"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Senin, 26 November 2012

Pangkalan Militer AS di Morotai Menyandera Indonesia


SBY telah menggadaikan kedaulatan Indonesia, bila Amerika Serikat tetap diizinkan merenovasi bekas pangkalan militer Sekutu di Morotai, Maluku Utara.


Hingga hari ini bangsa Indonesia kerap mempertanyakan kedaulatan Pemerintah RI atas Free Port yang membentengi diri mereka – atas kawasan industri tambang emasnya, yang sedemikian ekslusif. Free Port selama ini agak tertutup dari pengamatan publik, baik itu dari segi produktifitas mau pun dari segi kebijakan manajemennya , seperti sewenang-wenang dalam hal penanganan limbah industri mereka. Dan rakyat setempat seringkali dirugikan. Keberadaan Free Port layaknya seperti negara dalam negara.


Boro-boro Pemerintah RI mampu mengawasi apa-apa yang ada di dalam Free Port, bahkan lucunya, TNI-Polri malahan di “sewa” oleh manajemen Free Port sebagai Satpam mereka untuk menghadapi tuntutan rakyat Papua yang tidak puas dengan Free Port.

Yang lebih mencemaskan lagi, kini ada rencana pembangunan Museum Perang Dunia II di Morotai, Maluku Utara. Pembangunannya meliputi renovasi Bandar udara dan Pelabuhan militer AS. Sepertinya SBY sedang bermain api dengan memberi “angin sorga” kepada Amerika.

Apa mungkin Pemerintah RI mampu mengawasi penggunaan berbagai sarana militer AS tersebut? Bagaimana bila landasan pesawat terbang dan pelabuhan Morotai itu, pada suatu hari kelak di gunakan oleh pihak manajemen Museum PD II sebagai pangkalan militer AS?

Sedangkan di Jakarta saja, laboratorium biologi militer AS – Indonesia United States Center for Medical Research (IUC), yang dulunya bernama Namru 2 (Naval Medical Research Unit No.2) tak terjamah oleh Pemerintah RI. Pemerintahan SBY tak bisa berbuat apa-apa, saat pihak IUC (Namru) membawa berbagai sample virus flu burung ke Amerika, untuk diteliti. Padahal sample virus flu burung itu milik Indonesia, di peroleh dari kasus-kasus flu burung yang terjadi di Indonesia, dan bahkan markas IUC berada di dalam komplek Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan (BPPK) Departemen Kesehatan RI, di jalan Percetakan Negara, Salemba, Jakarta, yang letaknya hanya “selemparan batu” dari Istana Presiden RI.

Apalagi Pulau Morotai yang letaknya sangat jauh dari Ibukota RI. Sudah tentu rencana pembangunan Museum Perang Dunia II oleh Pemerintah AS dikuatirkan dapat merongrong dan menyandera kedaulatan Republik Indonesia.



Pangkalan Militer AS Berkedok Museum

Sail Morotai, yang di selenggarakan pada 11-15 September 2012, konon dirancang sebagai media promosi sekaligus tempat parwisata bahari dan sejarah, di Maluku Utara, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan lokal maupun manca negara di Indonesia khususnya di kawasan Timur Indonesia. Kabarnya akan banyak investor asing yang berminat menanamkan modalnya di sini. Milyaran US Dollar diharapkan akan masuk ke Morotai, yang akan meningkatkan kesejahteran masyarakat setempat .

Saat pesta Sail Morotai berlangsung, para diplomatik dari Negara-negara sahabat ikut menghadiri acara tersebut, yang di buka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tepat pada pukul 10.00 WITA. Berbagai atraksi spektakuler digelar, mulai dari tari-tarian, terjun payung, pawai kapal pesiar hingga parade kapal perang dari berbagai Negara.

Di Pulau Morotai, saat ini masih banyak terdapat sisa-sisa alat-alat militer Sekutu peninggalan era Perang Dunia II, baik itu sisa-sisa kendaraan perang darat, meriam, tank, pesawat terbang, hingga kapal laut yang karam, bahkan bom-bom dan amunisi bahan peledak masih banyak tersimpan di dalam laut.

Selama ini masyarakat setempat, banyak menggunakan besi dari sisa-sisa alat perang ini untuk berbagai keperluan, seperti pagar rumah, membuat alat perkakas rumah tangga dan sebagainya. Bila mereka ingin membuat bom ikan, nelayan Morotai tinggal menyelam ke dasar laut untuk mengambil bahan peledak, kemudian merakitnya di darat.

Sehingga pihak pemerintah Amerika Serikat (AS), merasa perlu untuk “menyelamatkan” barang-barang bersejarah tersebut, dan menyatakan minat untuk membangun museum Perang Dunia II di Morotai. Pembangunan museum ini, selain memamerkan alat-alat militer dan situasi era Perang Dunia II, juga meliputi perbaikan bandara militer bekas pangkalan udara AS dan pelabuhan militer bekas armada laut AS. Dan di rancang agar dapat digunakan oleh pesawat terbang dan kapal laut yang akan berkunjung ke wilayah tersebut sebagai objek wisata.

Kantor Berita Pelita online (22/10/2012) mendapat bocoran dari Seorang diplomat, dari negara sahabat – yang menolak di sebut namanya – bertanya kepada diplomat dari negara lain: “Kenapa Negara anda menarik diri berinvestasi di Morotai?” Lalu di jawab oleh koleganya: “Bagaimana kami ingin investasi di sini, sarana dan tranfortasinya sangat sulit, jauh ke mana-mana, jauh dari ibukota RI, Jakarta. Kalau Gubernur dan Bupati Morotai tentu saja senang dengan masuknya modal asing di sini”

Yang menjadi pertanyaan tak terungkap adalah, kenapa AS sangat bersemangat untuk membuat museum di sana? Hingga memunculkan banyak presepsi dan pandangan penuh kecurigaan. Bahkan ada pula diplomat asing yang nyeletuk : “Berkedok museum, AS akan hidupkan pangkalan militer di Morotai, Maluku Utara” ujar mereka polos kepada seorang diplomat dari kedutaan besar AS untuk Indonesia. 

Janji Amerika Serikat: Museum Morotai Aman ?

Museum Perang Dunia II ini akan dikonsep seperti lazimnya museum –museum militer yang ada di seluruh dunia. Yang akan menjadi daya tarik dari Museum Morotai ini adalah berfungsinya kembali Bandar udara bekas landasan pesawat tempur AS dan Pelabuhan bekas armada angkatan laut AS, yang dengan seksama akan digunakan hanya sebatas kegiatan wisata. AS memberi jaminan bahwa tidak akan pernah menggunakan Morotai sebagai pangkalan militer lagi.

Yang menjadi pertanyaan: benarkah pihak AS akan menepati janjinya? Bagaimana bila suatu hari terjadi perang di kawasan Laut China Selatan atau di kawasan Korea? Sedangkan pangkalan militer mereka di Philipina sudah tidak ada lagi – sudah lama di tutup. Begitu pula pangkalan militer AS di Jepang yang kini di tentang oleh penduduk setempat.

Apa mungkin Pemerintah RI mampu 100 persen mengawasi kegiatan “Museum” Pangkalan Militer AS di Morotai? Bagaimana bila suatu hari, tiba-tiba AS berniat jahat untuk mencerai-beraikan kawasan timur Indonesia? Misalnya terjadi konfrontasi antara RI dengan AS?

Sedangkan saat ini saja, AS telah menempatkan tentaranya – pindahan militer AS eks Irak – di pangkalan militer AS di Darwin, Australia bagian utara. Pada kondisi ini saja, dengan adanya penempatan militer AS di dekat Pulau Jawa, sudah merupakan ancaman dan tekanan bagi Indonesia. Nah, bagaimana bila Museum militer Morotai jadi? SBY telah menggadaikan kedaulatan Indonesia, bila Amerika Serikat tetap diizinkan merenovasi bekas pangkalan militer Sekutu di Morotai, Maluku Utara.

(pelitaonline)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar