Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemarin kembali mengeluh. Kali anak-anak di acara perayaan Hari Anak Nasional di Teater Imax Keong Emas, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur kena getahnya. Dia menyindir lantaran melihat beberapa bocah itu memejamkan mata saat dia menyampaikan pidato. "Ada satu dua yang tidur. Jangan tidur ya. Coba tolong dibangunkan. Barangkali mengantuk," kata SBY sambil menunjuk.
Bukan kali
ini saja SBY mengeluh saat pidatonya tidak didengar. Entah karena pendengar
memang nakal atau bosan. Bahkan dalam rapat kabinet dia tidak segan marah
karena merasa tidak dipedulikan saat berbicara. Perwira militer sampai
anak-anak pernah kena semprot presiden.
Berbeda
halnya dengan beberapa pemimpin dunia hidup saat ini. Sebut saja Presiden Iran
Mahmud Ahmadinejad, Presiden Bolivia Evo Morales, dan Presiden Venezuela Hugo
Chavez. Ucapan mereka ketika berada di atas podium kerap ditunggu wartawan
sampai intelijen. Diburu dari panggung domestik sampai di hadapan Sidang Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bukan apa-apa, pidato mereka sampaikan selalu
lugas, pedas, dan tanpa terlalu banyak bermain kata-kata. Kuping para pemimpin
negara-negara Barat pro kapitalis sering merah dibuatnya saat mendengar
komentar mereka.
Mungkin
Anda masih ingat ketika Ahmadinejad tegas mengatakan peristiwa holocaust atau
pembantaian kaum Yahudi pada Perang Dunia II oleh Nazi Jerman hanya rekayasa.
Sontak Israel
berang mendengar perkataan itu. Perang kata-kata antarmereka pun ramai di media
massa . Tidak
sampai di situ, ketika dia berpidato di hadapan majelis Sidang Umum PBB,
sanggup membuat mata utusan dari berbagai negara menyimak apa yang disampaikan.
Kritik tajamnya atas dominasi kendali Amerika Serikat dalam urusan politik dan
keamanan global kerap menjadi bahan pidato utama. Tidak lupa dia selalu
menyempatkan menyentil Negeri Zionis dalam perseteruannya soal proyek nuklir Iran .
Lain lagi
dengan sosok Evo Morales dan Hugo Chavez. Pidato dua pemimpin negara di wilayah
Amerika Latin itu selalu mengundang decak kagum para perindu keadilan dan
cibiran dari golongan kapitalis-feodal. Mereka selalu keras dalam mengkritik
kebijakan Amerika Serikat.
Hal ini
kembali mengingatkan kita saat mendiang Ir. Soekarno masih memimpin. Pidato
Bung Karno kerap disampaikan dalam intonasi berapi-api. Membuat para
pengagumnya betah berlama-lama mendengar. Bahasanya sederhana, membakar
semangat. Tidak ngak ngik ngok seperti alunan lagu-lagu pop Barat. Sama halnya
dengan Fidel Castro. Kesamaan dari mereka semuanya sangat anti-Barat.
Jika para
pemimpin itu sanggup membakar semangat rakyatnya dengan sikap dan pidatonya
yang sejalan, lalu bagaimana dengan Indonesia ? Sampai kapan kita harus
menunggu pemimpin yang punya mental berani berseberangan dengan kemauan Blok
Barat agar bisa lugas berorasi. Atau malah kita terlalu tunduk terhadap kuasa
asing sehingga kita kikuk dibuatnya.
(merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar