Pendahuluan
Imam Khomeini terlihat sedang berwudhu. Fisiknya yang sudah lemah membuat ia nampak dapat digoyang-goyang oleh angin. Pengawal pribadinya melihat itu, dan berkata dalam hati, “Bagaimana orang yang lemah seperti ini dapat membuat Amerika ketakutan?”
Imam Khomeini terlihat sedang berwudhu. Fisiknya yang sudah lemah membuat ia nampak dapat digoyang-goyang oleh angin. Pengawal pribadinya melihat itu, dan berkata dalam hati, “Bagaimana orang yang lemah seperti ini dapat membuat Amerika ketakutan?”
Lalu si pengawal melihat Khomeini menghampiri dan berkata kepadanya, “Apakah engkau ingin membuat takut Amerika?” Si pengawal menjawab, “Ya.” Khomeini berkata, “Kalau begitu, engkau harus memperkuat hubunganmu dengan Allah.”
Bangsa
Bagaimana hal ini terjadi? Bagaimana pesan sederhana seperti pentingnya setiap muslim memperkuat hubungannya dengan Allah seperti terungkap dalam fragmen di atas mampu membuat Iran mewujudkan langkah besar secara politik dan ilmiah, sehingga negara-negara imperialis itu sekaligus terkejut dan bingung, membuat kita tertuntut untuk mengetahui siapa dan apa peran Khomeini bagi bangsa Iran?
Sekelumit Biografi
Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini lahir pada tanggal 24 September 1902 di Khomein,
Hingga berusia 18 tahun, ia tinggal dan belajar di Khomein. Pada tahun 1921, ia pergi ke Irak untuk belajar. Tidak lama di
Pada usia 27 tahun ia mulai mengajar pada bidang-bidang teosofi, fiqih, dan etika.
Sedari muda, ia sudah melawan gerakan anti agama, korupsi, dan penyimpangan baik sosial maupun teologis. Ia menulis buku Kasyf al-Asrâr dan menulis 27 kejahatan Mohammad Reza Shah.
Pada tahun 1960, ia terjun ke kancah perjuangan praktis dengan menentang UU[1] yang menyatakan bahwa pemilih dan kandidat tidak mesti muslim. Ia mengundang para marja ke rumahnya dan mengajak mereka bersatu menentang UU tersebut. Hasilnya, rakyat turun berdemonstrasi hingga UU itu dibatalkan.
Pada tahun 1963 pemerintah menyerang Madrasah Faidhiyah hingga menewaskan beberapa pelajar. Khomeini berpidato dan menyingkap hubungan rahasia
Pada tahun 1964, pemerintah mengeluarkan satu UU yang membuat Khomeini sangat marah. Ia mengirim utusan ke daerah-daerah untuk mengabarkan bahwa ia akan berpidato menyikapi UU tersebut. Ia mengecam Amerika, ditangkap lagi, lalu diasingkan ke
Masih pada tahun 1964, Khomeini diasingkan ke Najaf.
Pada tahun 1967, terjadi perang antara
Pada tanggal 23 Oktober 1977, Mushthafa, anak Imam Khomeini terbunuh. Imam diberi tahu. Ia hanya diam, lalu tangannya memegang tanah, lalu berkata, “Ini adalah rahmat Allah.” Banyak orang yang tidak mengerti mengapa ia berkata seperti itu. Kemudian mereka mengerti bahwa kesyahidan itu adalah salah satu kunci keberhasilan revolusi, sebab selama 13 tahun sebelumnya, pemerintah melarang rakyat
Imam Khomeini terus mengirimkan pesan-pesan berisi dukungan revolusi rakyat. Pemerintah
Sekelumit Pemikiran
Menurut Khomeini, politik tidak sekadar mengatur dan memerintah negara dan masyarakat serta memberikan servis dan fasilitas bagi mereka, melainkan juga melatih dan mengembangkan kemampuan jiwa dan sumber daya mereka. Dalam pengertian inilah ia mengusung jargon Imam Ali, السياسة أفضل العمل, “Politik adalah pekerjaan yang paling mulia.” Kemuliaan politik ini bersumber dari subjek utama politik menurut Islam adalah mendidik jiwa masyarakat untuk menjalankan ajaran-ajaran kebaikan. Hak pemerintahan adalah milik Allah. Tapi untuk mengatur manusia, maka diperlukan manusia juga. Jadi, jantung politik adalah melatih jiwa manusia. Di sinilah terlihat signifikansi dan kesucian “politik suci”. Imam Hasan mengatakan, “Politik tidaklah seperti yang mereka gambarkan. Politik adalah sesuatu yang suci. Karena itulah Allah menyebut kita politisi.”
Ketika Khomeini dipenjara, salah seorang agen SAVAK menemuinya dan memintanya untuk meninggalkan arena politik dengan alasan politik penuh dusta, tipu daya, dan korupsi. Tindakan-tindakan jelek seperti ini hanya pantas dilakukan orang yang bukan ulama. Khomeini menjawab bahwa politik dalam pengertian tersebut memang tidak pernah ia intervensi, karena ia tidak mempercayai politik yang demikian. Yang ia percayai dan ajarkan adalah politik yang suci, dan karena itu tidak dapat ia tinggalkan.
Dengan dasar ini, Khomeini mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengatur keimanan mereka. Ia mengatakan, “Berpartisipasilah dalam setiap pemilu. Meninggalkan politik adalah salah satu dosa terbesar. Sebab, ketika engkau mengisolasi diri, orang lain akan berkuasa dan mengaturmu. Bagaimana mungkin Islam tidak peduli pada politik, sementara Islam menyuruh shalat jamaah, shalat Jumat, dan haji? Negara-negara super powerlah yang berusaha menjauhkan kita dari politik.
Khomeini menyeru umat Islam untuk memiliki kepribadian yang merangkum tujuan-tujuan luhur para nabi. Setiap muslim harus mewakafkan hidupnya untuk tujuan ini, lalu bekerja sekuat tenaga untuk menyukseskan misi meluhurkan kalimat tauhid, menegakkan kedaulatan Tuhan di bumi, membela kaum tertindas, membungkam dan memberangus kaum tiran dalam berbagai manifestasinya, dan memastikan hal ini bertahan setelah kematian dengan membentuk generasi yang melanjutkan misi ini betapa pun lamanya waktu dan besarnya pengorbanan.
Ia berpesan kepada rakyat
Dari wasiat ini jelas bahwa tujuan revolusi adalah mendidik dan membimbing perjalanan manusia dari dunia “debu” ke dunia “malakut” yang luhur; membentuk masyarakat dan mencipta lingkungan yang tidak disembah di dalamnya kecuali Allah, sehingga cahaya ubudiyah, keikhlasan, dan kepercayaan kepada kegaiban menghilangkan kegelapan hawa nafsu dan syahwat duniawi; menerangi pandangan manusia dengan cahaya keindahan kebenaran di alam wujud; mengembalikan kedaulatan tauhid dan aspek-aspek transendennya di dalam berbagai aktivitas manusia dan relasi masyarakat.
Dengan dasar ini, tidak aneh jika revolusi yang dipimpinnya mendapat perhatian besar dari kalangan pemikir, filosof, dan politikus muslim atau bukan, karena ia tidak serupa dengan revolusi mana pun sebelumnya. Sepanjang sejarah, revolusi adalah upaya mengganti rezim politik, membangkitkan kaum tertindas untuk melawan orang-orang kaya, atau membebaskan diri dari penguasa kolonialis-imperialis. Revolusi Islam
Pasca Revolusi, yang terjadi di
Khomeini menanamkan kesadaran bahwa rezim para mulla ini pasti menjadi sasaran dendam pihak-pihak yang ingin menanggalkan semua makna kehidupan manusia selain satu makna, yaitu kemajuan, tapi bukan dalam arti kemajuan manusia dan spiritualitasnya, melainkan kemajuan kekayaan kaum elit dan kemajuan kesusahan mayoritas wong cilik; pihak-pihak yang tidak menyisakan kesenangan bagi kaum mayoritas kecuali kenikmatan berbelanja atau kebahagiaan konsumeristik. Ia juga memprediksi bahwa
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Khomeini menyerukan kemandirian dalam arti yang seluas-luasnya. Ia mengatakan, “Sayang sekali, banyak orang teralienasi dari jati dirinya sebagai muslim. Kita harus percaya diri. Jangan pernah menyangka negara lain akan memajukan negeri kita. Kita harus bekerja sendiri untuk memajukan negeri kita.” Untuk memiliki kemandirian, Khomeini menjelaskan
Dengan konsep kemandirian ini, setiap individu harus bisa mandiri, yakni memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dengan dirinya sendiri. Setiap keluarga harus bisa mandiri. Setiap masyarakat harus mandiri. Setiap
Imam Khomeini, saat memimpin revolusi
Berkaitan dengan sikap seimbang ini, Khomeini berkata, “Melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika dan budaya, meskipun demi terwujudnya tujuan Islami, adalah tidak dapat dibenarkan dan bertentangan dengan uslub-uslub Islam.” Dengan penegasan ini, ia menempatkan diri di bawah kebijakan politik Imam Ali sekaligus menarik garis pemisah antara metode perjuangannya dengan sikap-sikap pragmatisme politik. Ia berpesan kepada kader-kader revolusi, “Akibat dari sikap ekstrem apa pun pasti tidak baik.”
Di sini Khomeini mengingatkan peran para ulama untuk mengingatkan kaum Muslim setiap kali mereka merasakan bahaya yang mengancam Islam dan al-Quran agar mereka tidak dipersalahkan di hadapan Allah. Ulama bertugas memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Untuk itu, mereka harus mempelajari dan meneliti ajaran-ajaran Islam dengan cara-cara terbaik, lalu mentransfernya kepada masyarakat. Sangat ironis jika ada banyak lembaga keislaman, tapi ternyata masyarakat memiliki pengetahuan dan kesadaran yang sangat minim mengenai Islam. Selain itu, mereka harus berjuang bersama masyarakat dalam melawan intervensi pemikiran dan budaya yang bertentangan dengan Islam.
Selain mengingatkan bahaya kesembronoan dan ketidakpedulian dalam menyikapi wacana-wacana krusial Islam, Khomeini mengingatkan bahaya tunduk kepada Islam yang ia sebut “Islam Amerika”. Program kaum imperialis di bawah pimpinan
Penutup
Khomeini berhasil memimpin revolusi karena kepribadiannya sama dengan pikiran dan ucapannya. Menguatkan hubungan dengan Allah SWT dan sekaligus memutuskan hubungan dengan musuh-musuh-Nya—simbol terbesarnya adalah kaum imperialis dan Zionis—adalah kunci kekuatan pribadi maupun masyarakat. Di sinilah makna pemilahan term ibadah dan ubudiyah. Mayoritas muslim sudah melaksanakan ibadah. Ini tidak cukup. Dengan ubudiyah, seorang muslim beribadah tidak pada waktu-waktu tertentu saja, melainkan 24 jam sehari. Ibadah laksana memandang lautan, sedangkan ubudiyah laksana berada di dalam lautan.
Wasiat Khomeini ini relevan bagi kita, orang-orang Islam
(Ditulis pada tahun 2008 sebagai Catatan 19 Tahun Wafat Imam Khomeini)
Oleh: Ahmad Fadhil
Peserta Kursus Makrifat Islam di Qum,
Dosen di Fak. Ushuluddin dan Dakwah IAIN SMH.
(http://af4machtum.wordpress.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar