oleh: Dina Y. Sulaeman
Menjelang Pilpres Iran beberapa pekan lagi, tiba-tiba di FB muncul link soal Iran, yang merujuk ke sebuah artikel di Kompasiana berjudul provokatif "Sedang Berada di Negara Islam, Tapi Pak Dahlan Iskan Tidak Bisa Jumatan??"
Artikel itu mengutip beberapa bagian dari catatan perjalanan Dahlan Iskan ke Iran. Ada 3 poin yang dikutip
si Kompasianer: soal sholat Jumat (ceritanya, saat pak DI tiba di Bandara
Internasional Imam Khomeini, waktu sholat Jumat
sudah tiba. Pak DI pingin Jumatan, tapi tidak ada masjid di bandara yang
menyelenggarakan sholat Jumat, karena di Teheran, Jumatan cuma diselenggarakan
di Universitas Tehran, sekitar 2 jam dari
bandara), soal hijab perempuan Iran
(ada yang rambutnya kliatan), dan soal adanya Coca Cola di Iran. Tiga cerita
itu dikutip dalam konteks menyindir: kok di negara Islam begitu ya..??
Mungkin berkat link di FB itu pula, hanya dalam
sehari (padahal itu artikel lama, 12 September 2012), pembacanya langsung
melonjak jadi 6000-an (kemarin saat saya kasih komen di artikel itu, masih
4000-an). Iran sepertinya
memang negara seksi, banyak dipuji, banyak dicaci, tapi berita soal Iran terus
dicari.
Menanggapi artikel itu, saya memberikan tanggapan
berikut:
Salam. Saya pernah tinggal di Iran 8 th
(1999-2007), bekerja sebagai jurnalis di IRIB. Perkara sholat Jumat, di Iran
memang sholat Jumat dianggap sebagai upaya konsolidasi politik. Jadi, di satu kota, sholat Jumat akan
dipusatkan di satu tempat. Artinya, masjid tak mungkin menampung. Di Teheran,
shaf sholat Jumat panjangnya berkilo-kilo meter, pusatnya di sebuah halaman
luas Universitas Teheran, lalu meluber ke jalanan di sekelilingnya. Khutbah
yang disampaikan pun isinya selain masalah akhlak, juga masalah politik terkait
isu-isu aktual. [Di Teheran, warga Sunni bisa Jumatan di Pakistan
School atau orang Indonesia bisa
Jumatan di embassy]
Terkait baju, perempuan di Iran apapun agama dan bangsanya (termasuk turis
asing yang Iran),
wajib berjilbab. Namun, model jilbab yang dipakai akan sesuai dengan kesalehan
masing-masing. Ada
yang berjilbab dg serius karena menyadari itu kewajiban, ada yang juga yang
asal-asalan, yang penting ada kerudung nempel di kepala. Tidak seperti yang
diberitakan media Barat :”ada sikap reprsif pemerintah”, yang ditulis pak
Dahlan justru bukti bhw pemerintah memang tdk represif. Paling-paling secara
berkala diturunkan polisi2 wanita utk menasehati perempuan di jalan2 yg
jilbabnya ga bener (tdk ditangkap atau direpresi).
Soal Coca-Cola dll minuman itu, memang benar ada.
Tapi saya sudah tanya ke org Iran,
ada yg bilang itu merek palsu (dibikin2 saja oleh org Iran, kan org Iran tdk
mengikatkan diri ke aturan WTO), ada juga yg bilang asli. Wallahu a’lam. Yang
jelas, orang Iran
itu umumnya sangat sadar politik: yang mereka benci dan tentang adalah politik
dan elit AS yang secara politis sudah menzalimi mereka. Tapi, org AS/Barat
sebagai individu tetap mrk hormati. Karena itulah saya menemukan org2 AS studi
di Iran (salah seorangnya dulu tetangga saya), dan banyak turis-turis bule yg
datang ke Iran.
Sekalian info deh, saya sudah menuliskan pengalaman
saya itu di buku berjudul Journey to Iran.
Lalu, lewat inbox FB, malah ada yang menanggapi
komen saya itu, nanya-nanya soal Syiah. Saya jawab,
Saya ini bukan ahli masalah agama, jadi saya tidak
bisa komen banyak soal Sunni-Syiah. Tapi, saya penulis dan analis yang consern
di politik Timur Tengah, jadi mau tak mau saya mengamati masalah Iran. Apalagi
saya lama tinggal di sana, karena itulah saya tahu
banyak ttg Iran
dan ‘bersuara’ ketika ada pemberitaan yang janggal. Sama saja, orang Indonesia yang tinggal di
Jepang, AS, atau Jerman, kan sering juga menulis berbagai hal positif dalam
kehidupan di sana.
Begitulah, kalau orang bicara yang positif tentang Iran, atau
sekedar meluruskan berita, konotasinya langsung ke Sunni-Syiah. Heran. Mengapa
kalau orang bicara yang bagus-bagus soal Jepang kok tidak dikatai membela agama
Shinto ya?
Anyway, saya ingin cerita soal pilpres Iran (karena saya mampu mengakses berita
berbahasa Persia).
Semua orang di Iran berhak untuk mencalonkan diri jadi presiden, asal warga
negara asli Iran dan minimalnya 10 tahun terakhir berdomisili di Iran, usianya
di atas 18 tahun, dan berpendidikan minimal SMP. Jadi, nggak heran kalau yang
daftar itu ratusan orang. Apalagi, nggak pakai duit atau harus ada dukungan
parpol. (Tapi kalau mendaftar untuk jadi anggota DPR, minimal harus S2, atau S1
tapi punya pengalaman kerja profesional; kerja di sini konotasinya adalah
‘kerja’ bukan bukan artis kayak di Indonesia yang rame-rama nyaleg).
Lalu, tentu saja, para pendaftar itu akan
di-screening oleh KPU-nya Iran (istilahnya: Syura-ye
Negahban). Ada
ujian tertulis juga lho. Bisa dipastikan yang lolos tentu saja
kandidat-kandidat yang sudah lama malang-melintang dalam dunia politik atau
profesional Iran.
Nah, setelah lolos screening dan jadi kandidat
resmi, barulah mereka berkampanye. Enam stasiun TV di Iran memberikan
kesempatan gratis untuk para capres berkampanye. Jadi, capres yang miskin pun
tetap bisa kampanye, dan porsi kampanye tiap capres akan sama rata.
Peran Istri
Politisi Iran
Biasanya ‘seksi’ berkonotasi dengan perempuan. Tapi
saya tidak bermaksud membicarakan itu. Ini hanya menjawab pertanyaan seorang
teman: istri-istri presiden Iran
itu kok tidak banyak diekspos ya? Sebenarnya sih kalau di koran-koran lokal Iran ya banyak
juga. Antara lain inilah istri para kandidat presiden dalam Pilpres Iran 2013;
DR HAMIDEH MORAVEJ; istri dari DR. AREF, (Wapres Iran sekarang),
dia hadir dalam konfrensi pers suaminya yang mencalonkan diri sebagai presiden.
TAHEREH NAZARI, seorang Dokter, istri dari DR.
MANUCHER MOTTAKI (Mantan menlu iran);
dia pernah menjabat sebagai dirjen urusan perempuan dan HAM di Kemenlu Iran.
ZAHRA MOSHIR, istri DR MOHAMMAD QALIBAF. QALIBAF
adalah walikota Tehran
sekarang dan istrinya menjabat sebagai Dirjen urusan perempuan di kantor
Walikota Tehran.Qalibaf pernah ditanyai mahasiswa soal gaji istrinya dan
menjawab bahwa itu adalah kerja sosial dan istrinya sama sekali tidak digaji
untuk pekerjaan itu.
#foto-foto suasana pendaftaran calon presiden Iran (Mei 2013) dan istri para kandidat presiden
dalam Pilpres Iran
bisa dilihat di http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/05/14/keseksian-iran/#more-1302
Tidak ada komentar:
Posting Komentar