"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 06 April 2013

Pihak Asing Sudah Melihat Tren Bangkitnya Nasionalisme Anak Negeri


Kontrak blok sumur gas Mahakam di Kalimantan Timur akan berakhir 2017. Pihak asing yang takut pada ketidakpastian politik, di mana pemimpin baru RI 2014 mungkin akan tidak memperpanjang kontrak (dan bahkan mengalihkan pada Pertamina), kini "bergerilya" dengan memanfaatkan antek-anteknya di pemerintahan rezim SBY, supaya kontrak itu diperpanjang sekarang saja.


Tidak perlu menunggu sampai mendekati 2017, ketika Presiden RI sudah berganti. Pihak asing sudah melihat tren bangkitnya nasionalisme anak negeri.
Lahirnya generasi baru yang percaya diri, yakin pada kemampuan bangsa sendiri untuk mandiri, tidak membebek di bawah ketiak asing. Perusahaan minyak asing takut, penguasa baru tidak bisa disetir sesukanya lagi.

Jadi mumpung rezim neoliberal SBY sekarang masih tunduk dan bisa dikendalikan, bagi mereka kini harus ada kepastian kelanjutan kontrak untuk pihak asing. Kawan-kawan, jangan biarkan pihak asing menguras kekayaan alam Indonesia dengan menyisakan recehan untuk anak negeri! Awasi antek-antek asing di Kementerian ESDM, yang selalu bilang bahwa "Pertamina belum mampu mengelola blok Mahakam" dan bahwa "pihak asing harus mendapat bagian dalam pengelolaan blok Mahakam." Pihak Asing Sudah Melihat Tren Bangkitnya Nasionalisme Anak Negeri

Penulis : Satrio Arismundar, Wartawan Senior
(theglobal-review.com)


Nasionalisasi Blok Migas


Masa jaya itu telah berlalu. Kini, ibarat manusia, ladang-ladang minyak yang ada hanyalah tinggal sumur-sumur tua yang cuma tinggal sisa-sisa. Masa keemasan itu telah terjadi pada 36 tahun yang lalu. Yakni ketika puncak produksi minyak Indonesia terjadi pada 1977 dan puncak kedua pada 1995. Setelah itu, Indonesia mengalami krisis minyak. Sisa cadangan pasti (IP) tinggal 15 persen dari ultimate recoverable reserve. Sebanyak 85 persen kekayaan minyak sudah terkuras. 

Karena sumber daya utamanya hanya tinggal sumur-sumur tua, cara-cara seperti pengeboran, eksplorasi dan injeksi untuk menaikkan produksi takkan banyak membantu. Tak heran, tren penurunan produksi tak bisa dihindari lantaran jarang ada penemuan blok minyak baru. Di lain sisi, pemerintah sengaja tidak menyalurkan semua minyak untuk dalam negeri karena kualitas minyak sangat bagus sehingga lebih menguntungkan kalau diekspor. Produksi minyak Indonesia mengalami titik terendah pada 2012, yakni 825 ribu barel per hari. Padahal targetnya 930 ribu barel per hari. Dari jumlah itu, sekitar 500 ribu barel di antaranya untuk keperluan dalam negeri. Sisanya dipenuhi dari impor. 

Indonesia memerlukan minyak dan gas sekitar 2,2 juta barel ekuivalen per hari. Dari angka itu, 1,4 juta barel di antaranya kebutuhan minyak. Sedangkan 40 persen keperluan gas dipasok dari impor. Di level global, Indonesia harus berlomba dengan Cina, India, Amerika dan Eropa Barat dalam memperebutkan minyak. 

Kini, sejumlah pihak harap-harap cemas soal nasib ladang minyak. Di Riau yakni Blok Siak yang dikelola PT Chevron dan South and Central Sumatera Block di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) yang dikelola PT Medco E&P Indonesia. Keduanya akan berakhir masa kontraknya pada November 2013 ini. Di Kalimantan, ada Blok Mahakam yang kini dikelola Total E&P Indonesie yang akan berakhir masa kontraknya 4 tahun lagi. Baik Chevron maupun Total sama-sama sudah mengajukan permohonan untuk kembali memperpanjang kontrak mereka. 

Daerah berminat mengelolanya lewat sejumlah BUMD yang bergerak di bidang Migas. Sementara, pemegang kontrak yang lama juga masih mau melanjutkan. Bagaimanapun, keinginan daerah tentu patut didukung. Tak bisa dimungkiri, minyak dari Riau-lah yang selama lebih dari 60 tahun telah menjadi penopang terbesar untuk membiayai pembangunan Indonesia. Sekarang, ketika sudah tinggal sumur tua, barulah daerah dapat mencicipi sisa-sisanya. 

Sebab itu, nasionalisasi blok-blok Migas harus didukung dan perlu direbut dengan kerja yang sungguh-sungguh. Belajar lah dari apa yang sedang terjadi di Mahakam dan yang pernah terjadi di Bojonegoro, Langgak serta Blok CPP.

Tapi, daerah juga jangan menutup mata. Minyak adalah bisnis modal besar baik untuk investasi teknologi maupun untuk membiayai sumber daya manusianya. Karena itu, jika dipercaya menjadi pengelola, harus satu paket dengan tanggung jawabnya. Baik itu dari sisi profesionalisme maupun tanggung jawab moral kepada masyarakat. Jadi, jangan hanya mau uangnya tapi setelah itu tidak sungguh-sungguh. Cuma dengan cara tersebut, berkah sumber daya alam itu bisa bermanfaat untuk kemaslahatan rakyat, meskipun sudah sangat terlambat. 
(riaupos.co)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar