Tanggal 13 Aban diperingati oleh orang-orang Iran sebagai sebagai ‘Hari Melawan Kekuatan Arogan Global'. Pada tanggal 13 Aban 1358 Hs yang bertepatan dengan 4 November 1979, mahasiswa revolusioner Iran mengambilalih Kedubes AS yang diyakini telah berubah menjadi sarang spionase untuk menggulingkan Republik Islam Iran yang baru lahir.
Berbagai dokumen yang
ditemukan di dalam kedutaan tersebut menunjukkan bahwa Washington menggunakan perwakilannya di Tehran
ketika itu untuk merancang kudeta terhadap Republik Islam. Pendiri Republik
Islam Imam Khomeini memuji langkah para mahasiswa itu, dan menyebutnya sebagai
"Revolusi Kedua" bagi bangsa Iran.
Sebaliknya, Washington memandang aksi tersebut sebagai sinyal perang terhadap
AS. Sejak itu, Gedung Putih melancarkan berbagai cara untuk melumpuhkan
Republik Islam. Namun tidak ada satupun yang berhasil, semuanya kandas
membentur dinding. Pasca pengambilalihan perwakilan pemerintah AS di Tehran, Washington
melancarkan operasi Eagle Claw pada 24 April 1980. Namun di luar prediksi
Pentagon, serangan tersebut gagal total. Setelah itu, AS semakin gencar menekan
Iran
dari berbagai sisi. Terkait hal ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran,
Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Pada peristiwa 13 Aban
1343 HS (4 November 1964) yang terkait dengan pengasingan Imam Khomeini (ra),
maupun peristiwa pembunuhan para pelajar oleh kaki tangan rezim Pahlevi tahun
1357 HS (4 November 1978), ataupun peristiwa pengambilalihan sarang spionese
(kedutaan Besar Amerika Serikat di Tehran) tahun 1358 HS (4 November 1979)
muncul dua kubu, bangsa Iran dan Imam Khomeini ada di satu sisi, sementara di
sisi lain adalah rezim AS. Ini menunjukkan adanya pertarungan antara bangsa Iran dan pemerintah AS,"
Rahbar dalam pertemuan dengan ribuan pelajar dan
mahasiswa Rabu pagi (31/10) menjelaskan periode perjuangan bangsa Iran selama 60
tahun melawan kekuatan arogan global. Beliau menekankan bahwa dalam pertarungan
ini AS mengalami kekalahan beruntun yang membuatnya kehilangan kekuatan
politik, ekonomi, militer dan prinsip pemikirannya. Sementara itu, pemerintahan
Islam semakin maju secara materi dan spiritual.
Dalam pandangan Ayatullah Khamenei, gelombang
permusuhan AS terhadap Iran
kian hari bukannya semakin surut, tapi justru kian pasang. Perjuangan itu sudah
dimulai sejak AS terlibat langsung dalam kudeta 28 Mordad 1332 HS (19 Agustus
1953) untuk menggulingkan pemerintahan Mosaddeq. Beliau menandaskan,
"Dalam peristiwa itu, demi kepentingan arogansinya, dalam sebuah skenario
bersama Inggris, AS terlibat kudeta untuk menggulingkan
pemerintahan Dr Mosaddeq. Padahal, Mosaddeq tak punya permusuhan apapun dengan
AS bahkan mempercayainya. Dengan kudeta itu, AS membuat Mohammad Reza Pahlevi
berkuasa penuh di negara ini."
Lebih lanjut Rahbar menyebut kebangkitan rakyat
pada 15 Khordad 1342 HS (5 Juni 1963) sebagai akibat dari kekejaman rezim
dukungan AS yang berlangsung selama sepuluh tahun setelah kudeta. Beliau
menambahkan, "Akhirnya
AS terlibat secara langsung dan
menuntun rezim untuk mengasingkan Imam Khomeini pada tahun 1343 (1964). Secara
lahiriyah, rezim berhasil menguasai keadaan padahal ini bukan kemenangan yang
hakiki baginya."
Menyinggung kondisi mencekam di Iran sejak tahun
1964 dan hegemoni mutlak AS sehingga membuatnya mudah melakukan apa saja
termasuk menjarah kekayaan negara ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam
mengatakan, "Akhirnya, lahir gerakan agung rakyat Iran di bawah
kepemimpinan Imam Khomeini. Dengan resistensi dan pengorbanannya, revolusi
Islam bangsa ini berhasil mencapai kemenangan pada tahun 1979 dengan
menumbangkan pemerintahan yang hanya bergantung kepada AS."
Beliau menyebut pembentukan pemerintahan Islam
setelah perjuangan yang berlangsung selama 25 sebagai kemenangan bangsa Iran atas AS,
seraya menambahkan, "Permusuhan dan gangguan AS dimulai sejak awal
kemenangan revolusi Islam. Pusat semua konspirasi itu adalah kantor Kedutaan
Besar AS di Tehran yang sekarang dikenal dengan nama sarang mata-mata."
Menurut Rahbar, aksi para mahasiswa sebagai lapisan
paling istimewa dalam perjuangan bangsa Iran yang menduduki sarang
mata-mata AS pada 13 Aban 1358 HS (4 November 1979) adalah kekalahan telak
lainnya yang diderita AS. Tak heran jika dalam 34 tahun terakhir ini, AS selalu
berkonspirasi dan melakukan tipudaya untuk membalas kekalahan besar yang
dideritanya tahun 1979. Sebab, kekalahan saat itu bukan hanya kekalahan AS di
Iran, tapi juga di seluruh kawasan. Ayatullah Khemenei menuturkan, "Apa
yang kita saksikan di utara Afrika dan Dunia Arab saat ini, juga kian besarnya
kebencian bangsa-bangsa dunia terhadap AS adalah hasil dari kekalahan di masa
itu."
Mengenai hasil pertarungan antara AS dan Iran, Ayatullah
Khamenei mengatakan, "Masalah yang sangat penting adalah siapakah yang
memenangi pertarungan enam dekade ini. Sebab, jika satu bangsa yang beriman,
bertekad kuat dan bertawakkal kepada Allah Swt berhasil keluar sebagai
pemenang, maka bangsa itu akan menjadi panutan bagi bangsa-bangsa lain, dan
akan lahir filosofi baru untuk sejarah yang berlandaskan pada prinsip-prinsip
ajaran Islam."
Setidaknya terdapat sejumlah alasan mengapa Rahbar
menyebut bangsa Iran
sebagai pemenang pertarungan melawan AS. Pertama, keberhasilan Iran melahirkan
sistem demokrasi religius yang diwarnai dengan partisipasi luas rakyat dalam
pemilihan umum yang berlangsung sejak 34 tahun lalu. Ayatullah Khamenei
mengatakan, "Inilah revolusi yang dijanjikan oleh AS untuk dihancurkan
dalam hitungan beberapa bulan. Tapi sekarang, revolusi ini telah meraih
tempatnya yang istimewa di kawasan dan di dunia."
Kedua, pemerintahan Republik Islam kian hari
semakin kokoh. Selama 34 tahun ini pemerintahan Islam di Iran bukannya runtuh
tetapi justru semakin kuat, besar dan bersinar. Buktinya adalah generasi muda Iran saat ini.
Meski tidak menyaksikan rangkaian peristiwa revolusi dan tidak mengalami masa
perang pertahanan suci, juga tak pernah melihat Imam Khomeini, tetapi semangat,
tekad dan keimanan mereka sama seperti para pemuda yang membidani kelahiran
revolusi. Mereka ada di semua lini untuk bekerja, berusaha dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkait masalah ini, Rahbar menyinggung
partisipasi luas generasi muda dalam berbagai acara religius seperti acara
pembacaan doa Arafah, i'tikaf, malam Lailatul Qadr, dan acara duka bulan
Muharram.
Ketiga, di tengah derasnya kampenya hitam media
mainstream dan gelombang tekanan negara-negara arogan dunia, Iran dan Imam
Khomeini semakin dikenal di dunia sebagai model alternatif melawan hegemoni
global.
Keempat, di tengah gencarnya tekanan Barat, Iran
meraih kemajuan Iran di berbagai bidang, dari sains dan teknologi serta
pembangunan, kematangan wawasan, pengaruh, dan kontribusi Iran di arena
regional dan global. Selain itu, Iran juga mengukir kemajuan di
bidang spiritual seiring dengan kemajuan material.
Di sisi lain, posisi dan kedudukan AS kian hari
semakin merosot di arena internasional. Pemimpin Besar Revolusi Islam
menjelaskan posisi dan kedudukan AS saat ini seraya menandaskan, "Tak ada
yang meragukan bahwa dibanding tiga puluh tahun yang lalu, dari sisi kekuatan
dan wibawa di dunia, AS saat ini sudah terpuruk hingga tiga puluh level lebih
rendah. Orang AS sendiri mengakui kenyataan ini."
Dalam masalah demokrasi, kebohongan AS juga sudah
terkuak di mata dunia. Tak ada lagi orang yang ragu bahwa AS yang mengaku
memperjuangkan demokrasi justeru membela rezim-rezim yang paling otoriter dan
diktator di kawasan dan di dunia. AS pun mengalami kekalahan dalam berbabagi
perang yang disulutnya sendiri. Gedung Putih harus menebus kekalahan telak
dalam perang di Irak, Afghanistan, dan lainnya. Washington pun mengalami
kegagalan dalam mewujudkan Proyek Timur Tengah Baru. Tentang keberhasilan Iran
menghadapi konspirasi AS, Rahbar dalam pidatonya mengungkapkan kunci utamanya,
"Inilah pelajaran berharga, ketika sebuah bangsa (seperti Iran) memiliki
tekad baja dan resisten, bertawakal kepada Allah swt dan berjuang dengan harta
dan jiwanya, mereka berhasil menjadi pemenang dalam perjuangan sulit dan
pertarungan terbesar, meskipun tidak memiliki dana sebesar musuh, persenjataan
dan kemajuan sains yang tidak sebanding dengan musuh, penduduk yang jauh lebih
kecil dari musuh, medianya pun tidak satu persenpun dari jumlah yang dimiliki
musuh."
(IRIB Indonesia/PH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar