samudera bergelombang ganas dan bermuatan penumpang beraneka ragam
tingkah dan polah.
Satu demi satu penumpang telah berguguran dan terlempar ke dasar
samudera, termasuk penumpang yang telah merakit biduk untuk mencapai
pelabuhan impian. Termasuk juga terlemparnya ke dasar samudera para
penumpang yang telah membuat biduk kacau balau sehingga mendapat
julukan atau stigma"Biduk Tawuran,"
Tidak salah para pahlawan yang telah berkalang samudera merintis biduk
untuk tujuan dan cita-cita yang mulia. Tidak salah juga beberapa
penumpang yang masih memiliki idealisme dan cita-cita mulia terjepit
diantara penumpang penumpang ganas bak ganasnya gelora samudera.
Mengapa biduk ini mendapat julukan biduk"Tawuran?"Tak lain karena
terlalu banyak penumpang yang berselera sangat tidak masuk akal dan
tidak ada seorang pun pahlawan yang mewarisi selera tersebut untuk
para penerus kehidupan di dalam biduk tersebut.
Biduk Tawuran, muncul akibat tingkah dan polah sejumlah penumpang yang
memperlihatkan arogansinya terhadap orang lain atau sekelompok orang
lain.
Komunitasnya bukan saja anak kecil dari siswa sekolahan hingga
mahasiswa, melainkan juga kelompok masyarakat dari usia muda belia
hingga orang dewasa.
Tak terhitung berapa kali sudah terjadi tawuran dalam biduk yang
bercoba bertahan berlayar menuju pelabuhan impian. Tak terhitung juga
dimana dan kapan saja terjadinya tawuran yang membuat kapal kadang
oleng akibat angkara murka para penghuni biduk yang tersulut dendam
kesumat seolah ingin melumat lawannya dan mengirimkannya ke neraka
jahanam.
Berbagai pakar dan ahli serta cerdik pandai penghuni biduk yang
prihatin dan menyesali sekelompok penghuni biduk yang liar bagaikan
singa lapar dari padang rumput Sarangeti Tanzania itu telah memberi
solusi-solusi dan pencerahan-pencerahan tentang bahayanya aksi tawuran
yang bukan saja memperlemah persatuan dan kesatuan sesama penghuni
biduk tapi juga berpotensi bocornya biduk hingga tertelan se isinya
oleh ganasnya samudera yang tidak mengenal belas kasihan.
Jika boleh berumpama, biduk itu adalah negeri tercinta kita Republik
Indonesia yang sebentar lagi akan berusia ke 68 tahun. Negeri yang
telah dihiasi oleh sekelompok atau segelintir preman dari kelas teri
hingga kelas kakap berselera anarkis bergenre tawuran.
Lihat saja data berikut seperti yang dilansir oleh Kompas.com pada
edisi 21 Desember 2012, pada tahun 2012 saja di DKI terjadi (tercatat)
147 kasus tawuran pelajar di Indonesia yang menelan korban jiwa siswa
sebanyak 147 orang. Angka kasus ini melonjak dari tahun sebelumnya
(2011) sebanyak 128 kasus. Sumber : http://megapolitan.kompas.com
Tawuran Sosial Politik
Genre tawuran bukan saja selera pelajar, mahasiswa dan antar kampung
atau (Rukun Warga) melainkan juga selera para pendekar politik yang
mengemasnya dalam bentuk Tawuran Sosial Politik. Dengan mengedapankan
issue jati diri dan eksistensi partai dan pengurusnya para pendekar
politik rela memelihara simpatisan di akar rumput (grass roots)
menyerang dan menteror pendukung partai lainnya dalam Pilkada di
tingkat kota, kabupaten hingga pilkada provinsi, bahkan dalam pilkada
legislatif pun tak jarang hal serupa terjadi di mana-mana.
Tawuran sosial juga merambah ke sendi-sendi aqidah melalui
pertentangan perbedaan mazhab dan aliran sehingga tak segan-segan
melakukan tindakan pemusnahan hidup seseorang secara massif atas dasar
perbedaan keyakinan dan kekuatiran atas lunturnya nilai-nilai
keyakinan yang telah terpelihara dalam sebuah lingkungannya selama
ini.
Tawuran politik juga menjelma di kalangan aparatur negara. Lihatlah
apa yang sering kita sesali saat terjadinya penyerangan dan
perseteruan antara oknum TNI dengan Polisi, atau penyerangan yang
dilakukan oleh oknum Polisi terhadap sesama polisi sendiri.
Tawuran lainnya yang tidak merusak fisik secara langsung tapi merusak
tatanan moral adalah rebutan proyek di berbagai instansi pemerintah
dan swasta. Tak jarang juga ditemukan tawuran antara masa yang pro dan
kontra pembela kepala desa hingga ketua lembaga tertentu dari kubu
lainnya.
Rasa-rasanya biduk (negeri) ini tak pernah sepi dari tawuran. Tak
sanggup rasanya menuangkan peristiwa demi peristiwa tawuran yang
terjadi di seantero tanah air ini. Meski di beberapa lokasi tawuran
itu dengan sendirinya padam dan lenyap karena salam-salaman di hari
lebaran atau hari penting pada setiap agama tapi itu hanya sesaat dan
kecenderungan itu ternyata memperlemah pesatuan dan kesatuan bangsa
kita,
Terlalu banyak faktor untuk diungkap ada apa dibalik munculnya tawuran
sesama warga.
Para pakar dan ahli memberi analisa faktualnya mulai dari sisi
moralitas, budaya, akademis hingga religius seabgai sumber muculnya
biangkeladi atau biang kerok tercetusnya demonstrasi rimba oleh para
berandalan yang tak mengenal penting tidaknya ego tersebut dalam
bermasyarakat dan bernegara.
Pendek kata, tawuran apapun latar belakang dan sumber masalahnya
bukanlah produk yang ditinggalkan oleh para pahlawan negeri ini yang
telah mendahului kita pada masa mereka masing-masing. Mereka yang
telah berkalang tanah dan tersapu oleh arus samudera tidak pernah
bercita-cita membuat negeri ini menjadi negerinya para bandit dan
mafia atau berandalan kelas teri hingga berkerah putih atau kelas
kakap.
Jika kini kita jadi bertanya-tanya mengapa kita berada pada zaman
seperti ini, tidak berarti para pahlawan yang bersalah. Ibarat kata
pepatah"tidak salah bunda mengandung,"begitu juga halnya peranan para
pahlawan kita. Tidak satu pun diantara mereka bercita-cita atau bahkan
bermimpi membuat negeri ini menjadi miliknya para bandit, mafia dan
berandalan di setiap lapisan masyarakat dan instansi.
Mungkin, jika para pahlawan yang telah mengorbankan jasa dan jasadnya
untuk kita sekarang bisa hadir diantara kita kembali dalam berbagai
wujudnya, ia akan marah besar dan menyesali betapa sia-sianya
pengorbanan itu jika hanya membuat negeri menjadi sulit dikelola dan
dikendalikan akibat ulah sekelompok bandit, mafia dan berandalan di
beberapa lapisan masyarakat dan instansi pemerintah dan swasta yang
melilit dan meremukkan negeri ini secara sistematis bagaikan gurita
meremukkan mangsanya.
Menjelang HUT RI ke 68, mari kita berikan renungan dan doakan seluruh
pahlawan yang telah meninggalkan kita lebih dahulu mendapat balasan
yang setimpal atas seluruh pengorbanannya untuk nusa dan bangsa.
Dengan demikian sedikit tidaknya membuat kita menjadi orang-orang atau
generasi yang pandai bersyukur atas jerih payah dan pengorbanan orang
lain termasuk atas jasa dan pengorbanan ikhlas para pahlawan kita.
Selamat Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke 68. Semoga tema persatuan
dan kesatuan yang sedang dihidupkan kembali melalui semangat
nasionalisme akan mredam dan menghilangkan produk tawuran di segala
lapisan masyarakat dan aparatur negara.
abanggeutanyo (kompasiana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar