Negara makmur tapi tidak terhormat
adalah negara yang dihuni oleh masyarakat konsumeris, glamour, mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pendidikian gratis, jaminan sosial dan sebagainya.
Namun tidak punya kedaulatan. Haluan politiknya tidak mandiri.
Negara terhormat tapi tidak makmur
adalah negara yang dihuni oleh bangsa yang rela hidup sederhana, rela tidak
punya mall, dan kotanya tidak gemerlap dengan gedung-gedung menjulang,
mobil-mobilnya tidak banyak berbeda merek. Tapi tidak rela sedetikpun menjadi
kaki tangan bangsa lain. Pendirian politiknya kokoh. Pemerintahnya berani
mengambil keputusan besar demi kemandirian dalam segala bidang dalam jangka
lama. Embargo, sanksi dan ancaman perang tidak menggoyahkannya.
Negara tidak terhormat dan tidak
makmur adalah negara yang dipimpin oleh koruptor atau orang-orang yang tidak
mampu mengambil sikap tegas demi kehormatan bangsa dan rakyatnya. Politiknya
membeo. Konsep ekonominya amburadul. Penegakan hukumnya payah. Sebagian rakyatnya kejangkitan individualisme sehingga menciptakan kesenjangan
sosial yang berujung pada anarkisme dan meningkatnya kriminalitas. Sebagian
lain kejangkitan hedonisme, terbuai dengan SMS kuis demi menjadi kaya dadakan,
menghibur diri dengan gaya
hidup artis dan selebirits. Sebagian lain mencari klenik demi mengatasi
persoalan hidup. Sebagian lain menjadi korban ketidakadilan dan keserakahan
para pengusaha dan perusahaan asing yang diuntungkan oleh perjanjian investasi
yang tidak masuk akal.
Apa yang dilakukan oleh
negara-negara lain, yang sama dengan Indonesia, seperti Iran, Venezuela dan
lainnya semestinya dapat dijadikan cermin yang bisa menyadarakan kita bahwa
menjadi terhormat jauh lebih mudah ketimbang menjadi makmur di tengah sistem ekonomi
dan politik global yang sadis seperti sekarang ini.
Tanpa perlu meminta dikasihani
atau diapresiasi, Ahmadinejad berjanji akan memberikan teknologi nuklir
damainya kepada negara-negara lain. Tapi apa mesti dikata, teriakan presiden
berpenampilan “gembel” itu lenyap ditelan kebisingan diplomasi, omong kosong
dan verbalisme palsu yang disemburkan oleh corong-corong media FOX, CNN dan
lainnya.
Sebagai bangsa yang memiliki
sejarah budaya ketimuran yang menjunjung tinggi toleransi dan anti kezaliman,
kita berpeluang untuk bergabung dengan bangsa-bangsa dan negara-negara
terhormat di dunia. Kita mungkin akan sulit untuk mengatasi krisis ekonomi dalam
jangka pendek, namun mencontoh kemadirian dan nasionalisme yang yang
diperlihatkan oleh Ahmadinejad, Huga Chavez dan pejuang-pejuang kerakyatan
lainnya, bangsa Indonesia bisa menjadi makmur sekaligus terhormat.
Nasionalisme berarti ‘paham
kebangsaan’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:89), salah satu arti
bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan
kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di
muka bumi.
Nasionalisme sejati bukanlah
semata jargon dan sarana klaim, namun keberanian untuk melakukan otokritik
terhadap bangsa sendiri. Korupsi adalah salah satu contoh nyata sikap
a-nansionalisme yang sampai sekarang menjadi musuh terbesar bangsa Indonesia .
Virus korupsi tidak hanya menjangkiti pejabat namun nyaris menjadi fenomena
lumrah di tengah masyarakat, mulai dari pembobolan bank, mark up proyek, dan
tender palsu hingga pungutan liar, penyuapan oknum petugas, penggelapan pajak,
dan pencurian listrik.
Kehendak untuk menjadi terhormat
di hadapan bangsa lain memang sudah terpatri dalam dada bangsa Indonesia ,
namun kita harus menunjukkannya secara lebih atraktif dengan membangun sistem
ekonomi yang mandiri, politik yang strong dan kerelaan
untuk menunda kemewahan artifisial, individual dan temporal demi kemakmuran
jangka panjang yang lebih merata.
Kemerdekaan bukan sekdar
proklamasi dan pernyataan yang disemburkan dari mulut dan kerongkongan, tapi ia
adalah sebuah kata aktif yang berarrti seruan, perintah dan ajakan yang harus terus
digelegarkan sepanjang masa mengiringi detak jantung insan-insan pecinta
kemerdekaan.
“Tidak akan ada orang yang kaya
raya melainkan ada pada saat yang sama hak orang lain yang diambil secara
aniaya” (Ali bin Abi Thalib).
Merdekalah!!!
*Muhsin Labib
www.muhsinlabib.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar