"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Senin, 10 Desember 2012

Surat dari Korban Seruan Sesat MUI Jatim untuk Bapak Presiden


Cuma gara-gara fatwa sesat kami diasingkan, rumah kami dibakar dan ayah saya dibunuh. Padahal kami tidak pernah berbuat jahat kepada orang lain. Kami juga sholat, puasa dan zakat. Tapi kenapa kami dimusuhi?


Derita Syiah Sampang sampai sekarang masih belum ada kejelasan, mereka masih menjadi pengungsi di neegri sendiri. Di pengungsian GOR Indoor Tenis kota Sampang pun, mereka kerap kali diintimidasi dan diperlakuan tidak sepantasnya. Mereka telah kehilangan haknya sebagai warga negara.


Ini semua akibat seruan sesat (baca: fatwa non konstitusional) segelintir ulama dan MUI Jawa Timur. Bapak Hamamah adalah korban yang meninggal akibat license to kill tersebut.

Sebenarnya seruan dan fatwa non konstitusional MUI Jatim secara nyata menimbulkan aksi kekerasan dan kejahatan massal yang menelan korban nyawa dan mengancam keselamatan banyak orang yang bisa dianggap sebagai seruan kebencian, dan perbuatan tidak menyenangkan, bahkan penodaan terhadap agama Islam.

Dibawah ini adalah surat dari salah satu korban licensi to kill MUI Jatim. Dia bernama Musthofa, putra Sampang asli.

Musthofa adalah putra bapak Hamamah yang masih berumur 9 tahun, ia menulis surat permohonan untuk Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Murid SD Negeri Karang Gayam 4 itu, hanya meminta supaya keamanan hidup mereka dikembalikan. Mereka hanya ingin kembali ke kampung halaman mereka dan bisa bersekolah seperti dulu. 

Berikut surat lengkap Musthofa:

Bismillahirrohmannirrohim
Kepada Bapak Presiden Republik Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Nama saya Musthofa, umur saya 9 tahun, saya sekolah di SD Negri Karang Gayam 4. 

Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden, saya ingin menyampaikan harapan dan permohonan kepada Bapak.

Yang pertama, harapan saya Bapak mau menolong saya dan teman-teman saya, supaya bisa bersekolah seperti dulu lagi di SD karang Gayam 4. Sampai kapan saya dan juga teman-teman saya harus hidup seperti ini? Cuma gara-gara fatwa sesat kami diasingkan, rumah kami dibakar dan ayah saya dibunuh. Padahal kami tidak pernah berbuat jahat kepada orang lain. Kami juga sholat, puasa dan zakat. Tapi kenapa kami dimusuhi?.

Saya mohon Bapak presiden mau membantu menyelesaikan masalah ini dan menghapus fatwa sesat kepada kami. Supaya saya, keluarga dan teman-teman bisa kembali ke kampung halaman dengan jaminan keamanan untuk kami dari Bapak Presiden. Sehingga saya dan teman-teman bisa bersekolah lagi dengan tenang.

Salam dari saya dan teman-teman.
Wassalamualaikum warahmatullohi wabarokatuh

Silahkan download disini; http://www.youtube.com/embed/NapFrd77ZtQ
**********************************

Sampang, Lupakan Saja


DUA HARI LALU, di sebuah pesantren di Jawa Timur saya bertemu seorang guru agama (ustadz). Dia bertanya,”kenapa berita tentang pengungsi Sampang sekarang sepi?”

Memang begitulah nasib pengungsi di negeri ini. Kaum pengikut Ahmadiyah bertahun-tahun hidup dalam pengungsian di Transito Transmigrasi di Nusa Tenggara Barat, tak ada jalan keluar dan solusinya. Kini terjadi di Sampang, setelah heboh dengan kekerasan 26 Agustus 2012, Presiden SBY menyatakan prihatin dan agar diambil tindakan. Lalu sehari kemudian berduyun-duyun sejumlah petinggi seperti Kapolri, Menteri Agama, Panglima TNI, dan Kepala Badan Intelejen (BIN). Tapi apa hasilnya?

Pengungsi dibiarkan hidup berlarut-larut, bahkan belakangan tak lagi diberi makan dan diperhatikan. Bahkan keperluan utama seperti air distop. Disana hidup anak-anak, perempuan, orang tua dan juga orang lain. Anak-anak terlantar tidak bersekolah, lalu bagaimana masa depan mereka? Siapa yang bertanggung jawab? Menteri Pendidikan tak ada suaranya, padahal dia cendikiawan yang berasal dari Jawa Timur. Sudah jelas, Gubernur dan jajarannya lebih sibuk ngurusi politik, apalagi Bupati Sampang dan jajarannya, takut kehilangan konstituen, lalu mengabaikan kemanusiaan.

Siapa pengungsi di GOR Sampang itu? Apa mereka orang asing, atau alien dari planet lain? Apa Bupati Sampang dan jajarannya, Gubernur Jawa Timur dan jajarann bahkan Presiden dan jajarannya menganggap para pengungsi itu bukan warga negaranya, atau malah menganggap mereka itu (pengungsi) bukan manusia? Anjing, kucing dan binatang-binatang baik yang berkeliaran maupun yang tinggal di Kebun Binatang saja diberikan makan. Saya tak habis pikir dengan mereka para penguasa itu.

Para pengungsi bukan peminta-minta, bahkan tak minta-minta diurusi. Mereka punya tanah di kampung halaman mereka di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan warga Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Bahkan mereka bisa hidup disana, di tempat asalnya. Masalahnya kini, aparat keamanan dan pemerintah daerah, takut dengan sekelompok orang yang mengaku ulama atau kiai di kampung Madura, yang mengancam akan membakar dan berbuat kekerasan jika para pengungsi itu kembali. Para pengungsi sebenarnya tidak takut apa yang terjadi terhadap mereka, jika kembali ke tanah kelahirannya dan tempat mereka berkehidupan.

Namun, mereka menghormati orang-orang yang mengurus negara. Mereka pergi ke lembaga-lembaga negara yang dianggap bisa ikut serta menyumbangkan pikiran dan tenaganya agar mereka bisa kembali ke tanahnya. Bersama-sama organisasi dan lembaga swadaya masyarakat yang selama ini konsern terhadap pengungsi mereka datangi lembaga-lembaga itu, mulai dari Komnas HAM dan terakhir Iklil Al- Milal salah satu korban dan juga adik Ustad Tajul Muluk pada 22 November lalu mendatangi Komisi III DPR di Senayan, Jakarta. Itu terakhir berita yang dimuat Harian Kompas, entah saya tak memperhatikan apakah TEMPO juga memuat berita-berita terbaru tentang Sampang. Sesekali saya melihat running teks di Metro TV tentang nasib pengungsi.

Dulu saat mengungsi, masih ada 274 jiwa tinggal di GOR, kini memang hanya 170 morang yang masih tinggal disana. Ada anak-anak yang kembali ke sekolahnya di berbagai daerah, ada tinggal di tempat keluarganya, bahkan ada yang diam-diam tinggal di sekitaran kampung halaman mereka.

Iklil saat di Jakarta mengatakan selama ada di pengungsian, dibantu dan sumbangan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Bahkan, menurut Iklil, sumbangan itu juga berasal dari warga Sunni yang dulu bertetangga dengan warga Syiah.”Mereka (Sunni) kan dulu tetangga kami, mereka masih suka datang ke GOR pengungsian untuk memberikan bantuan atau dukungan moral bagi kami. Kami sendiri sebenarnya tidak masalah dengan mereka, kami baik-baik saja,”katanya.

Harapan mereka kini cuma kembali ke kampung halaman mereka dan hidup dalam damai. Tak peduli jika bupati, gubernur, menteri, presiden, aktivis kemanusiaan dan media massa melupakan mereka. Toh, bagi banyak pihak mereka para pengungsi cuma angka-angka dari cacah jiwa. Apakah kita yang punya hati nurani, juga akan membiarkan mereka para pengungsi, dan merasa mereka “bukan” dari bagian kita? Saya tidak bisa seperti itu, entah anda. Saya tak bisa menjawab pertanyaan ustad di atas, hanya tertawa getir, dengan hati teriris. 

(islamtimes)
**********************************

Siaran Pers: Pulangkan dan Pulihkan Hak Pengungsi Sampang!


Jakarta, 8 Desember 2012

Pulangkan dan Pulihkan Hak Pengungsi Sampang!

Sudah lebih dari tiga bulan komunitas Muslim Syiah di Sampang menjadi pengungsi. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, hingga kini tidak memiliki rencana komprehensif untuk memulangkan mereka dan memulihkan hak-hak mereka yang terampas. Ini jelas merupakan pengabaian Pemerintah terhadap kewajiban Konstitusional menegak dan memenuhi hak asasi warga Syiah Sampang, seperti: hak bebas memeluk agama, hak hidup, hak memilih tempat tinggal, hak atas jaminan dan perlindungan hukum, hak atas rasa aman, serta hak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28D, 28E, 28G, 28H, dan 28I.

Pengabaian Pemerintah terhadap Konstitusi terus terjadi seiring dengan wacana untuk merelokasi warga Syiah Sampang; membiarkan terjadinya pemaksaan untuk pindah keyakinan; dan mengabaikan hak-hak pengungsi dengan menghentikan suplai makanan dan air bersih.

Atas dasar itu, kami menyatakan:

1. Menuntut Pemerintah Kabupaten Sampang, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengupayakan pemulangan kembali pengungsi Syiah Sampang ke kampung halaman mereka di Dusun Nangkrenang dan Blu'uran, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang;

2. Menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk memberi jaminan keamanan dan keselamatan bagi para pengungsi Syiah Sampang saat kembali ke kampung halaman mereka.

3. Menuntut Pemerintah Kabupaten Sampang, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Republik Indonesia untuk memulihkan hak-hak warga Syiah Sampang yang meliputi rekonstruksi, rehabilitasi, dan kompensasi;

4. Memohon Mahkamah Agung untuk mengabulkan kasasi Ustad Tajul Muluk dan membebaskannya dari segara dakwaan karena yang bersangkutan dipidana atas dasar keyakinan dan agamanya (prisoner of conscience). Terlebih eksaminasi publik atas vonis Pengadilan Negeri Sampang menunjukkan pelanggaran majelis hakim terhadap hukum formil dan materil;

Menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk memproses hukum para pelaku penyebaran kebencian terhadap warga Syiah Sampang, terutama Bupati Sampang Noer Tjahja sesuai dengan fakta persidangan yang terungkap di Pengadilan Negeri Surabaya.

Demikian tuntutan kami. Semoga menjadi perhatian pihak-pihak yang mendapatkan amanah untuk menegakkan hukum dan Konstitusi.

Hormat Kami

Aliansi Solidaritas Sampang, Garda Suci Merah Putih, Ahlul Bait Indonesia, Bela Keadilan, LBH Universalia, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) (IRIB Indonesia / SL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar