Sekitar 35% persen ahli iptek di jajaran Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dibawah kordinasi Kementerian Ristek akan memasuki usia pensiun. Kementerian Riset dan Teknologi pun tidak ingin ada kekosongan SDM iptek yang unggul. Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di bidang iptek, Kementerian Ristek akan menyekolahkan mereka.
Selain menyediakan beasiswa, Kementerian Ristek juga akan mengikutkan dalam pelatihan. Untuk itu sosialisasi mengenai beasiswa dan pelatihan terus dilakukan oleh Kementerian Ristek melalui Asisten Deputi Sumber Daya Iptek.
Seperti pada Tanggal 14 Februari 2013 lalu, sosialisasi peningkatan kapasitas SDM dilaksanakan di Pusdiklat BATAN. Selain sosialiasai program beasiswa rutin dari Kementerian Ristek, Kepala Bidang Industri Masyarakat, Syarip Hidayat dan Kepala Bidang Enny Sucirahayu juga mensosialisasikan program Risearch and Innovation Science and Technology (Program Riset-Pro) yang rencananya dilaksanakan tahun ini. Riset-Pro sendiri merupakan program beasiswa kerjasama antara Kementerian Riset, Kementerian Keuangan dan Bapenas yang pembiayaannya berasal dari World Bank. Program ini dilaksanakan untuk mendukung peningkatan kualitas SDM iptek dengan memfokuskan untuk mengikuti pendidikan baik gelar maupun non gelar di luar negeri.
Syarip menjelaskan jika terlaksana pada tahun ini, maka program Riset-Pro akan berjalan selama 5 tahun. Dimana kuota sudah dibagi setiap tahunnya dengan jumlah yang berbeda, baik LPNK Ristek, Kementerian Ristek maupun Koridor Ekonomi di wilayah timur
“Jika dilaksanakan tahun ini, makan BATAN dapat menyiapkan segala persyaratan yang ada dimana jumlah qouta yang disediakan adalah sebanyak 1 orang untuk S2 dan 16 orang untuk S3 di tahun 2013.” Imbuhnya di hadapan para peserta.
Selain program beasiswa, dalam kesempatan yang dihadiri sekitar 50 calon karyasiswa ini juga dijelaskan mengenai program non gelar baik pemangangan maupun English Academic Purpose (EAP). Diharapkan melalui program yang ada teknologi Nuklir di Indonesia dapat ditingkatkan.
(ristek.go.id)
Tantangan Kepala BATAN Cetak Ribuan Ahli Nuklir
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Prod. Dr. ir Djarot Sulistio Wisnubroto memimpikan program pendidikan yang dicanangkan Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie pada masa itu, untuk digelar kembali demi meningkatkan kemampuan ahli nuklir di Tanah Air.
Masih lekat di memori bapak satu putera ini ketika lulus dari Universitas Gajah Mada, dirinya langsung ditawari program pendidikan melanjutkan S2 pada 1990. Melalui program pinjaman bank dunia pada masa itu,
Pria berzodiak Capricorn ini pun tak membuang kesempatan dan memilih melanjutkan studi, bahkan hingga mendapatkan gelar doktor di Negeri Sakura hingga 1993. Sayangnya, program itu kini hanya tinggal kenangan. Meski begitu melalui rekam jejak Djarot dibidang pengembangan teknologi nuklir, ia bertekad meningkatkan ahli nuklir Tanah Air yang handal.
Jalan Djarot pun cukup terjal guna merealisasikan rencananya, terlebih, usia rata-rata ahli nuklir yang ada saat ini mayoritas berada di BATAN sudah tak muda lagi. Rata-rata usia anggota BATAN saat ini mencapai 48-48 tahun, dan apabila suatu saat
“Rata-rata usia karyawan BATAN sudah seumuran saya 48 – 49 tahun. Bayangkan ketika misalnya nanti kita memiliki PLTN yang memerlukan proses pembangunan cukup lama, dan ketika beroperasi otomatis tenaga tersebut tidak dapat digunakan lagi,” ungkap Djarot saat menerima Okezone.com di kantornya di Mampang, Kuningan, Jakarta Selatan.
Sejumlah peneliti mungkin saja masih dapat diandalkan. Meski begitu, Djarot merasa perlu ada kaderisasi, terutama ahli teknik nuklir jebolan luar negeri untuk menyokong lembaganya dalam rangka mengemban tugas negara serta mengembangkan dan meneliti teknologi nuklir Tanah Air.
Saat ini, kata pria 49 tahun itu, mayoritas ahli nuklir BATAN disokong lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gajah Mada (UGM). “Setelah program pak Habibie kita kekurangan tenaga ahli nuklir lulusan luar negeri,” katanya.
Saat ini BATAN memiliki karyawan dengan gelar strata 3 (S3) hanya 100 orang, strata 2 (S2) 300 orang, dan strata satu (S1) 1000 orang. “Jumlah ini lebih besar ketimbang jumlah yang ada di Kementerian atau Lembaga lain, tapi kalau dibandingkan negara lain, kita termasuk sedikit,” jelasnya membandingkan.
Upaya pun terus dilakukan oleh pria yang tinggal di Kuningan Barat, Jakarta Selatan ini, dimana Djarot dan lembaganya terus melakukan pembekalan bagi seluruh karyawan BATAN dari lulusan apapun melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BATAN.
Kemudian, ia pun mengusahakan membuka jalur beasiswa guna menempa para karyawan dan peneliti BATAN. Sayangnya, karena terbatas persyaratan umur, tak ayal langkah itu pun kandas.
Upaya pamungkas yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan karyawan BATAN, yaitu moratorium pun diajukan ke pemerintah. Djarot beralasan bahwa langkah ini dilakukan untuk meminta pengecualian dalam perekrutan tenaga ahli di BATAN.
“Moratorium kami rasa tepat untuk memastikan kaderisasi tenaga ahli nuklir kami terus jalan,” pungkasnya yakin. Dengan begitu, ke depan diharapkan
(blognuklir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar