"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Senin, 24 Desember 2012

Republik Islam Iran dan Warga Minoritas Nasrani


Pengaruh Revolusi Islam di Dunia Nasrani
Revolusi kita bukan hanya mengalirkan spirit umat Islam untuk kembali kepada Islam, tetapi juga membuahkan pengaruh positif untuk kalangan Nasrani. Terimbas oleh pengaruh revolusi Islam, masyarakat berbagai negara yang sekian lama terasing dari agamanya, Nasrani, akhirnya ikut bersemangat untuk kembali kepada spiritualitas dan agama.


Kondisi ini menjadi satu pendahuluan bagi kehancuran imperium Timur dan konstruksi doktrin marxisme di dunia. Ini adalah peristiwa yang amat menakjubkan dan sangat fenomenal. Kemudian, posisi Republik Islam Iran juga terangkat oleh kedahsyatan resistensinya terhadap kekuatan-kekuatan raksasa yang lahir dari rahim doktrin materialisme, yaitu doktrin yang sama sekali tidak apresiatif terhadap etika, spiritualitas, dan agama.


Kerukunan Hidup di Iran

Pemerintahan Republik Islam Iran ada di sebuah negara yang memang terhiasi oleh kerukunan hidup antarumat beragama. Umat Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan Islam bisa hidup berdampingan di bawah pemerintahan Islam. Mereka kooperatif dan ikut berkiprah dalam pemerintahan. Karena itu, tentu ada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintahan Islam terhadap mereka. Pemerintahan Islam tidak pernah mengeluhkan perilaku warga minoritasnya. Bahkan, ketika musuh-musuh Republik Islam mencoba mengusik Iran dengan isu penindasan warga Yahudi, ternyata warga Yahudi sendiri angkat bicara membela pemerintahan Islam Iran. Ketika hal serupa terjadi berkenaan dengan warga Nasrani, pembelaan terhadap Republik Islam juga dilakukan warga Kristen Armenian dan beberapa sekte Nasrani lainnya. Semua ini jelas merupakan kebanggaan bagi Republik Islam.

Warga Minoritas Nasrani Iran

Berikut ini adalah Pesan Rahbar Dalam Pertemuan Dengan Uskup Agung Kristen Armenian dan Para Wakil Rakyat Armenian di Majelis Shura Islam;
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Kami merasa bahagia atas kesejahteraan, ketentraman, dan kebahagiaan saudara-saudara kami setanah air dari kalangan Nasrani, begitu pula atas adanya sebagian dari mereka yang ikut mengabdi kepada negara. Ini sesuai dengan apa yang kita kehendaki. Kita sama-sama menghendaki warga penganut agama minoritas di negeri kita ini, baik Nasrani, Yahudi, maupun Zoroaster, ikut menikmati keamanan, ketenteraman, dan semua haknya sebagai warga negara. Dan –alhamdulillah- harapan ini terpenuhi.
Kami juga perlu menyampaikan apresiasi kami atas simpati dan duka cita saudara-saudara yang mulia atas bencana gempa bumi Bam, walaupun simpati Anda ini memang sudah sewajarnya. Di era Perang Pertahanan Suci selama delapan tahun pun warga Kristen Armenian Iran juga ikut berkiprah besar di bidang logistik dan teknis, sebab warga Armenian di Tehran maupun di tempat-tempat lain banyak yang mahir di bidang teknik. Bahkan sejak sebelum kemenangan revolusi Islam, saya sendiri tahu persis kemahiran warga Armenian di bidang teknik semisal teknik otomobil. Saat kita dilanda perang, mereka datang kepada kami dan menyatakan siap memainkan peranan.
Sekitar tahun 1359 – 1360 (1980-1981) mereka bergegas ke Ahvaz dan mendirikan kamp-kamp di sana. Saya sempat meninjau kamp-kamp mereka. Di kesempatan lain ketika saya berada di Tehran saya didatangi sekitar 100 orang warga Armenian yang menyatakan keinginannya untuk ikut berperang. Mereka minta dikirim ke medan laga. Saya lantas menginstruksikan supaya mereka diberangkatkan dengan pesawat terbang. Karena itu, bukanlah sesuatu yang mengejutkan ketika Anda turut berbelasungkawa atas tragedi Bam.
Saya tentu menjalin hubungan silaturahim sebaik dan sedekat mungkin dengan keluarga-keluarga Armenian dan Ashuri di Tehran yang telah ikut mempersembahkan anggota keluarganya sebagai martir di medan pertempuran. Saya memahami kebaikan hati dan jiwa mereka. Semoga Allah memberi kita kemampuan bergerak di jalan yang benar. Semoga Allah senantiasa mencurahkan kasih sayang dan petunjuk-Nya kepada kita semua. Salam sejahtera saya untuk segenap warga Armenian atas tibanya tahun baru dan hari raya kelahiran Al-Masih as.

Sumber : Nasrani dalam prespektif rahbar (http://indonesian.khamenei.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=417&Itemid=12#Topp)


*******************************************
Hadiah Natal dari Imam Khomeini


Di malam kelahiran Yesus, kami sedang duduk untuk merayakannya, ketika tiba-tiba bel rumah berbunyi. Ayah menuju pintu dan aku mengikutinya. Seseorang dengan buket kembang dan sekotak permen, berkata, “Ini hadiah dari Ayatullah Khomeini. Dia mengucapkan selamat kepada kalian di hari kelahiran Yesus (salam baginya) dan menyampaikan maaf dengan hormat kalau mengganggu perayaan Natal dan kehadirannya mengganggu desa.”

Penulis dan pemikir Lebanon, Dr. Hasan Az-Zain menulis, “Imam Khomeini mewakili peristiwa besar dalam sejarah. Nama Khomeini identik dengan pergerakan Islam dan sesuatu yang bersih dan abadi. Tidak mungkin memisahkan gagasan Imam Khomeini dan pergerakan yang dihasilkan dari pandangannya tentang apa yang terjadi di seluruh dunia Islam dan lainnya. Ide dan jalan Imam itu hidup dan menghidupkan.”

Imam Khomeini memiliki karakteristik yang begitu mulia, yang dengan itulah ia menghasilkan gelombang pasang surut revolusi Islam dan mengembalikan kepada masyarakat semangat kebenaran, keadilan, kebebasan, persaudaraan, pengorbanan diri dan membela kebajikan.



Bahkan non-muslim terkesan dengan kepribadian dinamis Imam Khomeini. Dokter asal Prancis, Dr. Louie, yang masih remaja pada akhir tahun 1978, bercerita ketika Imam menjadikan sebuah desa di Paris, Neauphle lè Château, sebagai tempat tinggal sementaranya sebelum kepulangannya yang bersejarah ke Tehran dari pengasingan:

Suatu hari dalam perjalanan menuju ke rumah dari sekolah, aku melihat keramaian orang-orang di gang yang mengarah ke tempat tinggalku. Ada beberapa wartawan dengan kamera menggantung di dada mereka. Mereka mengintai ke dalam taman dari atas pintu gerbang taman dari kayu hijau. Aku berusaha masuk ke dalam kerumunan; semakinku masuk semakin sulit aku mencari tahu.

Aku bertanya ke wartawan apa yang terjadi. Dia mengatakan beberapa peristiwa penting akan terjadi. Dia bertanya apakah aku tinggal di desa itu.

“Ya, rumah kami ada di sana,” aku menunjuk rumah.

“Desa kamu akan segera menjadi desa paling terkenal di dunia,” kata wartawan itu.

“Aku tidak mengerti maksudmu. Peristiwa penting apa yang akan terjadi di desa kami sehingga begitu penting?” tanyaku.

“Kamu pernah dengar nama Ayatullah Khomeini?” tanyanya.

Nama itu tidak asing bagiku. Aku telah mendengar nama itu beberapa kali sebelumnya dari radio dan televisi serta foto di surat kabar. “Maksudmu pemimpin agama Iran?” tanyaku pada wartawan.

“Tepat. Dia sudah tiba di desa ini. Dia akan menjadi tetanggamu,” katanya.

Wartawan itu melanjutkan bahwa ia dan rekannya sedang menunggu izin dari Ayatullah Khomeini untuk wawancara. Saya semakin penasaran untuk melihat pribadi besar ini. Setiap pertemuan bisa menjadi bahan pembicaraanku di depan teman-teman kelas.

“Akankah mereka mengizinkanku masuk jika aku menunggu?” tanyaku.

“Saya tidak tahu,” jawabnya, “kamu harus tanya orang yang berdiri di samping pintu taman.”

Aku segera meninggalkannya dan bertanya kepada orang yang bertugas apakah aku punya kesempatan untuk bertemu dengan Ayatullah Khomeini.

“Kami tinggal beberapa langkah dari sini. Bisakah aku mengunjungi Ayatullah Khomeini?” tanyaku.

“Apa yang kamu ketahui tentangnya?” dia bertanya padaku.

“Aku tahu Ayatullah Khomeini adalah pemimpin agama Iran. Koran memuat foto-fotonya setiap hari.”

Pria itu berpikir sejenak dan bertanya apakah ada orang lain selainku yang ingin bertemu Ayatullah Khomeini. Aku menunjuk wartawan itu dan berkata, “Mereka juga ingin. Aku berjanji untuk melihatnya beberapa detik dan tetap tertib.”

Beberapa detik kemudian pintu gerbang taman terbuka lebar untukku. Ayatullah Khomeini adalah orang tua dengan sinar yang memakai jubah keagamaan dan serban hitam di kepalanya. Aura spiritual mengalir darinya. Aku berpikir sejenak bahwa Al-Masih (Yesus) ada di hadapanku.

Satu jam berlalu sejak aku masuk dan aku tidak membayangkan betapa cepatnya waktu berlalu. Aku kembali ke rumah dan memberi tahu ibu. Aku bertanya, “Apakah kedatangannya ke desa kita membuat masalah?

“Saya pikir tidak, tapi ayahmu sedang mencari ketenangan dan tidak akan ada ketenangan lagi di sini,” jawabnya.

Ibu benar. Hari itu ayah kembali ke rumah dari pekerjaannya. Ia marah sambil melepas mantelnya, duduk di sofa dan mengeluh, “Tahun ini saya terus dibuntuti kegagalan. Di satu sisi perusahaan menghadapi kebangkrutan dan di sisi lain, desa kita kehilangan kedamaiannya.”

Ibuku menghiburnya dengan berkata, “Jangan khawatir, koran menulis kalau Ayatullah Khomeini akan pergi dalam beberapa hari lagi ke Iran, jadi tempat ini akan menjadi damai kembali.”

Beberapa hari sebelum Natal, aku mulai tidak semangat dengan pekerjaan rumah. Imam Khomeini terus menguasai pikiranku. Aku mengatakan kepada ayah kalau ia ingin melihat seseorang, yang mengilhami perasaan yang sama seperti Yesus (salam baginya), maka ia harus datang dan mendengar Ayatullah Khomeini.

Berbeda dengan harapanku, ayah memutuskan untuk mengadu kepada polisi. Aku kehilangan kesabaran dan bertanya mengapa ia menolak untuk melihat Ayatullah Khomeini.

“Dia sama seperti penceramah agama lainnya. Dia pasti hanya akan memberikan nasihat,” kata ayah.

“Ayah selalu menasihati aku untuk tidak berburuk sangka. Saya pikir ayah orang yang rasional… dia akan berpidato pada hari ini. Ayo kita pergi mendengarkannya, setidaknya demi putramu. Ayah bisa pergi kalau tidak puas,” kataku pada ayah.

“Kapan kita harus pergi?” tanya ayah.

“Kurang dari setengah jam lagi. Dia terbiasa dengan tepat waktu,” kataku dengan empati.

Ketepatan waktu Ayatullah Khomeini sangat mengesankan saya. Dia datang tepat waktu dan duduk di tempat biasa di mana dia bertemu wartawan. Semua berdiri sebagai tanda penghormatan kepada ayatullah agung ini. Dia duduk di bawah pohon rindang dan mulai berbicara dengan tenang dengan suara yang lembut. Penerjemah bersiap menyampaikan pidatonya ke dalam bahasa Perancis.

Beberapa menit kemudian, aku melihat wajah ayah. Dia mendengar dengan seksama. Ada sinar dari air matanya dan tampak jelas ia sangat terkesan oleh Ayatullah Khomeini. Aku bernapas lega. Di hari lain, kami juga mendengarkan Ayatullah Khomeini dan ayah tidak lagi marah.

Di malam kelahiran Yesus, kami sedang duduk untuk merayakannya, ketika tiba-tiba bel rumah berbunyi. Ayah menuju pintu dan aku mengikutinya. Seseorang dengan buket kembang dan sekotak permen, berkata, “Ini hadiah dari Ayatullah Khomeini. Dia mengucapkan selamat kepada kalian di hari kelahiran Yesus (salam baginya) dan menyampaikan maaf dengan hormat kalau mengganggu perayaan Natal dan kehadirannya mengganggu desa.”

Ayah menerima bunga dan kotak permen itu. “Sampaikan terima kasih kepadanya.” Ayah berdiri kagum pada semua cinta dan kasih sayang yang diberikan. Dia masuk ke ruangannya tanpa berkata apa-apa lagi. Beberapa menit kemudian aku mendengarnya menangis.

Ibu bertanya apa yang terjadi. Aku bergegas menujunya untuk menjelaskan. “Tahun ini Al-Masih memberi kita hadiah; bunga dan permen.”

Inilah pelajaran praktis dari marja’ (ulama rujukan agama) masa itu bagi kita semua tentang bagaimana seharusnya kita berperilaku selama musim liburan ketika lebih dari separuh dunia merayakan kelahiran Nabi Isa alaihisalam. Apakah kita hanya mengatakan “perayaan ini bukan buat saya, tidak ada hubungannya dengan saya” atau “saya tidak tertarik” dan sebagainya, atau kita menggunakan kesempatan ini untuk kerja tablig (dakwah) dan menggambarkan kepada dunia betapa indahnya Allah Swt. menjelaskan sucinya kelahiran Nabi Isa a.s. dan kedudukan spiritual ibunya, Sayidah Mariam a.s., dalam Alquran?

Disebutkan bahwa peristiwa ini tidak hanya menginspirasi Dr. Louie tapi juga banyak lainnya di Perancis, untuk mencari tahu dan meneliti Islam dan khususnya Syiah.

(ejajufri.wordpress)
************************************************


Kunjungan Rahbar ke Rumah Syahid Kristen dalam Kenangan Seorang Pasukan Pengawal


Rahbar memulai kunjungan dan pertemuannya dengan keluarga syuhada sejak awal masa Perang Pertahanan Suci ketika beliau menjabat sebagai utusan Imam Khomeini ra di Kementerian Pertahanan yakni saat menjadi wakilnya Syahid Chamran.

Ketika menjadi imam shalat Jumat di Tehran, beliau memulai kembali kunjungan ini dan meneruskannya hingga kini.

Merupakan sebuah kebanggaan bagi kami, di Tehran tidak ada keluarga dua syahid atau lebih yang belum pernah dikunjungi rumahnya oleh Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei. Hampir tidak ada daerah dan jalan-jalan utama di Tehran yang belum dikunjungi atau tidak diketahui oleh beliau. Setiap daerah kami sendiri, setidaknya saya tahu bahwa tidak ada keluarga tiga syahid, dua syahid yang belum pernah didatangi oleh beliau.

Sekitar enam, tujuh tahun di hari-hari sift kerja saya, saya yang bertugas mengatur kunjungan dan pertemuan beliau dengan keluarga syuhada. Oleh karena itu saya tahu bagaimana suasana dan kondisinya. Pertemuan dengan keluarga syuhada merupakan sebuah kelezatan tersendiri. Ada yang sangat mengharukan. Pergi ke rumah keluarga syahid yang hanya memiliki anak laki-laki semata wayang dan itupun sudah syahid. Sangat sulit bagi seorang ayah dan ibu yang membesarkan anak semata wayang, kemudian mereka serahkan anaknya di jalan Allah. Kendati mereka bangga dengan kondisinya, namun kami yang duduk memandangnya merasakan kesedihan itu.

Sebagian keluarga syuhada meski telah menyerahkan beberapa orang syahid, mereka memiliki jiwa yang betu-betul aneh. Seperti keluarga syahid Khorsand di Naziabad. Keluarga Khorsand telah menyerahkan empat orang syahid. Ayah, dua putra dan menantunya. Ibu para syuhada ini betul-betul tegar, wibawa dan mulia. Ketika ia berbicara, sesekali sampai dua kali Rahbar menangis.

Kunjungan dan pertemuan ini tidak khusus hanya untuk syuhada Syiah. Tapi untuk semua orang yang terbunuh di jalan Allah di negara kita, dari pelbagai macam agama dan keyakinannya baik Syiah, Ahli Sunnah maupun Kristen.

Pagi Hari Paskah, yang disucikan orang-orang Kristen Armenia, Ayatullah Sayid Ali Khamenei berkata, "Adalah baik jika kita pergi ke rumah beberapa orang Kristen Armenia."

Kami tidak memiliki alamat rumah orang Kristen Armenia.

Kami mendatangi gereja-gereja mereka, namun mereka malah lebih tidak tahu. Kami pergi ke kantor Bonyad Shahid (Lembaga Syahid), mereka juga tidak punya banyak informasi. Kami mendapatkan sedikit informasi dari kantor Lembaga Syahid dan selebihnya dari gereja-gereja dan daerah-daerah. Kami pergi dengan bekal informasi ini. Pagi-pagi kami pergi ke daerah Majidieh Utara. Di sana kami menemukan dua tiga keluarga. Kami mengetuk pintu dan berbincang-bincang dengan mereka.

Bila kami pergi ke rumah keluarga muslim, biasanya kami mengucapkan salam dan mengatakan, kami datang dari sebuah organisasi atau dari Basij atau dari Pangkalan Abu Dzar... Intinya mengatakan sesuatu dan menunjukkan kartu.

Sementara di hadapan orang-orang Kristen ini kami menunjukkan kartu tanda pengenal radio dan televisi Republik Islam Iran (IRIB). Kami katakan, "Malam ini adalah malam Paskah, malam suci kalian, kami ingin mengambil kalian untuk kami tayangkan." 

Setelah shalat Maghrib dan Isya kami memasuki daerah Majidieh dengan satu tim penjagaan. Kami katakan, bila pengawalan mulai bergerak, mereka akan memberitahukan dan kami akan menuju tempat tugas kami. Pengawal tidak banyak bicara dengan Walkie talkie agar jalannya tidak ketahuan orang lain. Karena akan tersadab di jaringan. Tiba-tiba saya dipanggil dari pusat dan dengan walkie talkie. Saya mengatakan, "Oke, saya sedang mendengarkan."

Dikatakan bahwa beliau sedang berada di awal jembatan Seyed Khandan. Dari jembatan Seyed Khandan sampai Majidieh tidak lebih dari 3-4 menit. Saya segera turun dari mobil dan mengetuk pintu. Seorang ibu membuka pintu. Kami hendak masuk dengan isyarat ucapan "Ya Allah...Ya Allah...", namun ia tidak paham. Akhirnya kami masuk. Karena kami harus mengerjakan sesuatu. Kami mengucapkan kata sandi seperti Noudal untuk sutradara dan Amiks untuk kru yang lain.

Sutradara pergi ke atas rumah untuk melakukan penjagaan, Amiks pergi ke ruangan bawah tanah untuk melakukan penjagaan dan yang lainnya pergi ke halaman untuk melakukan penjagaan. Pokoknya melakukan penjagaan... Itulah film kami. Ketika sudah mendekat, di walkie talkie dikatakan kalau kami sudah berada di awal Majidieh. Dengan upaya agar ibu pemilik rumah menemui Rahbar tidak dengan pakaian yang ada, saya berkata, "Maaf! Sekarang Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran akan datang ke rumah anda!"

Di berkata, "Dengan senang hati...silahkan datang...anda bilang siapa?"

Saya menyebutkan nama Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei... Begitu saya menyebutkan nama Rahbar, dia langsung jatuh pingsan di halaman.

Kami ucapkan "Ya Allah...Ya Allah..." Anak-anaknya keluar dan kami langsung berkata kepada mereka, "Bawalah ibu kalian!" Mereka membawa ibunya ke dapur.

Anak-anak perempuan berkata, "Apa yang terjadi?"

Kami berkata, "Maaf! Kami adalah orang-orang radio dan televisi yang datang pagi tadi. Tapi ternyata sekarang Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran akan datang ke rumah anda. Kepada ibu anda kami memberitahukannya, tapi lantas dia pingsan. Coba cari jalan keluarnya."

Rahbar tidak masuk rumah tanpa izin
Mereka berusaha memulihkan kembali ibunya. Tekanan darahnya turun dan mereka memberikan air gula. Dari walkie talkie diberitahukan bahwa Rahbar sudah berada di depan pintu gerbang. Saya lari untuk membuka pintu. Penjaga yang seharusnya berdiri di samping pintu pergi mendekati pintu gerbang. Kami telah melakukan penjagaan. Ayatullah Sayid Ali Khamenei turun dari mobil untuk masuk ke rumah. Beliau mendekati pintu dan mengucapkan, "Assalamualaikum."

Saya yang berada di belakang pintu berkata, "Silahkan!"

Beliau berkata, "Kalian?"

Bukannya tidak mengenal kami. Beliau berkata, "Yakni, ada apa dengan kalian?"

Kami berkata, "Pemilik rumah jatuh pingsan."

Beliau berkata, "Tidak ada keluarga yang lain?"

Kami baru ingat dua putrinya juga bisa mempersilakan Rahbar. Kami berkata, "Yang Mulia (YM)! Silakan anda masuk!"

Beliau berkata, "Tanpa izin pemilik rumah saya tidak akan masuk!"

Penjagaan dan pengamanan tidak membuat beliau lupa diri. Lebih penting dari penjagaan, bagi beliau masuk rumah orang lain tidak akan dilakukannya tanpa izin. Beliau tidak memandang dirinya dan bahwa pemilik rumah adalah seorang Kristen. Tapi masalahnya tidak mudah. Karena pengamanan Rahbar harus tetap dilakuka, sementara beliau berada di luar, di jalan utama. Itupun di perempatan jalan dengan memakai pakai ruhaniwan dan kewibawaannya sebagai seorang Rahbar. Semua orang melihatnya karena beliau tidak akan masuk ke rumah seseorang tanpa seizin pemilik rumah.

Saya segera menuju dapur. Kepada salah satu anak perempuan itu saya berkata, "Rahbar ada di depan pintu, persilakan beliau masuk!"

Mereka tidak memaki pakaian yang layak. Mereka berkata, "Kalau begitu kami akan ganti pakaian terlebih dahulu!"

Kepada Rahbar saya berkata, "Mereka masih berganti pakaian. Silakan anda masuk!"

Beliau berkata, "Tidak. Saya menunggu sampai mereka datang."

Beliau berdiri di depan pintu beberapa menit. Kami juga berusaha memanggil para penjaga yang badannya tinggi untuk mengitari beliau supaya tidak kelihatan. Tidak ada jalan lain. Kami menunggu beberapa lama. Karena mereka mahasiswi, mereka berpakaian layaknya seorang mahasiswi. Salah satu dari mereka segera menyambut Rahbar dan beliau masuk ke dalam ruang tamu. Mahasiswi ini mendekati Rahbar dan kepada beliau ia mengucapkan selamat datang. "Ibu kami ada di dalam kamar, sebentar lagi keluar," ujarnya

Rahbar memanggil saya sembari berkata, "Mereka tidak punya ayah?"

Saya berkata, "Tidak tahu. Karena tadi pagi kami tidak bertanya."

Beliau berkata, "Tidak punya sesepuh? Tidak punya saudara laki-laki?"

Kami menuju ke ruangan bagian belakang dan bertanya, "Maaf! Di mana ayah kalian?"

Mereka berkata, "Meninggal dunia."

Kami berkata, "Saudara laki-laki?"

Mereka berkata, "Kami punya seorang saudara laki-laki, itupun sudah syahid."

Kami bertanya, "Sesepuh? Seseorang?"

Mereka berkata, "Paman kami tinggal di rumah sebelah."

Kami berpikir, jalan satu-satunya yang terbaik adalah memanggil pamannya. Sekarang bagaimana caranya memanggil pamannya? Dengan kewibawaan, gaya dan bentuk tubuh, semuanya memiliki tinggi badan dua meter dengan model pakaian dan senjata. Sesama kita sendiri berkata, "Kamu mau bicara apa saja, aku bukan ahlinya. Wajahmu sangat menyolok sebagai penjaga."

Kami mengetuk pintu rumah sebelah. Seorang laki-laki membuka pintu dan mengucapkan salam.

Saya berkata, "Maaf! Kami datang untuk urusan kebaikan."

Hamba Allah ini memandang... seorang muslim basiji... datang ke rumah seorang Kristen Armenia. Untuk urusan kebaikan apa? Dia merasa takjub. Kembali lagi ke dalam rumah memakai baju kemudian datang lagi keluar. Dengan hormat kami membawanya ke rumah saudaranya. Ketika sudah berada di dalam rumah saudaranya, penjaga memeriksanya. Dia memandang dan berkata pada dirinya sendiri, "Memangnya untuk urusan kebaikan seseorang harus diperiksa?"

Setelah pemeriksaan, kepadanya kami sampaikan masalah sebenarnya. Kami berkata, "Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran berada di sini. Karena di sini tidak punya sesepuh, kami meminta anda untuk hadir juga di sini.

Ketika kami bawa masuk dan melihat Rahbar, dia langsung lemas bak mayat. Kami angkat bak mengangkat jenazah dan kami dudukkan di kursi di samping Rahbar. Tiba-tiba muncul masalah lainnya. Bahasa mereka berbeda dengan bahasa kami. Mau mengucapkan salam saja betul-betul sulit. Dengan segala kesulitan akhirnya dia mengucapkan salam kepada Rahbar dan saling menanyakan keadaan. Pada akhirnya kami telah berhasil menyiapkan teman bicara untuk Rahbar.

Ayatullah Sayid Ali Khamenei meminum teh dan makan kuenya
Kami pergi menuju ke kamar untuk mengajak ibunya menemui Rahbar. Ketika masuk ruangan, Rahbar mempersilakannya duduk di sampingnya, dan ia duduk di samping saudaranya. Kemudian beliau berkata, "Ibu! Kami datang ke sini untuk mendengarkan ucapan anda. Karena anda mengalami kesulitan, rekan-rekan memanggil pamannya anak-anak."

Anak-anak perempuannya datang dan duduk. Pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh Rahbar adalah apa kesibukan anak-anak perempuan ini?

Mereka berkata, "Mahasiswi."

Rahbar betul-betul memuji mereka dan banyak berbincang-bincang dengan mereka. Pada saat itu salah satu dari keduanya berkata, "YM! Saya ambilkan minuman air atau sirup?"

Semuanya ini adalah pelajaran. Saya sendiri tidak tahu. Saya katakan ambilkan atau jangan ambilkan? Rahbar minum atau tidak minum? Saya tidak tahu. Saya mendekati Rahbar dan kepada beliau saya bertanya, "YM! Mereka mengatakan kami ambilkan makanan atau teh?"

Rahbar berkata, "Kita sebagai tamunya mereka. Mereka bertanya kepada tamu untuk menyuguhi sesuatu atau tidak? Baiklah kalau mau menyuguhi sesuatu, kami memakannya."

Kemudian Rahbar sendiri berkata, "Iya putriku! Bila tidak merepotkan, teh atau air buah. Saya juga meminum teh dan air buah kalian."

Mereka mengambil teh, air buah dan kue sekaligus buah-buahan. Biasanya di rumah keluarga muslim, seseorang mengupas buah-buahan kemudian memberikannya ke Rahbar. Beliau berdoa kemudian kami membagi-bagikannya kepada ayah syahid, ibu syahid, putra syahid atau istri syahid. Semuanya makan sepotong-sepotong buah yang telah didoai oleh Rahbar. Di rumah orang Kristen, kita juga seharusnya melakukan hal ini. Namun kami betul-betul tidak tahu harus bagaimana. Mereka menyuguhi teh, Rahbar meminumnya. Mereka menyuguhi air buah, Rahbar meminumnya. Mereka menyuguhi kue, Rahbar memakannya.

Sekitar 40 menit Rahbar berada di rumah orang Kristen ini dan berbincang-bincang dengan mereka. Seperti di tempat-tempat lain Rahbar berkata, "Saya tidak melihat foto syahid kalian. Bawa ke sini foto syahid kita yang mulia. Saya ingin melihatnya!"

Di rumah orang muslim, biasanya terdapat empat foto besar syahid. Masing-masing di pajang di setiap kamar. Biasanya kami mengambilnya dan menyerahkannya kepada Rahbar. Namun kali ini mereka mengambil sebuah album dan memberikannya kepada Rahbar. Albumnya berisi gambar acara pengantin syahid. Mereka meletakkan album di depan Rahbar. Di halaman pertama ada foto berdua. Di tengah ada foto kenangan Fardin dengan temannya. Rahbar terus melihat-lihat album sambil berbincang-bincang dan terus membuka setiap lembaran album sampai selesai. Begitu selesai beliau berkata, "Kalian punya foto syahid yang sendirian?"

Mereka menemukan foto syahid sendirian dan meletakkannya di depan Rahbar. Rahbar mulai memuji-muji syahid dan berkata, "Baiklah! Bagaimana dia ditawan, bagaimana dia mencapai syahadah? Bisakah kalian menceritakannya kepada saya?"

Kami tahu ternyata nama syahid agung ini adalah Manukian. Selevel dengan Syahid Babai, Ardestani dan Dauran. Ia seorang pilot AU dan melakukan operasi militer udara saat Perang Pertahanan Suci. Pesawatnya F14. Ia berhasil melakukan pembalasan di Baghdad namun pesawatnya ditembak oleh musuh di Bahgdad. Ia berusaha menaikkan pesawatnya sampai titik atmosfir dan selanjutnya turun ke arah Iran. Empat motor pesawat hancur dan puing-puing pesawat jatuh di tanah Iran. Karena sistem elektronik pesawat tidak bekerja lagi, ia tidak berhasil keluar sehingga tidak bisa menyelamatkan dirinya dengan payung. Pesawat jatuh ke bumi dan ia mencapai syahadah.

Ia seorang Kristen namun tidak rela puing-puing pesawat Republik Islam Iran ini jatuh di tangan Irak. Inilah anaknya keluarga tersebut. Orang besar ini terkenal di Angkatan Udara. Di sana ia dikenal akan syahadah dan akhlaknya.

Ibu syahid berkata, "Sekarang saya tahu siapakah Ali (Imam Ali as)."

Ibu syahid berkata, "YM! Sekarang anda berada di rumah kami, bolehkah saya menyampaikan kata-kata kepada anda?"

Rahbar berkata, "Silakan! Saya datang ke sini untuk menyimak dan mendengarkan kata-kata anda."

Ibu syahid berkata, "Dari sisi budaya agama, kami berbeda dengan anda. Namun kami tetap ikut hadir di acara-acara duka anda dan seringnya kami tidak masuk ke majlis. Hari syahadahnya Imam Husein as, Hari Asyura dan Tasua kami membagi-bagikan minuman sirup kepada barisan para penduka Imam Husein as. Kami ikut serta ke dalam barisan mereka. Kami membagikannya dengan gelas sekali pakai biar mereka tidak mengalami kesulitan. Karena kami tidak minum campur dengan gelas mereka. Kami hadir dalam pertemuan-pertemuan anda dan mendengarkan ceramah-ceramah, tapi sampai kini saya tidak banyak memahaminya. Dikatakan, dalam agama anda ada seorang perempuan putrinya Rasulullah Saw yang pintu rumahnya didobrak akhirnya dadanya terluka karena kena paku di pintu. Kami tidak mengerti apa sebenarnya. Orang-orang Muslim memiliki seorang pemimpin bernama Ali as dan ditekan agar tidak mampu melakukan apa-apa selama 25 tahun. Kepemimpinannya direbut. Kamipun tidak mengerti apa sebenarnya. Selama 25 tahun ketika kepemimpinannya direbut, kesibukannya adalah di setiap akhir malam beliau mengangkat karung berisi roti dan kurma lalu membagi-bagikannya ke rumah-rumah anak yatim. Saya juga tidak mengerti akan hal ini. Tapi sekarang saya baru mengerti dan memahami siapa Ali as."

"Hari ini kedatangan anda ke rumah kami dengan pelbagai kesibukan yang anda miliki. Anda masih bisa meluangkan waktu untuk datang ke rumah kami yang berlainan agama dengan anda. Padahal uskup kami, bahkan pendeta daerah kami tidak pernah datang ke rumah kami. Anda adalah seorang pemimpin umat Islam. Saya sekarang baru mengerti dan paham bahwa Ali as yang senantiasa pergi mendatangi rumah-rumah anak yatim adalah sosok pribadi yang agung."

Kedatangan Rahbar ke rumah mereka, membuat mereka mengerti dan paham tentang Imam Ali dan 25 tahun pemerintahannya yang direbut dan Sayidah Fathimah Zahra yang terzalimi. Dengan demikian, kalau seandainya mereka pergi ke Mashad, apakah Imam Ridha as tidak mensyafaatinya?

Setelah kembali pulang dari rumah mereka Rahbar memberikan teguran kepada para penjaga. Kami berada bersama keluarga Kristen ini selama 40 menit. Tepat 40 menit bak mempelajari beberapa buku. Di rumah orang Kristen Rahbar minum air, teh, sirup dan makan kue dan buah-buahan. Sementara sebagian rekan-rekan kami tidak mau makan. Kami juga memiliki orang yang lebih Katolik dari Paus. Rahbar pergi ke rumahnya dan beliau makan makanan mereka. Sementara sebagai anggota Pasdaran seperti saya, justru tidak makan. Apakah saya lebih Hizbullah daripada Rahbar!"

Kami pamitan dengan mereka dan kembali menuju kantor. Ketika kami sampai, Rahbar berkata, "Panggil anak-anak (pasukan pengaman) ke sini!"

Mereka datang dan Rahbar berkata, "Sikap bodoh apa yang kalian lakukan ini? Kita sebagai tamu keluarga ini. Ketika pergi ke rumah mereka, mengapa kalian tidak mau makan makanan mereka? Ini merupakan sebuah penghinaan terhadap mereka! Kalau kalian tidak mau makan seharusnya jangan masuk!" 
(IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar