Lebaran di Indonesia memiliki tradisi tersendiri dan identik dengan mudik serta berlibur bersama keluarga. Berdesak-desakan serta berebut kendaraan saat mudik merupakan pemandangan umum. Bahkan di saat mudik ini tak jarang warga harus rela melepas nyawa karena menjadi korban kecelakaan atau yang lain. Terlepas dari semua itu, lebaran hari raya Idul Fitri memiliki makna tersendiri.
Setelah berpuasa selama
satu bulan penuh, kita diberi hadiah sebuah hari raya untuk merayakan
kemenangan kita. Bagi mereka yang jauh dari keluarga tentunya ingin merayakan
kebahagiaan ini di tengah-tengah keluarganya. Maka mudik, merupakan suatu
keharusan bagi mereka.
Pemandangan saat mudik
lebaran memang lain dari yang lain. Jalan macet dan arus lalu lintas yang padat
menjadi pemandangan yang biasa.
Bahkan terkadang banyak penumpang yang
terlantar lantaran tidak mendapat kendaraan untuk pulang. Suasana lebaran juga
menjadi kesempatan untuk meraih rejeki lebih. Pemasukan di saat-saat seperti
ini terkadang malah hampir sama dengan pendapatan satu tahun kerja.
Sementara itu, ada harapan
lain bagi pemerintah untuk memperhatikan secara serius budaya tahunan ini,
khususnya dengan memperbaiki serta menyediakan infrastruktur yang baik. Masa
mudik Lebaran seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi
infrastruktur transportasi di negeri ini. Namun lagi-lagi pemerintah
mempertontonkan ketidaksiapannya mengelola lonjakan jumlah pemudik. Walau ada
perbaikan di sana-sini, masih banyak ruas jalan yang bertahun-tahun dibiarkan
rusak. Akibatnya, bukan cuma lalu lintas yang terganggu. Angka kecelakaan
selama masa mudik dari tahun ke tahun juga terus meningkat.
Kepolisian Daerah Metro Jaya
menaksir jumlah pemudik dari Ibu Kota tahun ini meningkat 15 persen dibanding
tahun lalu. Ini berarti 8,34 juta orang akan keluar dari Jakarta pada masa Lebaran ini. Yang
mengkhawatirkan, jumlah pengguna mobil pribadi dan sepeda motor naik, sementara
pengguna angkutan umum, seperti bus, justru turun 9,27 persen. Besarnya jumlah
pemudik berkendaraan pribadi itulah yang membuat manajemen mudik tidak gampang.
Tak salah jika pemudik
menggunakan kendaraan pribadi. Namun pemerintah sebenarnya bisa mengurangi
kebiasaan ini andai bisa menyediakan layanan transportasi yang aman dan murah.
Untuk mengurangi pemudik bersepeda motor, misalnya, pemerintah seharusnya
menggalakkan program mudik bareng. Program seperti ini sudah banyak dilakukan
beberapa perusahaan swasta, seperti perusahaan jamu, bank, atau asuransi.
Mereka menyediakan bus-bus gratis. Adapun sepeda motor pemudik diangkut dengan
truk.
Pemerintah bisa meniru
program ini dengan menyediakan lebih banyak bus atau gerbong kereta api untuk
mengangkut pemudik dan motornya. Program itu bisa menekan angka kecelakaan
selama mudik, dari H-7 sampai H+2 Lebaran. Tahun lalu 70 persen kecelakaan di
jalur mudik dialami pemudik bersepeda motor. Motor memang tidak didesain untuk
perjalanan jauh, sehingga risikonya besar. Para
pemudik memilih bersepeda motor karena biayanya lebih murah. Lagi pula, jika
menggunakan angkutan umum, belum tentu mereka mendapat kenyamanan lebih baik.
Persoalan inilah yang harus dijawab pemerintah.
Langkah pemerintah
meningkatkan kenyamanan mudik dengan memperbaiki jalan utama, mengerahkan
polisi, dan memperbanyak kereta patut diapresiasi. Namun upaya itu belum cukup
memadai karena masih banyak jalan yang dibiarkan rusak dan bergelombang. Jalur
alternatif Sadang-Cijelag, Kabupaten Subang, adalah contohnya. Meski jalur ini
selalu menjadi tumpuan mudik saat jalur utama di Pantai Utara Jawa padat,
pemerintah seolah tutup mata akan kerusakan di jalan itu. Di jalur itu
rambu-rambu dan lampu penerangan sangat minim sehingga amat rawan untuk
perjalanan malam.
Kementerian Perhubungan
berdalih rambu dan penerangan jalan bukanlah urusan pemerintah pusat, melainkan
pemerintah daerah. Sedangkan pemerintah tak mau tahu urusan jalur mudik.
Kenyataan itu sangat berbeda dengan pernyataan Menteri Perhubungan E.E.
Mangindaan yang mengklaim bahwa pemerintah telah mengantisipasi mudik kali ini
dengan baik. Saling lempar tanggung jawab ini harus diakhiri.
Konvoi jutaan orang ini
sudah menjadi ritual rutin tahunan. Jadi, pemerintah seharusnya bisa menyiapkan
pembenahan infrastruktur transportasi mudik jauh hari. Toh, perbaikan itu tak
hanya berguna saat mudik, tapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Mudik dan Penurunan Berat Badan
Di sisi lain, mudik ternyata
memiliki aspek lain yang tak kalah pentingnya bagi tubuh. Selain menyenangkan,
tradisi mudik ternyata bisa menjadi kegiatan yang bisa menurunkan berat badan
Anda. Kerepotan saat mempersiapkan hari keberangkatan mudik nyatanya membuat
sebagian besar pemudik mengeluhkan capek.
Persiapan seperti pemesanan
tiket hingga mengepak barang-barang yang akan dibawa nyatanya bisa membakar
kalori secara alami. Ya, kegiatan mengemas beberapa barang ke dalam koper atau
ransel akan menguras jumlah kalori yang terbakar sama banyak jika Anda sedang berolah
raga. Sederhananya, jika kalori terbakar, maka berat badan pun akan turun.
Bukan tanpa alasan,
berdasarkan survey yang dilakukan oleh Hotels.com, pada saat berlibur,
seseorang akan kehilangan 500 kalori hingga tiba di tempat tujuan. Jumlah
kalori yang terbakar tersebut sama dengan latihan kardio di tempat kebugaran
selama satu jam. Hal ini memang mengejutkan, karena Anda pasti tidak sadar
telah membakar sekian banyak kalori pada saat mengepak barang-barang.
Selain itu, mudik akan
menambahkan deret angka turunnya berat badan Anda. Selain mengepak barang, Anda
juga harus berganti beberapa angkutan umum, atau hanya sekedar berdiri
mengantri tiket.
Kecelakaan Saat Mudik Lebaran
Jumlah kecelakaan yang
terjadi selama periode mudik di Jawa Barat (Jabar) terbilang cukup tinggi.
Tercatat terjadi 239 kali kecelakaan dengan korban jiwa sejumlah 52 orang.
"Data kecelakaan sejak
tanggal 10 Agustus hingga 20 Agustus 2012, terjadi 239 kecelakaan dengan korban
jiwa sejumlah 52 orang. Untuk korban luka berat sebanyak 90 orang, luka ringan
177 orang, dan kerugian materi Rp 485,75 juta," kata Kabid Humas Polda
Jabar, Kombes Martinus Sitompul, dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Selasa
(21/8/2012).
Wilayah Garut menjadi lokasi
terjadinya kecelakaan paling banyak dengan 37 kecelakaan, diikuti oleh
Patokbeusi 27, Subang 23, Cirebon kota 22, Ciamis 19 dan beberapa wilayah lain
seperti Majalengka dan Tasik.
Martinus menjelaskan ada
beberapa penyebab tingginya angka kecelakaan selama mudik kali ini. Utamanya
faktor penyebab adalah karena kelalaian pengguna jalan.
"Faktor penyebab laka
lantas diantaranya faktor kendaraan (antara lain: kelebihan beban sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan), faktor manusia (kelelahan), faktor sarana
prasarana jalan (rambu terbatas) dan faktor cuaca / iklim (hujan, angin
kencang)," paparnya.
Oleh karenanya, untuk
meminimalisir angka kecelakaan, pengguna jalan diharapkan dapat lebih
berhati-hati selama perjalanan. Selain itu, diharapkan pengguna jalan mematuhi
peraturan dan rambu lalu lintas yang ada di jalan.
"Pemudik diimbau untuk
mematuhi peraturan lalu lintas, juga harus sabar dan tidak ngebut,"
imbuhnya.
(IRIB
Indonesia/detik/micom/tempo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar