"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 21 Juli 2012

Gatotkaca Indonesia, Apa Kurang Hebat ?


Ada yang masih ingat dengan pesawat udara tipe N-250, lansirannya IPTN ?


Konon, pesawat bermesin turboprop ini mempunyai dimensi lebar sayap 28.00 M dan panjang badan 26.30 M serta tinggi 8.37 M ini mempunyai kapasitas 50-68 penumpang. Kecepatan jelajah maksimalnya 610 Km/Jam. Jarak jangkauan jelajah normalnya sejauh 1.480 km, dan jika ditambahi tangki cadangan dapat mencapai sekitar 2.040 Km.
Mungkin juga ada diantara rakyat Indonesia yang masih ingat, bagaimana saat penerbangan perdana prototipenya yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan di tahun 1994 yang lalu.

“Saya bilang, bahwa sembilan puluh persen penciptaan pesawat ini didasarkan atas Al-Quran”, kata Bj Habibie saat mempromosikan hasil karya dan kerja anak-anak bangsa Indonesia itu.

Dr. Ing. Haji Bacharuddin Jusuf Habibie ini di dunia industri pesawat terbang, terkenal dengan sebutan Mister Crack, lantaran penemuan rumusnya tentang kelelahan dan retakan serta rekahan sampai ke atom-atomnya di titik-titik rawan kelelahan.

Rumusan yang biasa disebut dengan nama Faktor dan Metode Habibie. Suatu rumus yang membuat dunia industri pesawat terbang menjadi efisien di biaya pembuatannya. Serta dapat diciptakan pesawat dengan bobot yang jauh berkurang, sementara kinerja pesawat bisa ditingkatkan lantaran daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh.

Sebelum adanya rumus Habibie ini, para perancang pesawat terbang biasanya meninggikan faktor keselamatannya (SF) dengan meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya, untuk mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi.

Sehingga bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar (operating empty weight) dapat disusutkan hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan setelah Habibie menyusupkan material komposit ke rangka tubuh pesawat, angka penurunan bisa mencapai 25% dari bobot sebelumnya.

Kembali ke soal N-250, bersamaan dengan penerbangan perdana prototipenya itu, juga ditetapkan adanya Hari Kebangkitan Teknologi. Seraya dicanangkan dimulainya proyek pesawat tipe N-2130, pesawat jet berpenumpang 100 orang.

Saat itu, muncul harapan yang membuncah bahwa Indonesia akan mulai dapat sedikit demi sedikit memenuhi sendiri dari sebagian kebutuhannya akan pesawat udara sebagai jembatan udara dari wilayahnya yang terdiri atas ribuan pulau.

Pesawat karya anak bangsa itu diharapakan akan dapat mengisi kebutuhan akan pesawat penumpang dengan rute-rute domestik yang relatif pendek. Maupun kebutuhan angkutan militer bagi TNI AU, termasuk juga pesawat patroli maritim bagi TNI AL.

Harapan yang tidak berlebihan, mengingat di dasawarsa sebelumnya, IPTN berkoalisi dengan Casa Spanyol sudah sukses merancang dan memproduksi pesawat CN-235 bermesin turboprop.
CN-235 .01

Foto

Produksi pertama CN-235 sudah dimulai semenjak Desember 1986. Sebelumnya, IPTN bekerjasama dengan Casa juga telah cukup lama merancang dan memproduksi CN-212.

Konon, CN-235 bermesin turboprop ini mempunyai dimensi lebar sayap 25.81 M dan panjang badan 21.40 M serta tinggi 8.18 M ini mempunyai kapasitas 30-45 penumpang. Kecepatan jelajah maksimalnya 509 Km/Jam. Jarak jangkauan jelajah normalnya sejauh 796 Km.

Pesawat CN-235 lansiran IPTN ini telah berkali-kali mengikuti berbagai pameran di event tingkat internasional. Termasuk di ikut tampil di Singapore Air Show tahun 2008, walau lokasi stand nyempil di pojok saja.

Konon menurut kabar, ada beberapa gelintir negara diluar Indonesia dan Spanyol yang mempergunakan CN-235 ini.

Diantaranya adalah Tentara Udara Diraja Malaysia, Angkatan Udara Kerajaan Thailand, Tentara Udara Diraja Brunei Darussalam, Angkatan Udara dan Angkatan Laut Turki, Angkatan Udara Pakistan, Angkatan Udara Afrika Selatan, Penjaga Pantai Amerika Serikat.

Sesungguhnya di lingkungan TNI AL, pesawat CN-235 varian MPA yang dilengkapi dengan seach radar, tactical navigation, day light TV, data handling/ recording, video dan data link, digital communication system, anti jamming VHF/ UHF, serta sarana lain pendukung pelaksanaan tugas patroli maritim, dapat diproyeksikan sebagai pengganti peran pesawat Nomad P-837 yang buatan Australia.

Sampai dengan saat ini, TNI AL mempunyai sebanyak 42 buah pesawat jenis Nomad P-837, termasuk yang untuk keperluan intai maritim.

Kini, IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) sudah beralih nama menjadi PTDI (PT. Dirgantara Indonesia) atau Indonesia Aerospace

Pesawat yang diberi nama Gatotkaca ini, menjadi mangkrak akibat kekurangan dana pengembangan.

Perjalanan PTDI sendiri juga kembang kempis, layaknya hidup segan tak mati pun tak mau. Dari IPTN yang semula mempunyai sekitar 1.300 sarjana lulusan luar negeri (dari program beasiswa) kini hanya tinggal 80-an yang masih bertahan hingga kini.

Sungguh ironis, negara dinyatakan tak mampu menyediakan anggaran untuk mengembangkan program swadaya di bidang teknologi dirgantara.

Namun kebalikannya, negara ternyata selalu mampu menomboki dan membailout serta memblanket guarantee bank-bank yang merugi dan salah urus serta terancam kolaps, seperti yang telah terjadi dalam kasus BLBI maupun kasus Century,

Sementara, ekor dan buntut dari kebijakan penombokan dan blanket guarantee itu setiap tahunnya terus menerus membebani keuangan negara, yang entah sampai kapan lunasnya.

Ini, sesungguhnya soal ketidak-mampuan ?. Atau, soal ketidak-mauan dan keberpihakan serta kecenderungan hati saja ?.

(kompasiana.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar