Deputi Pendayagunaan Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Ferhat Aziz mengatakan sebetulnya banyak hal yang dapat disumbangkan nuklir terhadap permasalahan yang ada di dunia ini.
“Mungkin yang paling besar gaungnya adalah nuklir untuk energi,
karena dia merupakan sumber energi yang masif,” katanya dalam Press Confrence
Executive Forum Media Indonesia: “Nuklir untuk Pangan” di Hotel Century
Jakarta, Rabu (28/11/2012).
Sementara
nuklir untuk energi masih kontroversial di negeri ini bahkan di banyak negara,
sehingga fokus BATAN lebih mengarahkan kepada nuklir dapat dimanfaatkan di
bidang non energi, misalnya dalam menunjang program ketahanan pangan. Karena
masyarakat saat ini lebih menerima nuklir untuk pangan dibandingkan nuklir
untuk energi. Dengan memanfaatkan teknologi nuklir, BATAN telah membantu
pemerintah dalam menyediakan bibit-bibit padi yang memiliki keunggulan, antara
lain berumur pendek, tahan terhadap hama
dan kekeringan.
“Satu-satunya teknologi yang diakui paling ampuh untuk memperpendek umur tanaman adalah dengan teknik nuklir, dengan iradiasi namanya,” kata Ferhat Aziz.
Ferhat menambahkan untuk padi, BATAN telah menghasilkan 20 varietas padi unggulan hasil mutasi radiasi seperti Mira I, Bestari, dan Inpari Sidenuk, atau sekitar 10% dari seluruh varietas padi nasional. Berdasarkan data BPS pada 2011, katanya, tingkat produktivitas varietas hasil mutasi radiasi rata-rata menghasilkan 7 ton per hektar. Lebih baik dari rata-rata produksi beras nasional sebesar 5,01 ton per hektar. Varietas hasil litbang BATAN telah ditanam pada lebih dari 3 juta hektar lahan pertanian sejak tahun 2000 dan terdistribusi di 24 provinsi.
Di samping itu, BATAN pun sudah menghasilkan kedelai, kacang hijau, kacang hijau, dan kapas hasil mutasi radiasi. Bahkan tidak lama lagi BATAN akan memperkenalkan varietas sorghum yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai pengganti gandum untuk mie instan. Beberapa waktu lalu telah dilakukan panen bersama dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan di Banyuwangi. Menurutnya, iptek nuklir sesungguhnya sudah dimanfaatkan tetapi memang belum dirasakan.
Peran BATAN adalah bagaimana meningkatkan pemanfaatan teknik nuklir khususnya di bidang pangan untuk membantu pemerintah dalam mengatasi kesulitan pangan dimasa yang akan datang, dan kemampuan BATAN ini sudah diakui oleh dunia internasional. Hal ini dapat dirasakan Tidak kurang dari Dirjen IAEA Yukiya Amano menyampaikan kekagumannya terhadap produk-produk hasil litbang BATAN yang dipamerkan pada General Conference – International Atomic Energy Agency (GC-IAEA) di Wina beberapa waktu lalu.
DiharapkanIndonesia
dapat membantu negara-negara tetangga yang masih belajar dengan teknik nuklir
khususnya di bidang pertanian. “Dan kita telah berkomitmen untuk membantu
negara tetangga kita yang baru yaitu, Myanmar dan Kamboja dalam
mempelajari teknologi nuklir untuk makasud-maksud damai,” imbuh Ferhat Aziz.
Senada dengan Ferhat Aziz, Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengakui bahwa pemanfaatan iptek nuklir untuk pangan memang sangat potensial menjawab tantangan peningkatan produksi hasil pertanian dan petani pun sangat berminat untuk menanam benih hasil mutasi radiasi yang dihasilkan BATAN.
Namun, pemenuhan benih hasil iptek nuklir itu masih sulit diakses para petani. “Dari luas hasil panen 13,4 juta hektar setahun, baru 3 juta hektar yang mengunakan bibit hasil teknologi nuklir. Petani mau bibitnya tapi aksesnya masih menjadi kendala,” ucapnya.
Ia berharap hal ini tidak hanya diadopsi oleh penangkar-penangkar binaan BATAN, tetapi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mampu mengadopsi dan menyediakan benih pertanian yang berasal dari hasil teknologi nuklir atau menambah jaringan penangkar. Menurutnya teknologi nuklir penting untuk petani karena hasilnya sangat menjanjikan. Di samping untuk meningkatkan hasil produksi, hal ini juga dapat menambah pendapatan petani, sehingga kesejahteraan petani juga meningkat.
“Petani mau menanam benih apa saja yang penting pendapatan petani bertambah dan ada jaminan pasar,” kata Winarno Tohir.
“Satu-satunya teknologi yang diakui paling ampuh untuk memperpendek umur tanaman adalah dengan teknik nuklir, dengan iradiasi namanya,” kata Ferhat Aziz.
Ferhat menambahkan untuk padi, BATAN telah menghasilkan 20 varietas padi unggulan hasil mutasi radiasi seperti Mira I, Bestari, dan Inpari Sidenuk, atau sekitar 10% dari seluruh varietas padi nasional. Berdasarkan data BPS pada 2011, katanya, tingkat produktivitas varietas hasil mutasi radiasi rata-rata menghasilkan 7 ton per hektar. Lebih baik dari rata-rata produksi beras nasional sebesar 5,01 ton per hektar. Varietas hasil litbang BATAN telah ditanam pada lebih dari 3 juta hektar lahan pertanian sejak tahun 2000 dan terdistribusi di 24 provinsi.
Di samping itu, BATAN pun sudah menghasilkan kedelai, kacang hijau, kacang hijau, dan kapas hasil mutasi radiasi. Bahkan tidak lama lagi BATAN akan memperkenalkan varietas sorghum yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai pengganti gandum untuk mie instan. Beberapa waktu lalu telah dilakukan panen bersama dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan di Banyuwangi. Menurutnya, iptek nuklir sesungguhnya sudah dimanfaatkan tetapi memang belum dirasakan.
Peran BATAN adalah bagaimana meningkatkan pemanfaatan teknik nuklir khususnya di bidang pangan untuk membantu pemerintah dalam mengatasi kesulitan pangan dimasa yang akan datang, dan kemampuan BATAN ini sudah diakui oleh dunia internasional. Hal ini dapat dirasakan Tidak kurang dari Dirjen IAEA Yukiya Amano menyampaikan kekagumannya terhadap produk-produk hasil litbang BATAN yang dipamerkan pada General Conference – International Atomic Energy Agency (GC-IAEA) di Wina beberapa waktu lalu.
Diharapkan
Senada dengan Ferhat Aziz, Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengakui bahwa pemanfaatan iptek nuklir untuk pangan memang sangat potensial menjawab tantangan peningkatan produksi hasil pertanian dan petani pun sangat berminat untuk menanam benih hasil mutasi radiasi yang dihasilkan BATAN.
Namun, pemenuhan benih hasil iptek nuklir itu masih sulit diakses para petani. “Dari luas hasil panen 13,4 juta hektar setahun, baru 3 juta hektar yang mengunakan bibit hasil teknologi nuklir. Petani mau bibitnya tapi aksesnya masih menjadi kendala,” ucapnya.
Ia berharap hal ini tidak hanya diadopsi oleh penangkar-penangkar binaan BATAN, tetapi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mampu mengadopsi dan menyediakan benih pertanian yang berasal dari hasil teknologi nuklir atau menambah jaringan penangkar. Menurutnya teknologi nuklir penting untuk petani karena hasilnya sangat menjanjikan. Di samping untuk meningkatkan hasil produksi, hal ini juga dapat menambah pendapatan petani, sehingga kesejahteraan petani juga meningkat.
“Petani mau menanam benih apa saja yang penting pendapatan petani bertambah dan ada jaminan pasar,” kata Winarno Tohir.
(batan.go.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar