"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Rabu, 21 Agustus 2013

Bung Karno Orang Sipil, Tapi Paham Bagaimana Visi Besar Dijalankan

Strategi Iran berbeda dengan Korea Utara dan Kuba-- sebagai salah satu
matarantai "Axis of Evil" dalam sebutan Paman Sam.

Korea Utama mengisolasi rakyatnya sambil memperkuat basis militer,
khususnya teknologi nuklir dan rudal antar benua.

Inipun dipakai 'bargaining' tarik ulur mendapatkan bantuan logistik
dari luar negeri, sekaligus alat gertak negara tetangga.
Ilmuwannya bermadzhab Russia atau Tiongkok.

Kuba dibawah Fidel Castro memilih meningkatkan sumberdaya manusia,
khususnya dalam melahirkan"dokter rakyat", yang bisa diperbantukan di
negara tetangga. Program model puskesmas di pelosok juga digalakkan.
Ilmuwan dan dokternya lulusan Eropa. Teknisi militernya belajar ke
Russia. Meski jaraknya 'selemparan batu' dari AS, Kuba relatif stabil
dan mandiri.

Jaringan sesama negara "Kiri" bersama Venezuela, Argentina, Brasil,
Uruguay, Cile, Nikaragua,Bolivia, dan Ekuador, di Amerika Selatan juga
terjaga.

Bagaimana dengan Iran? Berhenti saja ngomongin Syiah! Sekarang kita
ngaji geopolitik sejenak!
Iran ini persis Jerman yang dikerdilkan Sekutu melalui Traktat
Versailles pasca Perang Dunia II.

Traktat yang membonsai angkatan perang Jerman di laut, udara, dan
darat. Toh, pemimpin Jerman, khususnya sejak dipegang Hitler,
diam-diam membangun kekuatan militer. Perwira yang disekolahkan di
luar negeri diminta pulang, begitu pula para ilmuwan, teknisi
danteknolog. Hasilnya: dengan cepat Jerman bangkit melahirkan
alutsista paling yahud di zamannya: Pesawat pemburu Messerschmit
Me-109 di udara, tank PanzerKampfwagen (PzKpfw) V Tiger di darat, dan
yang paling legendaris armada kapal selam U-Boat yang sempat bikin
Winston Churchill frustrasi! Hasilnya bisa dilihat dalam PD II, baik
di front Eropa maupun koloni Afrika, dimana Jerman sempat
menjadijagoan tunggal sebelum dikeroyok Sukutu ramai-ramai.

Nah, Iran juga nggak jauh beda. Pasca revolusi dan perang Iran-Irak
kemudian dijepit embargo, di era Rafsanjani, Khatami, dan Ahmadinejad,
upgrade alutsista dan alih teknologi militer berjalan stabil dan terus
meningkat.

Khususnya pada pengembangan rudal jelajah, kapal selam, kapal rudal
cepat, pesawat nirawak hingga drone! Di antara kuncinya: mau
memanfaatkan talenta dan sumberdaya manusianya sekaligus pasokan
teknologi dari Pakistan, Russia dan Korea Utara.
Ini negara tertutup tapi terbuka.

Dikatakan tertutup karena AS dan sekutunya tetap mengembargo Iran,
dibilang terbuka karena memberi ruang kerjasama dengan negara
non-Sekutu AS. Lebih terbuka lagi manakala melihat bahwa Presiden Iran
yang baru, Hassan Rohani, dan wakilnya yang anggun dan cerdas, Elham
Aminzadeh, sama-sama alumni Universitas Glasgow, Skotlandia.

Rohani, yang menyertai Khomaini di pengasingan di Perancis itu, bahkan
seorang poliglot yang pernah menjadi juru runding nuklir.
Mekanisme memanfaatkan alumni Barat untuk melawan Barat juga dipakai
Jepang beberapa saat setelah era Restorasi Meiji.

Faktanya, Jepang menghancurkan armada laut Rusia pada 1905. Beberapa
tahun berikutnya, anak-anak cerdas dari Jepang dikirim "kulakan ilmu"
di Barat. Proses Amati, Tiru, Modifikasi (ATM) ini yang dipakai Jepang
membangun teknologi dan armada militernya. Faktanya, beberapa perwira
militer Jepang yang terlibat dalam penyerbuan di Pearl Harbor adalah
alumni Barat. Bahkan, Laksamana Isoroku Yamamoto, panglima tertinggi
militer Jepang, adalah lulusan Amerika!

Di Indonesia, Bung Karno sebenarnya melakukan langkah serupa. Era
1960-an Indonesia merupakan salah satu kekuatan militer yang disegani
di Asia Pasifik. Beberapa perwira disekolahkan ke AS, Australia dan
Uni Sovyet. Pulang diminta mengabdi.
Bung Karno orang sipil, tapi paham bagaimana visi besar dijalankan.

Bung Karno orang teknik, insinyur, tapi paham jika bangsa Indonesia
anakcucu pelaut jempolan. Untuk itu, Bung Karno bangga menyebut
Indonesia sebagai bangsa maritim, sebagai pelanjut kebesaran armada
laut Sriwijaya, Singhasari, Majapahit, dan Demak! Makanya, Bung Karno
memanjakan angkatan laut dengan kapal selam tercanggih di eranya,
dengan beberapa skuadron pesawat Hercules, Antonov, MiG, dan tank yang
juga upgrade di era itu.
Kekuatan militer Indonesia justru amburadul saat dipimpin militer,
Jenderal Soeharto. Di buku sekolah, ditanamkan jika bangsa kita adalah
bangsa agraris, bukan maritim. Hilanglah kecintaan kita terhadap
samudera yang kekayaannya justru dikeruk bangsa asing.

Sebagai bangsa agraris, pertanian Indonesia justru porakporanda akibat
revolusi hijau yang dicangkokkanBarat. Benih padi unggulan yang
diwariskan turun temurun mulai punah, sistem tanam padi melalui local
wisdom tak lagi diingat, pupuk organik yang aman malah diganti pupuk
kimia (yang diwajibkan oleh pemerintah melalui KUD). Efeknya, meskipun
mencapai swasembada pangan tahun 1985 dan Pak Harto mendapatkan
penghargaan dari FAO, tapi kondisi tanah teracuni dan mengakibatkan
serbuan hama tiada henti. Belum lagi adanya kartel gabah danmafia
impor beras yang membuat banyak petani meraung sedih.

Kekuatan militer semakin lemah karena sejak awal Orde Baru ada
Dwifungsi ABRI (hal ini yang sejatinya ditentang Jenderal Soedirman
akhir 1940-an saat melihat campur tangan sipil di militer, begitu pula
sebaliknya, sungguhpun saat itu belum ada istilah Dwifungsi yang
dicetuskan Jenderal AH Nasution pasca G-30s/PKI).

Di era Pak Harto pula terjadi intrik di tubuh militer antara jenderal
tempur dan jenderal salon (hanya duduk manis di balik meja), antara
kubu jenderal merah putih dengan jenderal hijau di era 1990-an, dan
kecemburuan AL dan AU terhadap AD. Maklum, Pak Harto orang AD. Di
internal AD juga ada kecemburuan terhadap Kodam Brawijaya dan Kodam
Diponegoro.

Kodam Brawijaya dianakemaskan karena membantu Pak Harto menyingkirkan
PKI, Kodam Diponegoro istimewa karena Pak Harto lama berkarier di
sini. Lazimnya, Pangab/Panglima ABRI di zaman itu diambil dari kodam
ini, jarang yang dari Siliwangi, Cenderawasih, atau Bukit Barisan.
Lagipula, Kostrad lebih dielus-elus karena Pak Harto juga mantan
Pangkostrad!

Di era Gus Dur, dimulailah pemisahan TNI/Polri. TNI bagian pertahanan,
Polri di bagian keamaanan. Gus Dur orang sipil yang ingin
mengembalikan TNI ke barak. Selain itu di zaman GD mulai ada rotasi
Panglima TNI secara bergilir dari tiga angkatan.

GD juga membentuk kementerian kelautan setelah membubarkan Kementerian
Penerangan. Menteri kelautan ini menjadi salah satu aspek perhatian GD
agar kita, bangsa Indonesia mencintai samudera, sebagaimana Nuswantara
zaman lampau.

Aaaah, kejayaan bangsa ini di era lampau dan ketidakberdayaan kita di
dalam berbagai bidang, saat ini, sedikit mengingatkan kita pada tangis
pilu Pramoedya Ananta Toer dalam novel karyanya: "Arus Balik!"


Digahayu Indonesia Kita!
Penulis : Rijal Mumazziq Z, Direktur Penerbit Imtiyaz Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar