Wacana pengambilalihan hak kelola ladang minyak dan gas (migas) di lepas pantai Kutai Kartanegara (Kukar), Blok Mahakam, terus mendapat adangan. Mulai dari keraguan akan kapabilitas putra daerah berkecimpung dalam industri migas hingga rentan terhadap risiko.
Ketua Aliansi Masyarakat Kalimantan Timur untuk Blok Mahakam (AMKTBM) Wahdiyat menyayangkan perbedaan persepsi yang kerap timbul di kalangan pejabat publik Kaltim. Menurut dia, hal itu sedikit banyak memengaruhi optimisme perebutan hak kelola.
Wahdiyat menanggapi pernyataan Pangdam VI Mulawarman Dicky Wainal Usman. Diberitakan Kaltim Post dua hari lalu, jenderal bintang dua ini mengatakan bisnis sumur migas adalah bidang usaha yang harus dipertimbangkan dengan matang. Hitung-hitungannya harus pas. Meleset sedikit, akibatnya bisa fatal. Tak cukup hanya berdasar pada keinginan dan desakan.
“Bisnis minyak ini gambling (judi). Uang yang harus dikeluarkan banyak, triliunan, dan risiko kerugiannya besar ketika ternyata sumur yang digali tidak ada minyaknya,” kata Pangdam.
Wahdiyat pun menyayangkan adanya perbedaan persepsi tentang substansi pokok persoalan. Kepada Kaltim Post kemarin (15/1), Wahdiyat menegaskan, tak ada perjudian dalam pengelolaan Blok Mahakam. Kaltim saat ini berupaya menjadi pemilik ladang migas itu setelah kontrak kerja sama Total E&P Indonesie berakhir pada 2017.
Kaltim, kata dia, tidak akan membuka sumur-sumur baru yang mungkin saja meningkatkan risiko. Sebab, yang ada sekarang adalah sumur-sumur lama.
Menurut data AMKTBM, Blok Mahakam menghasilkan 2.200 juta kaki cubic (MMSCFD) per hari. Cadangan gas yang tersimpan diperkirakan berkisar pada angka 27 triliun cubic feet (TCF). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 13,5 TCF yang sudah dieksploitasi dengan pendapatan kotor sekitar USD 100 miliar.
Sementara yang tersisa saat ini sekitar 12,5 TCF. Dengan harga yang diprediksi terus mengalami kenaikan, Blok Mahakam diperkirakan masih menyimpan potensi USD 187 miliar atau setara Rp 1.700 triliun.
“Tidak ada investor yang berjudi dengan migas. Yang kami lakukan saat ini adalah merebut kedaulatan negara di bidang migas,” ujar Wahdiyat.
Pada 2017 selepas kontrak dengan Total habis, Blok Mahakam telah lunas dibayarkan negara melalui cost recovery. Jadi Kaltim tidak perlu membayar aset kepada Total. Tinggal biaya perawatan dan operasional produksi yang harus ditanggung.
Memang lantaran kebanyakan sumur telah menua, biaya tersebut bakal mengalami kenaikan. Namun tidak sampai Rp 20 triliun per tahun seperti yang dibeberkan Total. Wahdiyat bahkan menantang Total membeberkan rincian biaya operasional yang mencapai Rp 20 triliun per tahun itu. Dia mengatakan, itu merupakan strategi perusahaan asal Prancis tersebut menakut-nakuti putra daerah.
Dia menduga Total memanfaatkan ketidaktahuan publik terhadap dunia migas kemudian dikemas secara eksklusif sehingga masyarakat umum tidak tahu hal-hal teknis yang mendetail.
“Coba rincikan di depan publik. Kami (AMKTBM) siap berdebat untuk itu,” ujar dia.
Dalam pengelolaan Blok Mahakam, Wahdiyat menyebut, tak akan menggunakan dana APBD Kaltim atau Kukar. Adapun langkah yang diambil adalah membentuk Joint Operation Body (JOB) atau semacam badan kerja sama antara BUMD dengan Pertamina. Untuk pendanaan, JOB akan meminjam pada Investment Bank dengan mengagunkan Blok Mahakam yang telah menjadi aset negara.
“Itu tidak menggunakan APBD. Lagi pula, kalau menggunakan APBD pasti tidak cukup. Mau bayar gaji PNS dari mana kalau APBD digunakan untuk Blok Mahakam?” ujar dia.
Soal tenaga operasional, dikatakan Wahdiyat, tidak bermasalah. Sebab yang berganti hanya pemilik. Dari Total kepada Pertamina dan BUMD. Sementara tenaga pekerja tetap dipertahankan.
“Toh, selama ini tenaga-tenaga berpengalaman di Total adalah orang-orang kita. Bahkan kita menjanjikan insentif yang lebih besar jika mereka mampu meningkatkan atau mempertahankan prestasi,” kata dia, lalu melanjutkan, “Silakan pilih, apa mau jadi jongos orang asing terus?”
Ditambahkan, bangsa ini bukan anti kepada Total atau perusahaan asing. Hanya, Blok Mahakam sudah terlalu lama dikuasai asing. Sudah selayaknya kembali ke genggaman Ibu Pertiwi.
Total pun telah dipersilakan mengelola blok-blok migas baru di tempat berbeda. “Kami sudah terlalu lama jadi penonton,” tegas dia.
KALTIM YAKIN MAMPU
Dirut Perusda PT Mandiri Migas Pratama (MMP), Sofyan Helmi, menolak berkomentar soal “perjudian” dalam bisnis ini. Bukan karena tak tahu-menahu, dia mengatakan keputusan sudah menjadi kebijakan Gubernur.
Sementara itu, Ketua DPRD Kaltim Mukmin Faisjal menegaskan bahwa Pemprov/Pemkab siap terjun ke bisnis ini. Dia optimistis investasi Rp 20 triliun per tahun dapat dipenuhi.
“Saya lihat, memang kami mampu,” terangnya. Politisi Partai Golkar ini mengatakan, untuk menggolkan upaya tersebut, sekaligus mengoperasikan Blok Mahakam, Pemprov Kaltim tak sendirian. Bersama Pemkab Kukar, akan dilibatkan juga Pertamina dan Perusda MMP.
Kolaborasi ini diyakini sanggup memenuhi ambisi daerah. Bukan hanya segi pembiayaan, sumber daya manusia pun dirasa sanggup.
“Putra-putri Kaltim banyak yang sekolah di luar negeri. Lagi pula (jika Kaltim mendapat hak kelola pada 2017, Red) masih beberapa tahun lagi.
Sebelumnya, Pangdam menyatakan, risiko biaya dalam bisnis ini sangat besar. Makanya, tak ada pemerintah daerah di dunia ini yang berani ikut bisnis migas.
“Ambil contoh orang mengebor air. Biar dibor sampai dalam, belum tentu dapat air. Apalagi ini, mengebor minyak yang jaraknya lebih dari 4 kilometer ke dalam bumi,” jelasnya.
Menyandarkan perhitungan kepada para ahli perminyakan pun, baginya belum cukup. “Siapa yang bisa meyakinkan ada minyak di dalam tanah? Ahli-ahli pun juga kadang gambling. Perusahaan hebat pun tak jarang yang gulung tikar. Sebab itu, di sinilah media juga harus berperan, memberikan informasi dan masukan yang komprehensif,” katanya.
Pangdam mengatakan, dia sudah pernah menyampaikan pandangannya ini pada forum kepala daerah di Kaltim beberapa waktu lalu. Jika pemda akhirnya ikut serta dalam bisnis ini, hampir bisa disimpulkan dana yang digunakan adalah dari APBD -- jika tak menggandeng investor.
Nah, jika menggunakan uang rakyat, kemudian ternyata justru merugikan dan rupiah hilang triliunan, bisa daerah yang merugi. “Warganya bisa demo tujuh hari tujuh malam,” tuturnya.
(kaltimpost.co.id)
BLOK MAHAKAM: Tolak Perusahaan Asing, Serikat Pekerja
Pertamina Ancam Mogok Kerja
Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Balongan (SP-PBB) mengancam akan mogok kerja bila pemerintah masih memerpanjang kontrak eksplorasi blok Mahakam ke perusahaan asing.
Menurut rilis yang diterima bisnis, Sabtu (23/2/2013), SP-PBB meminta pemerintah mengevaluasi kembali kontrak blok Mahakam dengan Total E&P dan Inpex Corporation.
Pemerintah diminta memberikan kesempatan kepada Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara untuk mengelola dan menjadi operator blok Mahakam mulai April 2017.
Kemudian SP-PBB mendorong KPK terlibat aktif mengawasi proses penyelesaian status kontrak blok Mahakam secara menyeluruh serta kontrak-kontrak sumber daya alam lainnya.
Serta meminta Pemerintah mengutamakan aspek profesionalisme, memiliki jiwa merah putih serta keberpihakan kepada rakyat dalam menentukan Direksi Pertamina kedepan.
“Apabila hal tersebut di atas tidak diindahkan, maka Pekerja Pertamina Refinery Unit VI Balongan bersama-sama Pekerja Pertamina di seluruh sentra operasi unit Pertamina di bawah naungan FSPPB, akan melakukan AKSI INDUSTRIAL ( mogok kerja ),” tegas Samsudin, Ketua SP-PBB.
Dijelaskan, Blok Mahakam di Kalimantan Timur sejak 31 Maret 1967 dikelola oleh perusahaan asal Perancis yang kontraknya akan berakhir pada 2017 dengan hak partisipasi (participating interest/PI) dimiliki Total dan Inpex Corporation masing-masing 50%.
Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5 tcf) cadangan telah dieksploitasi, menghasilkan pendapatan kotor sekitar US$ 100 miliar.
Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan harga gas yang terus naik, berpotensi menghasilkan pendapatan kotor lebih dari US$ 187 miliar atau sekitar Rp. 1700 triliun.
Hingga 2011 blok tersebut telah menghasilkan gas sebanyak 2.200 MMSCFD dan minyak 93.000 barel per hari. Diperkirakan sisa cadangan gas blok ini sekitar 12,7 triliun kaki kubik.
Saat ini, Pemerintah cenderung kembali menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam tersebut kepada pihak asing.
“Pernyataan Pemerintah melalui Menteri ESDM Jero Wacik, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Rudi Rubiandini, yang meragukan kemampuan anak bangsa, benar-benar sangat mencederai Nurani Rakyat”.
(bisnis-kepri.com)
Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Balongan (SP-PBB) mengancam akan mogok kerja bila pemerintah masih memerpanjang kontrak eksplorasi blok Mahakam ke perusahaan asing.
Menurut rilis yang diterima bisnis, Sabtu (23/2/2013), SP-PBB meminta pemerintah mengevaluasi kembali kontrak blok Mahakam dengan Total E&P dan Inpex Corporation.
Pemerintah diminta memberikan kesempatan kepada Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara untuk mengelola dan menjadi operator blok Mahakam mulai April 2017.
Kemudian SP-PBB mendorong KPK terlibat aktif mengawasi proses penyelesaian status kontrak blok Mahakam secara menyeluruh serta kontrak-kontrak sumber daya alam lainnya.
Serta meminta Pemerintah mengutamakan aspek profesionalisme, memiliki jiwa merah putih serta keberpihakan kepada rakyat dalam menentukan Direksi Pertamina kedepan.
“Apabila hal tersebut di atas tidak diindahkan, maka Pekerja Pertamina Refinery Unit VI Balongan bersama-sama Pekerja Pertamina di seluruh sentra operasi unit Pertamina di bawah naungan FSPPB, akan melakukan AKSI INDUSTRIAL ( mogok kerja ),” tegas Samsudin, Ketua SP-PBB.
Dijelaskan, Blok Mahakam di Kalimantan Timur sejak 31 Maret 1967 dikelola oleh perusahaan asal Perancis yang kontraknya akan berakhir pada 2017 dengan hak partisipasi (participating interest/PI) dimiliki Total dan Inpex Corporation masing-masing 50%.
Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5 tcf) cadangan telah dieksploitasi, menghasilkan pendapatan kotor sekitar US$ 100 miliar.
Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan harga gas yang terus naik, berpotensi menghasilkan pendapatan kotor lebih dari US$ 187 miliar atau sekitar Rp. 1700 triliun.
Hingga 2011 blok tersebut telah menghasilkan gas sebanyak 2.200 MMSCFD dan minyak 93.000 barel per hari. Diperkirakan sisa cadangan gas blok ini sekitar 12,7 triliun kaki kubik.
Saat ini, Pemerintah cenderung kembali menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam tersebut kepada pihak asing.
“Pernyataan Pemerintah melalui Menteri ESDM Jero Wacik, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Rudi Rubiandini, yang meragukan kemampuan anak bangsa, benar-benar sangat mencederai Nurani Rakyat”.
(bisnis-kepri.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar