Sedari dulu saya begitu tertarik dengan salju. Saya gila terhadap bacaan (novel, cerpen, puisi) yang selalu menjadikan salju sebagai latar ceritanya. Sekarang saya tidak perlu lagi berkhayal bisa menyentuh salju. Di Iran, saya bisa melihat pepohonan di taman asrama dilapisi putihnya salju. Ada kekaguman terhadap deretan cemara yang selalu tegar melawan musim. Pohon yang saya lihat di musim panas, gugur, dingin dan semi adalah deretan pohon itu-itu juga. Di musim salju, cemara harus lebih tegar lagi menahan beban tumpukan salju.
Butiran-butiran salju yang
tertumpah dari langit lebih berat dari tetes-tetes hujan, namun ia jatuh ke
bumi tanpa suara. Kristal-kristal putih itu melayang dengan lembut dan mendarat
dengan halus. Namun, pernahkah engkau bayangkan sekiranya butiran-butiran halus
salju itu menyentuh kulitmu?.
Pernahkah engkau
membayangkan bagaimana rasanya hidup di musim salju tanpa mengenakan baju
hangat, atau tinggal di rumah yang tidak dilengkapi fasilitas pemanas ruangan?.
Pada saat itu salju bukan
lagi keindahan, namun tontonan tragedi yang menyayat hati.
Teman saya asal Bosnia menceritakan, di musim salju, ketika
tumpukan salju disingkirkan dari jalan-jalan kota , tidak sedikit ditemukan mayat-mayat
manusia. Mereka adalah para tunawisma yang mencoba bertahan hidup di tengah
musim dingin yang menusuk tulang. Ya, dongeng tentang salju tidak melulu
menceritakan kebahagiaan sang putri salju, namun juga kegetiran hidup putri
penjual korek api, yang mati beku kehabisan api penghangat.
Bertepatan dengan 20 Maret
tahun ini, masyarakat Iran
bersuka cita menyambut datangnya musim semi yang juga menandai datangnya tahun
baru. Dalam penanggalan Iran
hari tahun baru adalah hari pertama di musim semi (disebut Fasl-e Bahor).
Sistem penanggalan Iran
telah disusun sejak 1725 tahun sebelum Masehi dan terus mengalami penyempurnaan
hingga kini.
Dimasa kekhalifaan Islam,
kalender Iran mengalami
penyesuaian dengan kalender Islam dan disebut dengan Kalender Hijriyah Syamsi
sebab penentuan tanggal Iran
berdasar pada edar bumi terhadap matahari dan disebut Hijriyah karena tahun
pertamanya juga dihitung dari hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah. Adanya
perbedaan jumlah hari dalam setahun dengan kalender Hijriyah Qamari menyebabkan
jalannya tahun pada kalender Iran lebih lambat dan tahun ini baru memasuki 1388
HS sementara kalender Hijriyah telah memasuki tahun ke 1429.
Wajar masyarakat Iran menyambut
tahun baru mereka dengan luapan kegembiraan. Mereka tidak lagi tersiksa oleh
dahsyatnya hawa dingin, tersiksa oleh tumpukan salju di jalan yang mengakibatkan
kemacetan berjam-jam. Mereka tidak perlu lagi repot-repot mengenakan pakaian
hangat yang tebal setiap keluar rumah, tidak perlu lagi takut terpeleset oleh
jalan yang licin, tidak ada lagi aktivitas membersihkan atap rumah dari
tumpukan salju yang berton-ton beratnya. Datangnya musim semi benar-benar
kesyukuran bagi mereka.
Letak geografis Iran dan
bentangan daratnya yang variatif membuat negara ini memiliki empat musim (semi,
panas, gugur dan dingin). Di musim panas cuacanya sangat panas. Pada Juli sampai
Agustus suhu mencapai rata-rata 38°C (100°F). Di musim gugur mereka kerepotan
dengan hembusan angin gurun yang juga panasnya tidak ketulungan.
Dan di musim dingin, mereka
harus bisa bertahan dengan suhu udara yang bisa menukik hingga minus. Musim
semi adalah saat yang dinanti-nantikan. Di saat itulah mereka bisa keluar rumah
sepuasnya, bunga-bunga pun bersemi menampakkan keindahan warnanya.
Tradisi menyambut tahun
baru (mereka menyebutnya Nouruuz) dimulai sejak dua-tiga minggu sebelum bulan
Esfand (bulan terakhir dalam penanggalan Iran ) berakhir. Diantara kebiasaan
mereka adalah membeli ikan mas kecil dan bibit gandum yang telah tumbuh sekitar
4-7 cm, konon katanya tradisi ini telah berumur 15.000 tahun. Ikan mas hidup
yang ditaruh dalam toples melambangkan kelincahan dan hidup yang penuh
aktivitas, sedangkan bibit gandum melambangkan produktivitas. Bahwa di tahun
baru ini mereka harus lebih aktif dan produktif dalam menghasilkan karya-karya
bagi kemanusiaan.
Namun ada fenomena menarik
yang bisa jadi selama ini luput dari pengamatan kita, bahwa negara-negara yang
memiliki empat musim lebih maju dibanding negara di daerah tropis. Kita bisa
lihat perbandingan taraf hidup dinegara-negara Eropa, Amerika, Jepang, China,
Korea, Australia dengan negara-negara yang hanya memiliki dua musim yang
tersebar disebagian Asia dan Afrika.
Dalam analisis
sosio-psikologi adanya perubahan musim yang membutuhkan adaptasi ini akan
membentuk karakter bangsa yang kuat dan tangguh dalam mengatasi problematika
hidup. Tidak heran, di tengah ketatnya sanksi dan embargo jangka panjang
negara-negara Barat dan Amerika
Serikat , Iran
justru mampu menunjukkan dirinya sebagai negara yang mandiri secara cemerlang.
Salah satu keberhasilan negeri ini yang membuat dunia terpana adalah kemajuan
dari segi iptek.
Sejak kemenangan Revolusi
Islam pada tahun 1979, Iran
telah dihadapkan pada embargo ekonomi Barat. Lewat langkah terselubung,
negara-negara Barat berusaha mencegah masuknya perlengkapan dan teknologi
cangih ke Iran .
Meski demikian, Iran
tetap mampu menorehkan beragam prestasi mengagumkan di bidang iptek, tidak
hanya dalam hal tekhnologi nuklir, produksi mobil namun juga piawai dalam
teknologi antariksa. Dengan keberhasilan meluncurkan roket pembawa satelit
"Safir Omid" dan sebuah maket satelit percobaan di orbit bumi, Iran
menjadi negara regional pertama yang mandiri tanpa bantuan asing, baik dalam
membuat satelit maupun dalam meluncurkan dan mengontrolnya.
Kalau Iran bisa melakukan ini, kira-kira apa yang
menghambat kemajuan di Indonesia ?.
Ketika melihat salju, saya
teringat betapa beruntungnya kita. Kita bisa hidup dengan kontruk bangunan ala
kadarnya, hatta dindingnya terbuat dari kardus atau pelepah pohon. Di negeri
empat musim, rumah harus dibangun kokoh, lengkap dengan sistem pemanas dan
pendingin jika tidak ingin mati diterkam keganasan alam. Sayangnya, anugerah
Ilahi ini disia-siakan oleh tangan-tangan kotor yang tahunya hanya menjarah dan
menindas.
Hasan Aspahani (2004), menolak menyebut Indonesia
sebagai negeri dua musim, dalam puisinya "Dongeng Negeri Empat Musim"
(2004) dia menyebut, ada empat musim di negeri ini, musim berdusta, musim
berjanji, musim berpura-pura dan musim lupa. Anehnya, empat musim itu bisa
terjadi dalam waktu yang sama.
Sesaat setelah Iran merayakan
Nouruuz nya
(http://abi-azzahra.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar