“Aku anak Indonesia , anak yang merdeka
Satu nusaku, satu bangsaku,
satu bahasaku
Kalau kita merenungkan
kembali keadaan saat ini, saya jadi bertanya-tanya, sudah seberapa merdekanya
kah kita ini sebagai bangsa?
Melihat kenyataan betapa
hampir semua sumber daya dan pengolahannya, bahkan sampai hal yang paling
vitalpun, yakni sektor perbankan, hampir semuanya dikuasai oleh pihak asing.
Sebenarnya, masih merdeka kah kita?
Semua negara, apalagi
negara maju bisa membuat banyak batasan dengan WTO demi melindungi kepentingan
industry dalam negeri mereka. Tetapi khusus negara kita, banyak kebablasan
dengan WTO, entah kenapa.
Coba saja lihat, kecuali
bank plat merah, hampir semua bank yang ada di negara kita dikuasai oleh pihak
asing. Apalagi kalau mengingat bahwa kondisi perbankan di negara kita begitu
enak, semua dibiayai oleh nasabah dan hebatnya lagi dan inilah yang paling
disukai oleh pihak asing, bank di negara kita tidak punya kewajiban sebagai
agen pembangunan (paling tidak, inilah yang terjadi) melainkan hanya berpraktek
sebagai penerima riba atau keuntungan yang sangat besar mengingat perbedaan
antara suku bunga pinjaman dan simpanan yang sangat besar. Hampir semua bank di
negara kita tidak punya kontribusi membiayai dan membina pengusaha kecil
terutama bibit-bibit pengusaha. Kebanyakan bank hanya mau turun tangan kalau
melihat bahwa pengusaha kita mulai bisa menghasilkan uang dengan aman untuk
mereka.
Hal yang sama juga terjadi
dalam berbagai sektor dan industri di negara kita. Kenyataan bahwa negara kita
diserbu oleh pihak asing yang berdalih melakukan investasi di negara kita,
padahal yang terjadi adalah mereka menguras sumber daya kita dengan sangat murahnya.
Seharusnya pemerintah tidak
memperbolehkan pihak asing berinvestasi pada proyek atau industri yang
low-technology dan tidak memerlukan modal yang sangat besar, karena industri
ini bisa dilakukan oleh anak bangsa kita sendiri dan dengan demikian bukan
hanya memberi peluang anak bangsa kita menikmati nilai tambah yang signifikan
tetapi juga mengamankan eksploitasi sumber daya kita oleh pihak asing dengan
harga yang sangat murah.
Suatu kemajuan yang cukup
berarti ketika pemerintah melakukan gebrakan (walaupun bukan hal yang baru dan
terkesan bongkar pasang) dengan melarang ekspor bahan baku rotan mentah ke luar negeri. Sayangnya
kebijakan ini tidak ditindak lanjuti dengan pembatasan pihak asing dalam
berinvestasi membangun industry pengolahan furniture di negara kita, padahal
ini bukanlah suatu industri yang terlalu sulit untuk dikembangkan oleh anak
bangsa kita sendiri.
Hal yang sama juga terjadi
dalam pengolahan hasil-hasil pertanian dan hasil alam yang lain. Betapa pihak
asing sekarang ini sudah menguasai hampir semua sektor di negara kita dan
meninggalkan kita sang tuan rumah hanya sebagai pemasok bahan baku saja walaupun di sektor yang sangat
sederhana. Ini menyebabkan industri lokal mati secara perlahan tetapi pasti
karena kalah dalam bersaing dengan mereka, apalagi kalau melihat bagaimana
perbankan mereka memberi dukungan penuh, tidak seperti perbankan kita yang
takut-takut mau, takut membantunya tetapi mau untungnya.
Paling parah adalah
kejadian di sektor pertambangan dan migas. Sudah umum diketahui bahwa para
pemain lokal banyak berfungsi sebagai makelar ijin saja, jarang yang
mengusahakan pengolahan tambangnya sendiri. Padahal, saking kayanya potensi
alam kita sampai perusahaan pertambangan raksasa asing yang didukung oleh
pemerintahnya getol mengusahakan perpecahan di negara kita, terutama daerah
Papua.
Tetapi, yang paling konyol
tentunya adalah kejadian di sektor migas dimana kita sebagai pemilik sumber
daya alam dipaksa mengikuti aturan perdagangan internasional sehingga membebani
rakyat kita sendiri dengan harga minyak dan gas yang sangat tinggi dibandingkan
dengan negara penghasil minyak lain di kawasan timur tengah.
Mengapa pemerintah tidak
punya nyali untuk mengharuskan para penambang minyak dan gas di negara ini,
siapapun mereka, terutama tentunya pihak asing, untuk memberi kontribusi kepada
negara ini dengan menjual sebagian minyak dan gas yang mereka peroleh dengan
harga yang murah diluar pajak yang harus mereka bayarkan kepada pemerintah?
Ini tentunya akan sangat
menolong dan paling tidak bisa meredam kesulitan yang terjadi di negara kita
karena harga-harga akan menjadi rasional kembali (semoga).
Betapa para pemimpin kita
membiarkan dan menelantarkan kita untuk berjuang sendiri menghadapi ganasnya
persaingan dagang internasional tanpa adanya suatu kebijakan yang mampu
memproteksi / melindungi industri dalam negeri kita.
Sebenarnya, sudah merdeka
kah kita dalam arti yang sebenarnya atau malah sudah semakin jauh terjajah
kembali?
*Ken (kompasiana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar