"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Selasa, 27 November 2012

Keresahan Beberapa Kalangan Masyarakat atas Liputan Pemberitaan Media Massa Indonesia yang Cenderung Memihak Amerika


Catatan Redaksi: Beberapa waktu lalu tim redaksi Global Future Institute memantau dan menyerap berbagai tanggapan masyarakat atas politik pemberitaan media massa kita terkait memanasnya konflik di Suriah dan serangan Israel ke jalur Gaza. Berikut selintas beberapa pandangan mereka. 


Satrio Arismunandar, Wartawan Senior dan mantan Produser Trans TV: 

Coba perhatikan cara pemberitaan media-media Indonesia liput tentang Konflik di Timur Tengah. 

Di news agency yang didominasi AS, Inggris, Perancis, kita sering membaca ungkapan "warga sipil terkena bom buatan Rusia, rudal buatan Soviet, roket buatan Iran,... dan seterusnya". Tetapi mereka tidak pernah menulis: "warga sipil Palestina dibom dengan bom-bom buatan Amerika, pesawat-pesawat buatan Amerika, rudal buatan Amerika..." 


Sejumlah media di Indonesia sering mentah-mentah menterjemahkan gaya pemberitaan yang tidak berimbang macam ini. Makanya saya sering bilang, wartawan itu tidak cukup sekadar jadi "profesional" (mengerti teknis), tapi harus mengerti ideologi dan politik pemberitaan. Wartawan itu bukan sekadar tukang ketik.


Cokrogeni Ibrahim, Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia:


Saya menduga jaringan media Indonesia sudah dikuasai agen-agen CIA (AS), MI-6 (Inggris), Mossad (Israel) dan antek-antek Arab mereka (Arab Saudi, Qatar, Turki, dan lain-lain). Dalam krisis Suriah, sangat jelas media-media TV yang menjadi mainstream (arus utama) opini publik berkiblat pada Al-Jazeera (Qatar) yang merupakan corong propaganda neo-kolonialisme AS dan para sekutu baratnya. 


Amin, Institute for Strategic and Development Studies: 


Saya barusan juga baca Strait times Singapura. menyebut para pejuang Palestina sebagai militan bukan pejuang. dan menutupi kerusakan yang mengenai Israel seolah iron dome itu ampuh. 

Buat saya tidak habis pikir gimana ceritanya media massa luar negeri bisa begitu mempengaruhi kebijakan keredaksian media-media kita di Indonesia. 


Yossie Noor Yanto, Ibu Rumah Tangga:


Yang amat memprihatinkan saya, media-media massa kita sekarang kiblatnya tergantung siapa investor pemilik media-media kita sekarang. 


Kgpa Arifuddin, Guru pada sebuah SMA di Indramayu, Jawa Barat:


Seorang teman dari Israel mengabarkan dengan sebenarnya, beliau mengatakan bahwa “Media Kami tidak melaporkan keluar berapa banyak kerusakan yang diderita Israel akibat serangan balasan yang dilancarkan Hamas”. Beliau mengatakan bahwa paling tidak 62 tentara Israel tewas yang pada umunya adalah para pria tentara angkatan darat selama perang yang telah berlangsung 3 hari. Beliau juga melaporkan bahwa Perdana Mentri melakukan pertemuan darurat dengan memanggil seluruh petugas disebabkan Hamas berhasil menghancurkan 2 jet temput jenis Fighter. Mereka berasumsi bahwa jika mereka memulai serangan darat maka mereka akan menghadapi lebih banyak masalah dibanding perang sebelumnya,disamping itu mereka berasumsi karena Hamas mampu menghancurkan Jet Fighter adalah mungkin bahwa Hamas dapat menggunakan senjata lebih baru dan canggih. Demikian laporan seorang teman dari Israel. 


Deddy Prihambudi:
Lucu, Media "Mainstream" di Indonesia Justru Mendukung Oposisi Suriah


Tangapan pembaca terkait artikel berjudul "Terkait Suriah, SBY Dinilai Pro Amerika": Saya pribadi menerima semua INFO UPDATE dari medan tempur, langsung dari reportase teman-teman di Suriah. Semua yang diomongkan media sini, bohong belaka. Apa buktinya? sederhana saja. PBB menyatakan bahwa kekuatan "oposisi" di Suriah harus diwaspadai. Mereka tidak cukup ingin menjatuhkan Dr Bashar Assaad, namun juga memiliki agenda sendiri, yang tidak selalu paralel dengan demokrasi, HAM dan prinsip universal lainnya.

Bashar Assad membangun Suriah yang multikultur dan multiplural. Inilah yang justru tidak diinginkan oleh kaum "oposisi". Semua minoritas dijaga oleh Bashar Assad. Namun lucunya, semua media massa "mainstream" di sini justru mendukung oposisi. Lucu.! Apa bedanya media massa ini, dengan pers radikal?
Bagi saya, profesi jurnalis adalah pertama-tama adalah profesi intelektual. Jika jurnalis tidak memiliki kecepatan menangkap "gejala" dari apa yang dilihatnya, maka, akibatnya sangat parah. Jurnalisme mampu membangun gambaran "pertama" pada pemirsanya. Saya punya contoh-contoh kasus. Pertama, soal Suriah. Bahkan PBB dan penengah PBB, yaitu Lakhdar Brahimi menyatakan bahwa kasus Suriah sangat kompleks. Semestinya, jurnalis sini menelaah, apa sebab PBB sampai pada kesimpulan ini. KOMPAS, semisal, sangat getol menghancurkan citra Dr Bashar Asad. Kompas lupa, kaum oposisi bersenjata itu juga membantai minoritas kristen Armenia, yang selama ini dilindungi Pemerintah Suriah. kasus berikutnya, dikatakan ini perang Sunni vs Syi'ah . Ini lebih bebal lagi. Dr Bashar Assad jelas Sunni, dan mayoritas Ulama Sunni mendukung Dr Bashar Assad.

Contoh kedua, TV One, yang kini setiap tengah malam menyiarkan edisi Timur tengah. Apakah redaksi TV One perlu kita beri pendidikan dasar jurnalistik? Apakah TV One tidak bisa membedakan, mana ANALIS Timur Tengah, dana mana PENERJEMAH bahasa Arab? ini rancu. Semua TKI/TKW yang puluhan tahun hidup di Timur Tengah pun, mampu menjadi TRANSLATOR bagi TV One, untuk sekedar menterjemahkan Al jazeera edisi Arabic.



(theglobal-review.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar