Sebagian dari pengikut mazhab Sunni (terutama yang
berafiliasi dengan wahabi) senantiasa mengklaim bahwa di Iran kaum
minoritas sunni tidak memperoleh sebagian hak-haknya dan tidak memiliki
kebebasan yang diperlukan dalam berbagai bidang. Sementara itu, kelompok Syiah
di berbagai negara Arab terutama negara-negara Teluk Persia khususnya Arab
Saudi juga punya klaim serupa dan menilai hak- haknya dirampas oleh rezim-rezim
di negara tersebut.
.
Dalam tulisan singkat ini, kami ingin secara global
membandingkan tentang kondisi kehidupan pengikut Sunni di Iran dan Syiah di
Arab Saudi sehingga tampak jelas sebagian realita di kedua negara itu.
Pihak-pihak yang mengklaim bahwa minoritas Muslim Sunni di Iran mengalami
penindasan dan provinsi-provinsi berpenduduk Sunni berada di bawah garis
kemiskinan dan diskriminasi, ada baiknya mereka mengetahui bahwa populasi
Muslim Sunni di Iran kurang dari 10 persen.
.
Di samping pemerintah, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran
atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei juga telah melakukan
kunjungan sembilan hari ke Sistan dan Baluchestan beberapa tahun lalu dan
mengeluarkan instruksi-instruksi khusus untuk memberantas kemiskinan di daerah
itu. Selain itu, pembangunan sejumlah rumah sakit lapangan, pelayanan
pengobatan gratis, pembangunan jalan raya, pemasangan pipa air dan gas serta
jaringan listrik, dan ratusan proyek- proyek besar lainnya, semua bertujuan
untuk melaksanakan keadian dan pemerataan serta memberantas diskriminasi.
.
Sementara di Arab Saudi dengan populasi Syiah sekitar 20
persen, terutama di wilayah timur negara itu, hingga sekarang tidak hanya
kabinet pemerintah Saudi yang belum pernah berkunjung ke sana, tapi juga tidak
satu pun dari para raja keluarga al-Saud yang menyambangi daerah itu kecuali
untuk melihat perusahaan minyak nasional, Aramco, yang beroperasi di timur
Saudi. Perlu diketahui bahwa Syiah Saudi meski tinggal di wilayah kaya minyak
dan pusat cadangan energi dunia, akan tetapi mereka hidup miskin dan menerima
pelayanan publik yang sangat rendah dibanding daerah- daerah lain di Saudi.
.
Arab Saudi, pengekspor utama minyak dunia dan sekutu besar
AS, adalah monarki absolut yang tidak mentoleransi perbedaan pendapat.
Minoritas Syiah Saudi tinggal sebagian besar di Provinsi Timur, yang memiliki
banyak kekayaan minyak negara itu. Masyarakat Syiah di sana menerima perlakukan diskriminatif dan
tidak menerima hak- haknya.
Partisipasi Dalam
Pemerintahan
.
.
Orang-orang yang mengklaim bahwa masyarakat Sunni di Iran
tidak diberi posisi di pemerintahan, ada baiknya mereka melihat kehadiran
beberapa perwakilan Sunni di parlemen nasional Iran atau di parlemen kota
seperti Zahedan, di mana populasi Sunni hampir berimbang dengan Syiah. Mereka
bahkan aktif di dewan kota ,
kantor gubernur, bupati, dan instansi- instansi pemerintah lainnya. Kebanyakan
pengikut Sunni juga mengabdi di lembaga-lembaga seperti kepolisian dan militer
serta lainnya. Sementara di Arab Saudi tidak satu pun perwakilan Syiah hadir di
Dewan Syura Saudi. Komunitas Syiah bahkan tidak diizinkan untuk memangku
jabatan sebagai kepala di sekolah-sekolah dan hanya dalam beberapa tahun
belakangan mereka diperbolehkan mengirim wakilnya ke dewan-dewan kota . Ironisnya, Syiah
sama sekali tidak punya hak untuk terlibat dalam dunia militer atau kepolisian.
Sosial dan Keagamaan
.
Mereka yang menyuarakan keterpasungan Muslim Sunni dalam
ritual-ritual mazhabnya dan berbicara tentang praktek diskriminasi di Iran , faktanya masyarakat Sunni memiliki masjid
di seluruh kota
berpenduduk Sunni dan mereka menggelar shalat berjamaah dan Jumat secara
independen. Jumlah pusat pendidikan dan hauzah ilmiah (pesantren) serta masjid
Sunni di kota - kota seperti Zahedan bahkan bisa sepuluh kali
lipat. Muslim Sunni secara keseluruhan memiliki lebih dari 400 pusat kegiatan
agama dan hauzah ilmiah di daerah-daerah mereka dan ini belum termasuk masjid.
Namun, masyarakat Syiah di seluruh Arab Saudi hanya memiliki kurang dari 50
hauzah ilmiah.
.
Belum lagi masjid- masjid Syiah di Saudi kerap mendapat
serangan pasukan keamanan dan penyegelan. Di sebagian kota seperti al-Khabar, Muslim Syiah bahkan
tidak punya masjid sama sekali, karena ketiga masjid di daerah itu telah
disegel oleh aparat pemerintah. Puluhan hauzah ilmiah juga ditutup paksa dengan
berbagai alasan dan dalih.
.
Para siswa Sunni di sekolah-sekolah pemerintah Iran pada
jam-jam pelajaran agama, tidak mempelajari buku- buku lain kecuali kitab khusus
Ahlu Sunnah wal Jamaah. Tapi tentu saja sistem Republik Islam Iran akan menindak
tegas pusat-pusat atas nama agama, yang menyebarluaskan pemikiran Salafi dan
Wahabi serta mengakibatkan ketidakamanan di negara. Sayangnya, kebijakan itu
ditafsirkan dan dikesankan sebagai sikap represif pemerintah Iran terhadap
pengikut Sunni.
.
Perlu diketahui bahwa pada masa perang 22 hari di Jalur Gaza,
Republik Islam Iran termasuk salah satu di antara segelintir negara yang
memberi dukungan spiritual dan media kepada warga Sunni di kawasan itu.
Padahal, mayoritas negara berpenduduk Sunni di Teluk Persia seperti Arab Saudi,
selain tidak memberi dukungan, mereka malah secara rahasia dan diam-diam
membantu rezim Zionis Israel. Dan bahkan ulama atau mufti wahabi tersebut
memberi fatwa 'kafir' bagi rakyat Palestina yang tidak pergi meninggalkan negaranya
hal ini pernah ditayangkan oleh Jaringan televisi satelit milik salah seorang
pangeran Saudi, Al Arabiya bahkan secara terang- terangan mendukung Israel
dalam agresi brutal itu.
Pengamat
Timur tengah dari UI, Yon Mahmudi
sumber:
sumber:
Tidak Ada Satupun
Masjid Ahlusunnah di Teheran, Benarkah?
Tersiar di kalangan banyak orang,
bahwa tidak satupun di Teheran terdapat mesjid Ahlus Sunnah, dan pengikut Ahlus
Sunnah oleh ketentuan pemerintah Iran ditekan untuk turut shlat
berjama’ah di masjid-masjid Syiah. Berita miring ini banyak dihembuskan oleh media-media
Barat dan AS, khususnya VOA (Voice of Amerika) yang sayangnya dinukil begitu
saja oleh media-media berbasis Islam.
Menurut Kantor Berita ABNA,
menukil berita dari Ghaem News , beberapa orang Ahlusunnah Teheran mengklaim bahwa mereka dilarang dan tidak diperbolehkan
membangun masjid khusus bagi jama’ah mereka oleh pemerintah setempat.
Pengklaiman ini segera mendapat respon oleh media-media Barat dengan menurunkan
berita bahwa Teheran satu-satunya ibukota negara yang tidak terdapat masjid
Ahlus Sunnahnya.
Berita yang
tendensius dan berbau propaganda negatif bagi persatuan Sunni-Syiah ini, oleh
pihak Wahabi diterima secara antusias dengan menyebarkan desas-desus fitnah,
bahwa pemerintah Iran yang mayoritas Syiah melarang dan menghalang-halangi
dakwah Ahlus Sunnah di negara tersebut, dan Ahlus Sunnah mengalami perlakuan
tidak adil dari pemerintah Iran, sementara Yahudi dan Nashrani bahkan Majusi di
negara tersebut mendapat perlindungan dan hak-haknya.
Ini ada
kedustaan belaka, sebab pihak Ahlus Sunnah juga mendapat perwakilan di
Parlemen. Di kawasan yang mayoritas Sunni, mereka mendirikan masjid dan
mendapat izin untuk melakukan ritual-ritual keagamaan mereka secara terbuka dan
bebas.
Di Teheran
sendiri, terdapat 9 buah mesjid yang dikelola khusus oleh jama’ah Ahlus Sunnah. Meski
demikian karena jumlah mereka yang minoritas dan tersebar sehingga
masjid-masjid tersebut kadang sepi dari jam’ah bahkan tidak melangsungkan
shalat berjam’ah sama sekali. Namun, masjid-masjid tersebut menjadi sangat
ramai di bulan Ramadhan, dan pengikut Ahlus Sunnah menjadikannya sebagai tempat
shalat tarawih berjama’ah.
Berikut daftar
nama-nama mesjid yang didirikan jama’ah Ahlus Sunnah di Teheran,
1. Masjid
Sodiqiyah, Falake 2 Sodiqiyah.
2. Masjid Tehran Fars,
jalan Delavaran
3. Masjid Syahr Quds, KM 20
jalan Qadim
4. Masjid Khalij Fars,
Bozorkroh Fath
5. Masjid an-Nabi, Syahrak
Donesh
6. Masjid Haftjub, jalan
Mullarad
7. Masjid Vahidiyeh,
Syahriyar
8. Masjid Nasim Syahr,
Akbarabad
9. Masjid Reza Abad,
Simpang 3 jalan Syahriyar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar