"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Rabu, 14 Agustus 2013

70.000 Ton Uranium Indonesia Jadi Incaran Negara Penjajah

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memperkirakan terdapat cadangan
70 ribu ton Uranium dan 117 ribu Thorium yang tersebar di sejumlah
lokasi di Indonesia, yang bisa bermanfaat sebagai energi alternatif di
masa depan.

"Untuk Uranium potensinya dari berbagai kategori, ada yang dengan
kategori terukur, tereka, teridentifikasi dan kategori hipotesis,
sedangkan Thorium baru kategori hipotesis belum sampai terukur," kata
Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir Batan Agus Sumaryanto di
sela peluncuran PetaRadiasi dan Radioaktivitas Lingkungan di Jakarta,
Senin (20/5/2013).

Sebagian besar cadangan Uranium kebanyakan berada di Kalimantan Barat,
dan sebagian lagi ada di Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat,
sedangkan Thorium kebanyakan di Babel dan sebagian di Kalbar.

Kajian terakhir dilakukan di Mamuju, Sulbar, di mana deteksi
pendahuluan menyebut kadar Uranium di lokasi tersebut berkisar antara
100-1.500 ppm (part per milion) dan Thorium antara 400-1.800 ppm.

Ia mengatakan, pihaknya telah menyusun Peta Radiasi dan Radioaktivitas
Lingkungan sebagai data dasar, sehingga kalau ada kenaikan radiasi
yang disebabkan faktor bukan alami misalnya radiasi hasil lepasan
industri atau kecelakaan nuklir, bisa diketahuidengan cepat.

Pakar ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi
Selatan, Syarkawi Rauf mengatakan, kandungan tambang uranium di
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, kini menjadi incaran beberapa negara
asing.

"Potensi tambang uranium di Mamuju merupakan yang terbaik di
Indonesia. Sehingga pemanfaatannya harus hati-hati dan dikelola untuk
kemakmuran rakyat, bukan menguntungkan pihak asing," kata Syarkawi
Rauf ketika dihubungi di Makassar, Senin (13/5).

Menurutnya, pemanfaatan uranium bukan hanya untuk menghasilkan tenaga
nuklir untuk kepentingan pertahanan, tapi juga untuk dikelola sebagai
bagian pengembangan ekonomi.
"Misalnya, sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam
mendukung ketersediaan listrik di provinsi hasil pemekaran Sulsel
ini," katanya.

Dia mengatakan, sadar atau tidak, kandungan uranium di Sulbar telah
diketahui banyak negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat (AS),
Rusia, China, dan banyak negara besar lainnya. Karenanya, tambah
Syarkawi, pemerintah RI tidak boleh gegabah jika memiliki rencana
mengelola sumber energi tersebut.

Kalau untuk kepentingan ekonomi domestik dan memenuhi kebutuhan
ketersediaan pasokan listrik, kata Syarkawi, maka reaktor nuklir untuk
pembangkit listrik bisa didirikan di Sulbar.

"Kalau kita bisa memanfaatkan uraium sebagai sumber energi listrik,
daerah ini akan maju dan tidak akan pernah kekurangan listrik. Hanya
saja kita belumpunya teknologi untuk memanfaatkan uranium," kata
Syarkawi.

Syarkawi yang juga anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
pusat ini mengatakan kebutuhan akan energi sampai saat ini mengalami
peningkatan yang sangat pesat.

"Peningkatan kebutuhan akan energi merupakan sebuah bentuk penyesuaian
dengan kemajuan zaman.Satu sumber energi yang posisinya sangat vital
bagi masyarakat adalah energi listrik," katanya.

Dia menjelaskan, listrik bisa dihasilkan dengan mendirikan PLTN. Jenis
pembangkit listrik seperti itu menggunakan proses pembelahan inti atom
uranium yang akan menghasilkan energi nuklir yang sangat besar.

"Itu sebabnya, Iran sangat ngotot mengembangkan dan mengelola sendiri
nuklirnya. Karena listrik yang dihasilkan sangat besar dan mampu
memenuhi kebutuhan negaranya," kata Syarkawi.

Sikap Iran untuk tidak menyerahkan pengelolaan uraniumnya kepada
negara asing, kata dia, patut dijadikan contoh sehingga pemerintah RI
harus berhati-hati.

Kedatangan utusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) ke Sulbar, ungkap
Syarkawi, harus benar-benar dimanfaatkan untuk membangun kerjasama
yang saling menguntungkan.

"Mereka boleh bawa bantuan masuk, tapi tidak berartiboleh mengambil
apa saja yang mereka mau. Kalau memang ada kerjasama maka harus saling
menguntungkan. AS bisa masuk dalam bantuan teknologi dan dana.
Kerjasamanya harus berbentuk 'mutual partnership'," ujar Syarkawi.

(theglobal-review.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar