"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Minggu, 01 September 2013

Tangan Israel di Suriah dan Mesir

(Diterjemahkan dan diberi ulasan oleh Dina Y. Sulaeman dari artikel
'Syria chemical mayhem: Another Israeli false-flag? karya Dr. Kevin
Barret)

Pada hari Rabu, hanya beberapa jam setelah pembunuhan massal ratusan
orang Suriah dengan senjata kimia, Menteri Militer [karena tidak cocok
diterjemahkan jadi 'Menteri Pertahanan', mereka tidak bertahan tapi
menjajah] Israel, Moshe Yaalon, mengklaim bahwa dia tahu siapa pelaku
pembunuhan missal itu: pemerintah Suriah.

Para pemimpin dunia lainnya, termasuk President AS, Barack Obama,
tidak tergesa-gesa memberi penilaian. Mereka 'hanya' mengimbau PBB
untuk menyelidiki. Banyak ahli, termasuk Frank Gardner dari BBC,
mantaninspektur senjata PBB Rolf Ekeus, dan ahli senjata kimia Swedia,
Ake Sellstrom, menertawakan atau meragukan tuduhan bahwa Presiden
Suriah, Assad, akan melancarkan serangan senjata kimia pada saat
bersamaan dengan keberadaan para penyelidik PBB di Suriah. Sementara
itu, Perdana Menteri Rusia, menyebut bahwa serangan senjata kimia itu
sebagai 'provokasi yang sudah direncanakan sebelumnya'
Tapi, Direncanakan Oleh Siapa?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu bertanya pula: bagaimana
mungkin Israel langsung tahu siapa pelaku serangan senjata kimia itu?
Selama ini, para pemimpin Israel memang memiliki kemampuan yang
'mengagumkan' dalam urusan 'meramal'. Kapan saja ada kejadian serangan
teror besar yang mengubah sejarah, orang Israel langsung tahu, siapa
pelakunya. Belum lagi asap mereda, mereka sudah berdiri dan mengatakan
kepada dunia apa yang sedang terjadi dan menyediakan 'naskah' kepada
dunia supaya bereaksi sebagaimana yang mereka inginkan.

Misalnya saja, dalam kasus terror di gedung WTC (peristiwa 9-11).
Jurnalis Christopher Bollyn mengatakan, "Hanya dalam hitungan menit
setelah pesawat menabrak gedung WTC pada 9/11, Ehud Barak (pendiri dan
pemimpin satuan operasi militer rahasia Israel, the Sayeret Matkal)
berada di London, di studio BBC, siap menyediakan penjelasan yang
'masukakal' (dan politis) kepada dunia. Barak, yang sebenarnya
merupakan arsitek 9/11, justru orang pertama yang menyebutkan 'Perang
Melawan Terorisme' dan seruan intervensi AS di Afghanistan Timur
Tengah."

Dan seperti Ehud Barak beberapa menit setelah 9/11, Moshe Yaalon
berdiri hanya beberapa jam setelah tragedi pembantaian dengan senjata
kimia; dan menyampaikan narasi yang terlihat sudah disiapkan.

Fox News (Channel Televisi AS) Menyebarkan 'Naskah' Israel:
"Di Suriah, rezim telah menggunakan senjata kimia dan ini bukanlah
pertama kalinya," Menteri Militer Israel, Yaalon, mengatakan kepada
koresponden kami di Israel. "Ini adalah perjuangan hidup-mati antara
rezim Alawi yang minoritas melawan oposisi Muslim Sunni yang terdiri
dari beberapa faksi berbeda, sebagian anggota Ikhwanul Muslimin,
sebagian lagi anggota al-Qaeda. Kami tidak melihat perang ini akan
berakhir, bahkan jatuhnya Al Assad tidak akan menyelesaikan konflik
ini, konflik berdarah akan terjadidalam waktu yang lama," menteri
Yaalon menambahkan. "Kita bisa melihat 'ledakan' berikutnya,dengan
Alawi yang mengontrol sebelah barat, wilayah pantai, dan koridor
menuju Damaskus – dan warga Kurdi dan Sunni mengontrol timur dan
utara."

Ceramah Yaalon itu bukan analisis. Ini sebuah program aksi. Inilah
yang diinginkan Israel untuk terjadi. Argumen dari pernyataan ini
adalah sbb.

Pertama, Israeli menghendaki agar dunia mau saja menelan tuduhan bahwa
pemerintah Suriah cukup gila untuk melancarkan serangan senjata kimia
bertepatan dengan datangnya para penyelidik PBB.

Mereka ingin dunia mempercayai bahwa pemerintah Assad, setelah semua
keberhasilan besarnya akhir-akhir ini dalam menangani para
pemberontak, berani menanggung resiko dan melakukan pembantaian
senjata kimia. Tujuan Israel adalah agar dunia menyetujui intervensi
militer Barat di Suriah.

Kedua, Israeli ingin dunia melihat konflik Suriah sebagai pertarungan
tanpa akhir antara Sunni dan Alawi. Kata-kata Yaalon "tidak melihat
akhir dari perang ini" bermakna Israel tidak ingin perang berakhir.
Bahkan mereka akan melakukan apa saja agar perang terus berlangsung,
termasuk dengan melancarkan serangan 'false-flag' (bendera palsu)
seperti pembantaian dengan senjata kimia. Tujuan Israel pun sudah
terlihat dari pernyataan Yaalon, yaitu penghancuran Suriah, "Kita bisa
melihat 'ledakan' berikutnya, dengan Alawi yang mengontrol sebelah
barat, wilayah pantai, dan koridor menuju Damaskus – dan warga Kurdi
dan Sunni mengontrol timur dan utara."

Penghancuran Suriah akan menjadi titik kulminasi dari proyek Israel
sejak beberapa dekade lalu, yaitu 'Rencana Oded Yinon' yang ingin
mem-BalkanisasiTimur Tengah.

Sejak tahun 1970-an, para ahli strategi Israel telah berencana untuk
memecah negara-negara Timur Tengah menjadi negara-negara mungil
berdasarkan etnis dan sekte (mazhab).

Rencana Oded Yinon kemudian pada tahun 1996 diadopsi menjadi Rencana
'Clean Break' (Pemecahan dengan rapi) Netanyahu. Untuk mencapai tujuan
penghancuran negara-negara tetangga Israel, tim Netanyahu, yang
dipimpin oleh Richard Perle, yang dijuluki "Pangeran Kegelapan"
mendesain jebakan untuk AS agar melakukan pekerjaan kotor Israel.

Pada September 2000, Perle, Wolfowitz, dan tokoh Zionist yang
tergabung dalam Project for a New American Century (PNAC) menyerukan
adanya 'new Pearl Harbor.' Setahun kemudian, pada 11 September 2001
(9/11), 'Pearl Harbor baru' menjadi kenyataan. Tujuan mereka adalah
melancarkan perang tanpa akhirantara AS melawan musuh-musuh Israel.

Dan sejak itulah, kita melihat Perang Melawan Terorisme yang tak
kunjung usai. Israel dan kaki-tangannya,Amerika, telah menghancurkan
Irak, Libya, dan Sudan. Sekarang, mereka sedang menargetkan Suriah dan
Mesir, dua negara yang wilayahnya ingin dicuri Israel, demi mewujudkan
'IsraelRaya' yang membentang dari Nil hingga Sungai Furat (Irak).
Tak lama sebelum operasi 'bendera palsu' (false-flag) berupa serangan
senjata kimia di Suriah, Israeli telah mendalangi kudeta fasis di
Mesir.Jenderal al-Sisi, seorang tentara yang sepanjang karirnya telah
menjadipion Israel, selama berhari-hari sebelum dan selama kudeta,
menelpon 'majikan' Israelnya.

Sebagaimana di Suriah, tujuan Israel di Mesir adalah "tidak melihat
akhir dari perang." Inilah mengapa Israel meyakinkan al-Sisi untuk
membebaskan diktator-kriminal, Hosni Mubarak. Langkah ini diperkirakan
akan membangkitkan kemarahan rakyat Mesir dan dengan demikian,
pembantaian yang dilakukan rezim al-Sisi pun akan terus berlangsung.
Rakyat Suriah dan Mesir harus berjuang agar tidak jatuh ke dalam
jebakan Israel ini.

Dan dunia harus mengenali bahwa semua 'serangan teror' terbesar dan
paling spektakuler sepanjang sejarah yang dituduhkan kepada Arab dan
Muslim (musuh Israel) – mulai dari the Lavon Affair, hingga theUSS
Liberty, hingga the Achille Lauro dan pembajakan Entebbe, hingga
pengeboman di London dan Buenos Aires, hingga 9/11 dan operasi-operasi
lanjutan di Bali, Madrid, London, Mumbai dan tempat-tempat lainnya-
adalah operasi 'bendera palsu' yang disponsori Israel.

Catatan Dina:

-Operasi 'bendera palsu' Israel artinya, dilakukan oleh sekelompok
orang tertentu, namun sebenarnya dalangnya adalah Israel. Karena itu,
kita lihat misalnya,aksi bom Bali, memang dilakukan oleh Amrozi dan
timnya, tapi dalam hal ini, mereka adalah pion yang tanpa sadar
dimainkan dalam operasi bendera palsu ini. Amrozi sendiri dalam
pengakuannya, heran, mengapa bom yang diledakkannya sedemikian besar
ledakannya. Dia merasa berjihad (dan entah siapa yang mendoktrinnya,
bahwa meledakkan bom adalah jihad), namun dia tidak sadar, ada pihak
lain yang 'menyetirnya'. Pihak lain itulah yang menaruh bom
mikronuklir (C4) yang hanya dimiliki oleh Israel, Amerika, Inggris,
atau Australia.

-Di Mesir, Al Sisi memang pion Zionis (seperti ditulis Dr. Barret),
tapi tidak membuat Ikhwanul Muslimin (IM)sebagai pihak yang protagonis
(benar). IM justru sama seperti Amrozi, merasa sedang berjihad, tetapi
sebenarnya sedang menari bersama genderang lawan. IM Suriah mengira
mereka sedang habis-habisan berjihad, padahal sesungguhnya sedang
melaksanakanrencana Israel untuk memecah belah Suriah. IM Mesir pun
bersekutu dengan IM Suriah dalam mengobarkan perang saudara di Suriah.
Kini, IM Mesir sedang menjalani 'takdir' sebagai korban, mereka
dibunuh atau ditangkap tentara. Seharusnya, situasi ini membuat para
simpatisan IM (khususnya di Indonesia) sadar, siapa sebenarnya yang
menjadi musuh mereka. Untuk mengetahui lebih jauh, bisa baca tulisan
saya sebelumnya, Pemetaan konflik Mesir

-Mungkin ada yang menilai tulisan Dr Barret adalah teori konspirasi
belaka (untuk mendiskreditkan analisis anti-Israel, dalam dunia
akademis memang disebarluaskan paham bahwa segala sesuatu yang
menyebutkan adanya Israel sebagai 'dalang' adalah teori konspirasi
yang tidak bermutu). Namun bahwa lobby Israel telah sedemikian
mencekam AS dan berhasil membuat AS melakukan langkah-langkahyang
justru berlawanan dengan kepentingan nasionalnya sendiri sudah
dianalisis dalam paper karyadua pakar Hubungan Internasional dari
Chicago University, Prof Mearsheimer dan Walt.

-Soal senjata kimia Suriah, bila memang ingin menggali lebih jauh,
bisa baca postingan saya sebelumnya di http:// dinasulaeman.wor
dpress.com/ 2013/08/22/ senjata-kimia-di -suriah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar