"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 25 Mei 2013

HPI-Iran Selenggarakan Diskusi Panel "Konsep Tabligh dalam Dimensi Keindonesiaan"


Menurut Kantor Berita ABNA, bekerjasama dengan Universitas Imam Khomeini dan Madrasah Bintul Huda Qom, Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) Iran periode 2012-1013 menyelenggarakan Diskusi Panel bertema "Konsep Tabligh dalam Dimensi Keindonesiaan" di Auditorium Shadr, Universitas Imam Khomeini Qom Republik Islam Iran Kamis (14/2). Seminar yang menghadirkan Ust. Ammar Fauzi HeryadiMA, Ust. HendarYusufMA dan ust. Ridwan LagadingMA sebagai pembicara tersebut dihadiri puluhan pelajar Indonesia yang bermukim di kota suci Qom Iran.


Acara dibuka oleh lantunan ayat suci Al-Qur'an oleh ust. Kamaruddin, Lc. Yang kemudian dilanjutkan laporan ketua panita penyelenggara. Muhammad Iqbal selaku Ketua Panitia dalam penyampaiannya menyatakan tujuan dari penyelenggaraan Seminar Ilmiah tersebut adalah untuk membahas dan membicarakan bersama mengenai tabligh dan menemukan konsep terbaik.
"Tema tabligh sangat penting untuk dibicarakan dan dibahas bersama sebab jika muballigh meskipun menyampaikan hal yang benar namun salah dalam metode penyampaiannya karena kurang memahami konsep tabligh dengan baik justru bisa jauh dari hasil yang diharapkan." Papar mahasiswa Ulumul Qur'an Universitas Imam Khomeini tersebut.

Sementara Diding Sudirman dalam sambutannya selaku ketua umum HPI-Iran 2012-2013 menyatakan, target utama dari penyelenggaraan seminar tersebut adalah untuk semakin mempererat ukhuwah dan menjalin persaudaraan yang dilandasi rasa ikhlas untuk menyampaikan dakwah baik selama masih di Qom maupun ketika kembali di tanah air. "Semoga dalam pertemuan ini, kita menemukan ide-ide dan saran-saran baru untuk lebih mengembangkan dakwah Islam di tanah air. Dan saya harap melalui acara ini pula kita semakin mepererat ukhuwah Islamiyah, sebab tanpa ukhuwah, umat Islam hanya akan ibarat buih-buih yang terhempas dilautan." Ungkapnya.

Ust. Ammar Fauzi, MA dalam pemaparan materinya mengenai falsafah tabligh menjelaskan beda antara filsafat tabligh dengan falsafah tabligh, "Filsafat tabligh berbicara tentang hakikat tabligh, kapan, siapa dan media apa yang digunakan untuk tabligh sementara falsasah tabligh berbicara mengenai tujuan dari tabligh, untuk apa tabligh dilakukan."

Mahasiswa program doktoral bidang filsafat Islam tersebut melanjutkan, "Tujuan tabligh, adalah tegaknya amar ma'ruf dan nahi mungkar. Dan tujuan ini tidak bisa tegak tanpa didasari dengan ilmu. Ibnu Arabi ketika menafsirkan ayat ' Mereka tuli, bisu dan buta' menyebutkan alasan Allah SWT menyebut kata 'tuli' pertama kali karena tugas manusia pertama kali adalah mendengar. Tugas mendengar lebih dahulu dibanding berbicara. Sebagaimana ketika Allah bertanya kepada ruh-ruh manusia, "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi."

"Seorang muballigh akan mendapatkan posisinya jika mau lebih dahulu mendengarkan, dengan mendengar yang sebaik-baiknya, sebagaimana yang diisyaratkan Al-Qur'an yaitu yang mendengarkan semua pembicaraan dan memilih yang terbaik diantaranya." Tambahnya.

Mahasiswa asal Purwakarta tersebut kembali melanjutkan pemaparannya, "Tabligh yang berhasil adalah yang mampu menciptakan hubungan sosial dengan audience. Karenanya tabligh menurut saya bukan pembicaraan umum, bukan tugas semua orang, tetapi tugas khusus karena bukan sekedar akan menyampaikan namun juga siap menjadi rujukan umat. Mengajar beda dengan tabligh, tabligh selain bicara juga punya tanggungjawab sosial. Tanggungjawabnya sangat besar, menjaga status sosial agar tetap terpelihara dan tetap menjaga agar secara pribadi muballigh tidak menganggapnya sebagai kedudukan terhormat meskipun masyarakat menganggap muballigh memiliki kedudukan terhormat."

Ust. Ridwan Lagading, MA sebagai pembicara kedua membahas tema konsep tabligh. Dalam penjabarannya beliau mengatakan, "Penggunaan kata tabligh (dengan akar kata ba-la-ga) dalam Al-Qur'an hanya satu kali digunakan yaitu pada surah Al Maidah ayat 67. Dan kita lebih mengenal idiom tabligh dari Jama'ah Tabligh. Dalam hal ini mungkin yang lebih popular dan lebih sering digunakan adalah istilah dakwah. Pada hakikatnya tabligh dan dakwah adalah satu, yaitu istilah yang digunakan untuk proses penyampaian pesan kepada obyek dakwah."

Dalam pandangan ustad asal Sulawesi yang pernah menjabat sebagai ketua umum KKS periode 2008-2010 tersebut, obyek dakwah terdiri atas 3 bagian, yaitu obyek materi, obyek format dan obyek dakwah itu sendiri yaitu audience. Beliau berkata, "Bagian yang pertama adalah obyek materi. Materi yang disampaikan dalam dakwah adalah yang bersumber dari al-Qur'an dan al Hadits. Pertanyaannya, apakah semua yang terdapat dalam kedua sumber tersebut harus disampaikan?. Tentu tidak. Karenanya ulama memberikan perincian untuk mempermudah penyampaian, yaitu yang terangkum dalam ushuluddin, ada yang membaginya menjadi 3, ada pula yang membaginya menjadi 5, yaitu tauhid, keadilan, nubuwah, imamah dan ma'ad (hari akhir). Namun menurut saya ushuluddin itu hanya satu yaitu tauhid."

"Misalnya ketika kita menjelaskan tentang ilmu ekonomi apakah kita bisa menyisipkan muatan kelima term ushuluddin itu? Kalau bisa, maka penjelasan mengenai ilmu ekonomi juga bisa dikatakan sebagai metodologi dakwah. Begitu juga dalam bidang-bidang lainnya, sosiologi, psikologi, antropologi bahkan ilmu arsitektur. Di Esfahan Iran kita melihat bagaimana arsitek disana merancang masjid atau bangunan dengan muatan-muatan dakwah. Jadi dakwah tidak melulu harus penuh dengan ayat dan hadits dalam penyampaiannya. Intinya muatan ushuluddin tersampaikan dalam penyampaian kita ketika sedang menjelaskan bidang apapun. Sebab Islam adalah sebuah keutuhan." Lanjutnya.

"Obyek yang kedua adalah obyek format. Yaitu format apa yang digunakan dalam menyampaikan dakwah. Format ini terbagi dua, dakwah bil lisan dan dakwah bil hal. Dakwah bil lisan adalah dakwah yang telah sangat kita kenal, baik disampaikan secara lisan (monolog atau dialogis) maupun melalui tulisan. Dakwah bil hal, adalah dakwah yang disampaikan melalui lembaga, organisasi, yayasan dan sebagainya ataupun dakwah lewat kekuasaan dan aktif pada kegiatan-kegiatan sosial. Dalam dunia dakwah, kita juga mengenal istilah dakwah konseling." Tambahnya lagi.

"Intinya berbicara mengenai konsep tabligh yang dipikirkan adalah mencari cara semudah dan secepat mungkin agar pesan dakwah tersampaikan dengan sebaik mungkin. Bagi yang senang dengan filsafat, dakwahi melalui filsafat dan bawa ke Tuhan. Yang minatnya fiqh, dakwahi lewat fiqh dan bawa ke Tuhan, bukan membawa ke diri sendiri dalam artian tujuan dakwahnya agar obyek dakwah patuh dan taat pada perintahnya, bukan perintah Allah. Karena semua itu pada akhirnya bermuara ke tauhid, maka saya menyebut ushuluddin itu hanya satu, yaitu tauhid." Tutup mahasiswa S3 jurusan Fiqhul Islam Madrasah Hujjatiyah tersebut.

Sebagai pemateri ketiga, Ust. Hendar Yusuf, MA dalam pemaparan makalahnya yang berjudul 'Konsep Taqiyah dalam Islam' mengawali pembicaraannya dengan membaca Al-Qur'an surah An Nahl ayat 106, " Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar."

"Firman Allah SWT tersebut adalah diantara dalil naqli yang menunjukkan bolehnya melakukan taqiyah terutama dengan tujuan menjaga diri dan jiwa dari bahaya dan memelihara harta dan martabat dari hal-hal yang tidak diinginkan." Tuturnya.

Ustad asal Lampung yang sementara menimba ilmu di jurusan Tafsir S3 Universitas Imam Khomeini Qom tersebut kemudian menjelaskan, "Secara bahasa kata taqiyah diambil dari itaqa-yattaqi yang berarti menjaga atau menjauh dari marabahaya, atau menjauh dari kemaksiatan dan atau menjaga jiwa raga dan harta dengan jalan menyembunyikan keimanan dan aqidah yang benar dan menampakkan kebalikannya melalui perkataan atau pebuatan demi menepis mara bahaya. Sumber kebolehannya bukan hanya dari Al-Qur'an namun juga dari atsar sahabat, sebagaimana cobaan yang dialami sahabat Ammar bin Yasir yang terpaksa secara lisan menyatakan kalimat kekufuran karena tidak tahan dengan siksaan dari orang-orang musyrikin Arab. Ketika Ammar menghadap kepada Nabi Saw mengenai keadaannya, Nabi menjawab tidak ada dosa baginya selama keimanan tetap melekat pada hatinya."

"Sangat disayangkan meskipun dalilnya sangat jelas terdapat dalam Al-Qur'an dan Al Hadits, sekelompok orang menyesatkan Syiah karena keyakinan mengenai taqiyah ini. Mereka menyatakan taqiyah haram karena menganggapnya sebagai bentuk kemunafikan. Padahal keduanya sangat jauh berbeda. Munafik adalah menyembunyikan kekufuran dan penolakan kepada Tuhan dalam hati dan menampakkan keimanan pada lisan, sementara taqiyah adalah menyembunyikan keimanan dalam hati dan menampakkan kekufuran dengan lisan." Lanjutnya.

Ust. Hendar Yusuf selanjutnya menambahkan, "Taqiyah dilakukan harus berdasarkan kemaslahatan. Sebagai seorang muballigh menerapkan taqiyah jika itu mendukung penyebaran dakwah. Namun dalam kondisi agama yang hak tidak berjalan sebagaimana mestinya kecuali dengan menampakkan kebenaran secara transparan, maka taqiyah saat itu haram hukumnya, sebagaimana yang dilakukan Imam Husain as, meskipun itu sampai berakibat darahnya harus tertumpah dan jiwanya harus dikorbankan." 

Setelah ketiga pemateri menyampaikan bahasannya, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Hadir juga dalam acara yang berlangsung dari pukul 14.30 waktu setempat tersebut Ust. Hasan Abu Ammar dan ust. Marzuki Amin serta pengurus bidang Kebudayaan Universitas Imam Khomeini Hujjatul Islam Agha Dasturi yang dalam sambutannya menyambut baik kegiatan tersebut dan memesankan agar mengutamakan ukhuwah dan wahdah Islamiyah dalam berdakwah. Beliau juga memesankan agar menjadikan Nabi Saw dan para Aimmah as sebagai figur teladan dalam segala hal termasuk dalam hal menyampaikan kebenaran. "Yang harus selalu kita ingat, perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri sebelum mengajak orang lain untuk berubah." Pesannya.

Setelah melalui sesi tanya-jawab dan diskusi yang sangat menarik sebab para hadirin antusias mengajukan pertanyaan dan sanggahan, acara tersebut ditutup tepat pukul 17.30 oleh Rahman Dahlan selaku moderator.

(abna.ir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar