan
sebuah Rancangan Undang-Undang untuk memerintahkan Pemerintah Iran
menggugat keterlibatan Amerika Serikat menggulingkan Perdana Menteri
Mohammed Mossadeq pada 1953.
RUU tersebut dibuat menyusul dirilisnya dokumen-dokumen rahasia CIA
yang sudah dinyatakan bisa diakses oleh publik (Declassified Document)
terkait rincian bagaimana CIA dan Gedung Putih telah merekayasa proses
operasi pengggulingan Mossadeq.
Dalam declassified document yang dirilis CIA tersebut, bertajuk The
Battle for Iran, operasi intelijen menggulingkan Mossadeq dan
mengembalikan Shah Mohammad Reza Pahlevi ke tahta kerajaan, kemudian
dinamakan Operasi TPAJAX. Kejadian ini memang berlangsung 60 tahun
yang lalu, namun keputusan Parlemen Iran untuk menggugat pemerintah
Amerika melalui payung Undang-Undang, harus diakui punya nilai
strategis dan seharusnya memberi inspirasi bagi para anggota DPR kita
untuk mempertimbangkan hal yang sama.
Betapa tidak. Pada akhirnya dari 196 anggota parlemen Iran, 167
menyatakan dukungannya untuk menggolkan UU sebagai payung hukum bagi
pemerintah Iran dalam menggugat keterlibatan pemerintah Amerika dalam
kudeta terhadap Perdana Menteri Mossadeq, dan membawa pemerintah AS ke
Mahkamah Internasional.
Karena menurut declassified document CIA yang sudah dirilis tersebut,
penggulingan terhadap Mossadeq memang dilancarkan dengan arahan dari
CIA dalam kerangka kebijakan luar negeri Amerika yang didukung dan
disetujui oleh pejabat-pejabat tingkat tinggi Gedung Putih di
Washington.
Skenario Penggulingan Mossadeq
Mengapa Mossadeq dianggap sebagai ancaman berbahaya bagi AS dan
Inggris sehingga diputuskan harus digulingkan dari tampuk kekuasaan
pada 1953?
Penelusuran tim riset Global Future Institute dan buku Tangan-Tangan
Amerika, karya Hendrajit DKK, secara jelas membuktikan adanya arahan
dari kepentingan perusahaan minyak Inggris yang beroperasi di Iran
kala itu.
Sewaktu masih menjadi anggota parlemen Iran, Mossadeq dikenal luas
sebagai arsitek utama gagasan nasionalisasiAnglo-Iranian Oil Company
(AIOC), sebuah korporasi minyak asing yang kala itu didominasi oleh
Korporasi asal Inggris. Perusahaan minya Inggris ini beroperasi di
Iran sejak 1913 dan hingga saat itu merupakan satu-satunya investasi
tambang minyak Inggris terbesar di luar negeri. Bisa kita bayangkan,
betapa pentingnya AIOC bagi Inggris.
Pada 28 April 1951, parlemen Iran mengangkat Mossadeq sebagai perdana
menteri. Dalam sejarah politik modern Iran tampilnya Mossadeq di atas
pentas kekuasaan memberikan warna tersendiri. Karena dia punya agenda
strategis yaitu menyusun rencana, beberapa pembaharuan dalam sistem
ekonomi Iran yang antara lain dilakukan melalui sejumlah kebijakan dan
program nasionalisasi perusahaan minyak asing. Yang berarti bakal
menyudahi kehadiran kepentingan asing di Iran, khususnya di bidang
eksploitasi minyak bumi.
Nah di sinilah AIOC merasa terancam dengan skema baru Mossadeq. Karena
pada perkembangannya kemudian, tema sentral yang jadi sasaran
pemerintahan Mossade adalah NASIONALISASI AIOC.
Bagi Inggris, langkah Mossadeq harus dihentikan. Sehingga agen-agen
intelijen Inggris MI-6 segera diterjunkan secara aktif di Iran untuk
memulai operasi rahasia sebagai tahapan awal proses penggulingan
Mossadeq. Pada tahap ini, Inggris kemudian mengajak AS untuk ikut
serta dalam plot ini.
AS sendiri yang saat itu berada di bawah pemerintahan Presiden Dwight
Eisenhower, menyatakan setuju mendukung, dengan pertimbangan bahwa
negaranya tidak dapat menerima pemerintahan di kawasan timur tengah
yang berniat menutup akses bagi jalur distribusi minyak internasional.
Kesepakatan strategis AS-Inggris akhirnya bermuara pada satu
kesimpulan: Bahwa Mossadeq harus diturunkan dalam kerangka politik
dalam negeri Iran sendiri.
Hal ini mengandaikan bahwa operasi yang mereka lakukan ditujukan untuk
menciptakan suasana politik yang dapat memaksa Mossadeq meletakkan
jabatannya, atau setidaknya menghentikan rencana nasionalisasinya.
Namun operasi terselubung CIA dan MI-6 melalui cara ini tidak
berhasil, karena gagal menurunkan popularitas Mossadeq di mata rakyat
Iran. Dengan demikian, AS dan Inggris memutuskan untuk memakai
cara-cara yang lebih keras dan kotor.
Maka, skenario kudeta atau menurunkan Mossadeq secara paksa, kemudian
jadi opsi mereka berikutnya. Maka, merangkul "sekutu lokal" dalam plot
penggulingan Mossaseq pun dilakukan. Dan itu berarti harus dari
kalangan militer. Maka, Jenderal Fazlollah Zahedi dari Angkatan Darat
Iran dipilih oleh AS dan Inggris untuk melaksanakan plot tersebut.
Pandangan politik Zahedi yang cenderung fasis dan anti komunis membuat
ia dapat menerima kepentingan dan kehadiran Inggris dan AS di bumi
Iran.
Singkat cerita, Pada 19 Agustus 1953, bersama kelompok-kelompok pro
Shah Iran yang meneriakkan yel-yel anti pemerintah di sekitar kediaman
Mossadeq, Jenderal Zahedi mengerahkan beberapa satuan militernya. Saat
itu juga pihak militer menahan Mossadeq, dan Zahedi segera
mengeluarkan pengumuman bahwa telah terjadi pergantian kekuasaan di
Iran.
Bersamaan dengan itu, Shah Reza yang saat itu tengah mengasingkan diri
menunggu perkembangan situasi, diminta segera kembali ke Iran.
Sekembalinya Shah Pahlevi ke Iran, skenario AS dan Inggris semakin
mulus, dengan diangkatnya Jendral Zahedi sebagai perdana menteri baru
menggantikan Mossadeq yang sudah dikenakan status tahanan rumah.
Sejak itu, Shah Iran menerapkan sistem monarki absolute selama 26
tahun dan menguasa seluruh kendali atas kekuasaan negara, dan baru
terguling dari kekuasaan pada 1979, ketika terjadi Revolusi Islam Iran
yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini.
Membaca Ulang Kesaksian Kermit Roosevelt Ihwal Kudeta 1953
Untuk menangkap detil-detil operasi intelijen CIA-MI-6 yang mungkin
tanpa sengaja terungkap dari kesaksian para perancang dan pelaku
operasi, penulis membaca buku karya Kermit (Kim) Roosevelt,Counter
Coup,the Struggle for the Control of Iran.
Kim Roosevelt, pada 1953 atas kesepakatan bersama Amerika dan Inggris,
ditunjuk sebagaiField Commander/Komandan lapangan dari operasi
intelijen bersandikan Operasi AJAX, untuk menggusur Mossadeq
secepatnya.
Satu aspek kisah yang entah dia sadari atau tidak, dalam modus
operandi gerakan mereka ini, ternyata mengandalkan agen-agen lokal di
Iran yang di buku ini, Kim menyebut dua bersaudara Nossey dan Chafron.
Kakak tertua seorang pengacara handal, dan adiknya seorang wartawan
lokal Iran.
Mulanya saya tidak terlalu anggap penting data ini, namun setiap kali
membaca buku ini berulang-ulang, Nossey dan Chafron ini menjadi
mata-rantai yang menarik dari kisah kesaksian Kim Roosevelt.
Selain koneksinya yang luas di Iran dan punya daya tembus ke ring satu
istana Shah Iran, dua bersaudara ini ternyata jadi andalan Kim beserta
tim intelijen strategis gabungan AS-Inggris, untuk menggalang beragai
elemen strategis di Teheran, termasuk sayap sayap militer agar
mendukung skema penggulingan Mossadeq. Yang diikuti dengan aliansi
baru Shah Iran dan Perdana Menteri baru Jenderal Fazlolah Zahedi.
Anehnya, baik Kim Roosevelt sebagai sutradara penggulingan Mossadeq
maupun para petinggi intelijen Inggris, meski telah dilobi oleh Nossey
dan Chafron, namun sama sekali gelap tentang dua orang ini. Kenyataan
bahwa dua bersaudara inilah yang meyakinkan Roosevelt maupun pihak
Inggris bahwa Mossadeq bisa digulingkan melalui kudeta dengan dukungan
Shah Iran dan militer, membuktikan bahwa kedua bersaudara ini bekerja
juga dengan kalangan-kalangan strategis di dalam dan luar negeri Iran.
Apakah ini cuma trik Roosevelt untuk menyamarkan identitas dua
bersaudara ini? Atau jangan jangan Operasi Kim Roosevelt ini sejatinya
memang berada dalam pantauan kekuatan-kekuatan yang lebih besar. Yang
berada di luar jangkauan Kim dan kawan kawan.
Tata Kelola Migas Iran Pasca Kudeta
Setelah Iran pasca kudeta, terjadilah tata ulang dalam pengelolaan
Migas di Iran. AIOC akhirnya dirubah menjadi sebuah konsorsium yang
didalamnya ada 5 perusahaan minyak asal AS yang memegang sebagian
sahamnya.
Meski kesepakatan profit sharing 50%-50%, yang berarti 50 persen
keuntungan yang dihasilkan oleh konsorsium itu dibayarkan ke
pemerintahan Iran, tapi pembukuan dan laporan keuangan konsorsium ini
tertutup rapat bagi auditor Iran. Bahkan, orang-orang Iran yang
berkolaboasi dengan AS dan Inggris, tidak pernah diberi peluang untuk
menduduki salah satu posisi dalam board of directors konsorsium
tersebut.
Dengan demikian, sejak kejatuhan Mossadeq, AIOC praktis berada dalam
genggaman perusahaan-perusahaan minyak AS, sehingga mereka lah yang
mengendalikan eksploitasi minyak di Iran.
Tak heran ketika Revolusi Iran pada 1979 berhasil menumbangkan rejim
Shah Reza Pahlevi, rakyat Iran beranggapan bahwa kebijakan ekonomi
pemerintahan Shah Reza sama sekali tidak memberi manfaat bagi
masyarakat Iran.
Alhasil, karakteristik dan postur politik Iran pasca Revolusi Islam
1979 amat sarat diwarnai oleh sentimen anti AS, karena dipandang
sebagai negara adidaya yang berada di balik kebijakan perekonomian
Shah Reza yang tidak pro rakyat.
Selama lebih dari 40 tahun pasca penggulingan Mossadeq, AS sendiri tak
pernah secara terbuka mengakui keterlibatannya dalam peristiwa itu.
Meski beberapa bukti mengarah pada keterlibatan AS dalam penggulingan
Mossadeq, termasuk dukungannya terhadap praktek-praktek tangan besi
Shah Reza, para pejabat di Washington yang terkait dengan persoalan
ini sangat sulit diperoleh. Lebih daripada itu, terdapat indikasi yang
cukup bahwa dokumen-dokumen tersebut sengaja dimusnahkan untuk
menghapus sidik jari AS dalam urusan Dalam Negeri Iran.
Namun pada 2000, AS mulai memperlihatkan tanda-tanda secara terbuka
mengakui keterlibatannya dalam operasi rahasia penggulingan Mossadeq
pada 1953. Pengakuan ini disampaikan oleh Madeleine Albright yang kala
itu masih Menteri Luar Negeri AS. Ia menyatakan: "Intervensi yang
dilakukan oleh AS terhadap urusan internal Iran merupakan langkah
mundur bagi sebuah pemerintahan demokratis di negeri itu". Meski masih
remang-remang, pengakuan yang dilontarkan oleh seorang pejabat tinggi
di Washington, meski tanpa permintaan maaf dan penyesalan, merupakan
sikap resmi pertama yang diperlihatkan oleh AS terkait dengan operasi
terselubung negeri itu di balik penggulingan Mossadeq.
Presiden Obama, dalam kunjungannya ke Mesir malah lebih jelas lagi
karena secara eksplisit menyebut Iran."Di tengah Perang Dingin, AS
telah memainkan peran penting dalam penggulingan sebuah pemerintahan
demokratis di Iran."Jelas ini merupakan pengakuan terbuka atas apa
yang telah dilakukan oleh negaranya di Iran pada 1953.
Lantas mungkinkah Indonesia menyerap inspirasi dari prakarsa yang
diambil oleh parlemen Iran dengan diloloskannya UU menggugat AS ke
Mahkamah Internasional? Berbagai studi dan kajian terkait meletusnya
G-30 S 1965 yang mengarah pada indikasi dan bukti-bukti keterlibatan
CIA dan arahan dari korporasi minyak dan tambang yang berada dalam
kendali Texaco Group dalam mengondisikan gejolak politik yang mengarah
pada kejatuhan Bung Karno pada 1966, kiranya penting untuk diungkap.
Seruan yang disampaikan oleh parlemen Iran sendiri cukup signifikan
dengan mendesak pemerintah segera membentuk semacam komisi untuk
melakukan studi dan kajian terhadap berbagai isu terkait keterlibatan
AS dalam penggulingan Mossadeq, dan melaporkan hasil temuannya 6 bulan
sebelum pemerintah Iran secara resmi melakukan gugatan kepada Mahkamah
Internasional. Dan meminta pertanggungjawaban dari pemerintah AS.
Sungguh inspiratif langkah yang dilakukan Iran tersebut, dan patut
jadi bahan pertimbangan para elit strategis Indonesia dalam menata
ulang arah kebijakan luar negerinya ke depan.
Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute
(theglobal-review.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar