"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Minggu, 28 Juli 2013

Pemerintah: Pengungsi Syiah Bisa Pulang Asal Tobat

Jalan para pengungsi Syiah Sampang untuk pulang ke kampung halamannya
masih tersendat. Pemerintah masih memberi syarat jika para pengungsi
ini kembali ke tanah kelahirannya di Dusun Nangkernang, Desa Karang
Gayam, Sampang.

Pemerintah akan memulangkan pengungsi Syiah itu jika mereka tobat.
Sikap ini senada dengan permintaan ulama-ulama Madura yang ditemui
Menteri Agama Suryadharma Ali.

"Para kiai menerima kalau mereka pulang, supaya pulangnya mulus harus
ada persamaan persepsi," kata Suryadharma di bandara Djuanda, Kamis,
25 Juli 2013.

Persamaan persepsi yang dimaksud Suryadharma menyangkut keyakinan yang
dianut pengungsi Syiah Sampang. Dia mengatakan Syiah Sampang punya
cara pandang berbeda memandang Islam.

Suryadharma juga enggan menggunakan kata tobat dalam kasus pengungsian
Syiah. Ia memilih menggunakan kata mencerahkan. Ada dua cara yang
ditawarkan pemerintah untuk memulangkan pengungsi Syiah.

"Mereka kembali dulu ke Sampang baru dicerahkan, atau dicerahkan dulu
baru pulang," katanya.

Pemulangan, kata dia, tak mesti sekali jalan. Bisa dilakukan bertahap.
"Misalnya yang sudah dicerahkan ada dua keluarga, mereka bisa pulang
dulu. Yang lain menyusul," katanya.

Suryadharma menggelar pertemuan tertutup dengan pengungsi Syiah asal
Sampang, Madura. Pertemuan diadakan di ruang VVIP bandara Djuanda,
Surabaya dihadiri oleh belasan perwakilan pengungsi, Ulama-ulama Badan
Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra), Gubernur Soekarwo, dan
Ketua Tim Rekonsiliasi Abd A'la.

Ulama Bassra adalah kelompok ulama yang menentang pemulangan kelompok
Syiah Sampang. Mereka bisa menerima pemulangan hanya jika Syiah
menandatangan janji pertobatan.

Juru Bicara Pengungsi Syiah Iklil al Milal menolak permintaan tobat
yang ditawarkan menteri. "Ini pemaksaan kehendak," katanya. Dia
membantah Syiah yang dianutnya sesat."Quran yang saya baca bahkan
Quran dari kementerian agama, yang ditandatangani pak Suryadharma,"
katanya.


***************************************
Wawancara Menteri Agama soal Syiah di Sampang


Menteri Agama Suryadharma Ali kini mengemban tugas berat dari Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Dia diminta mendamaikan dua kelompok
masyarakat di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, Madura,
yang berseteru sejak setahun lalu. Sebagian warga yang berpaham Sunni
menyerang permukiman warga yang Syiah di sana. Sejak itu, puluhan
keluarga Syiah di Sampang terusir dari kampung halamannya sendiri.

Berkat desakan internasional, Presiden SBY berjanji pengungsi Syiah
bisa kembali ke kampungnya untuk merayakan Lebaran tahun ini. Artinya,
Menteri Suryadharma punya waktu sekitar dua pekan untuk merealisasikan
janji itu.

Usai pertemuan perdana antara warga Syiah dan Sunni yang diprakarsai
Rektor IAIN Sunan Ampel, Abdul A'la, di Surabaya, Kamis, 25 Juli 2013,
Suryadharma meluangkan waktu untuk berbicara pada wartawan. Berikut
ini petikannya:

Apa hasil dari pertemuan perdana antara kelompok Sunni dan Syiah di Sampang ini?

Pertemuan tadi sangat bagus karena para kiai sangat terbuka dengan
perdamaian. Keterbukaan mereka dasarnya kuat. Dasarnya adalah kasih
sayang. Karena mereka ini juga sebenarnya guru-guru. Ada sayang guru
kepada muridnya. Ada juga yang keluarga. Seperti Kiai Ali Karar dengan
Iklik itu hubungannya paman dan keponakan. Ada kasih sayang karena
ikatan kekeluargaan, guru dengan murid. Mereka bukan orang asing.
Mereka terbuka sekali dengan perdamaian.

Apa saja yang sudah dibicarakan?

Kami membicarakan soal kasih sayang. Supaya terbuka dialog-dialog. Apa
maksud kasih sayang? Bentuknya, mereka sangat menyayangi tetangganya,
adiknya, keluarganya, yang punya pandangan berbeda. Mereka
menyayangkan, kok, pemahamannya berbeda. Murid, anak, kok, memiliki
jalan yang lain. Supaya tidak memiliki jalan yang berbeda, maka perlu
penyamaan persepsi.

Jadi, dengan kata lain, pemerintah minta pengungsi Syiah bertobat?

Saya sengaja tidak menggunakan kata "tobat". Saya gunakan kata-kata
"penyamaan persepsi". Di sini perlu kehati-hatian, jangan sampai
kemudian upaya ini berantakan di tengah jalan. Lebih baik terlambat
tapi sukses, daripada buru-buru tapi risiko gagalnya tinggi.

Oleh karena itu, kita sepakat agar mereka "dicerahkan" dulu baru
pulang. Kita dahulukan "pencerahan" dulu, tidak mesti langsung 100
persen. Di pengungsian (Syiah) kan ada 69 keluarga, mungkin ada dua
keluarga sudah "dicerahkan" lalu pulang. Nanti ada 10 lagi yang
"dicerahkan", mereka juga pulang. Syukur-syukur bisa sekaligus.
Intinya lebih cepat lebih baik. Syukur-syukur sebelum Lebaran.

Jadi, tidak ada hambatan lagi untuk memulangkan pengungsi Syiah ke Sampang?

Para kiai akan menerima mereka pulang. Tetapi supaya pulangnya mulus,
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka diperlukan persamaan
persepsi. Dalam rangka penyamaan persepsi, perlu ada "pencerahan".
Caranya ada dua: (1) "dicerahkan" dulu baru pulang, atau (2)
dipulangkan dulu baru "dicerahkan".

Sebenarnya, peran pemerintah untuk mendorong rekonsiliasi ini seperti apa?

Kami minta agar persoalan ini menjadi persoalan yang sangat lokal,
untuk memudahkan penyelesaian. Semua pihak diharapkan memberi
kepercayaan penuh. Lepas tangan dulu, deh. Serahkan pada pemerintah
lokal dan kiai, yang kita lihat sangat terbuka untuk rekonsiliasi.

Apa maksud Anda?

Ini kan persoalan Sampang. Serahkan pada Sampang. Masalah Sampang
serahkan pada ulama Sampang. Paling luas ulama Madura. Sudah di situ
saja, jangan sampai keluar dulu.

Mengapa?

Karena merekalah yang mengerti budaya dan karakteristik masyarakat
Sampang. Kebanyakan yang di luar itu menggeneralisir saja, berpikir di
tataran yang ideal. Padahal, kalau yang ideal dibawa ke tataran
sosial, hasilnya mentok.

Memang betul setiap warga punya hak tinggal di mana saja, betul. Juga
berhak memperoleh keamanan, betul. Tetapi begitu masuk pada tataran
realitas, tidak seindah apa yang dikatakan.

Jadi, apa peran pemerintah pusat kalau masalah Sampang dilokalisir?

Pemerintah berperan sebagai fasilitator. Diplomasi bolak-balik. Tentu
saja pemerintah akan terus jadi pendukung utama, tapi pelaku utama
adalah pemerintah daerah. Lebih khusus lagi kita harapkan tokoh
informal seperti yang saya sebutkan tadi itu, para ulama. Mereka
berpengaruh.

Apakah ulama dari Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra)
cukup representatif mewakili seluruh ulama Madura?

Selama ini yang terlibat langsung adalah Bassra. Bagi saya Bassra ini
merepresentasikan ulama Madura.

Bagaimana soal permintaan ulama Bassra, yang mensyaratkan rekonsiliasi
harus diawali "pertobatan" kelompok Syiah?

Saya tidak memakai kata "tobat". Saya mengubahnya jadi "penyamaan
persepsi". Dalam penyamaan persepsi ada proses dialog, yang
mudah-mudahan dari situ lahir pemahaman yang sama.

Apakah ada indikasi kelompok Syiah di Sampang ingin "dicerahkan"?

Itu sudah kesepakatan. Kalau kesepakatan berarti ada keinginan. Tadi
saya mengawali pertemuan dengan mengatakan bahwa tidak mugkin ada
konflik kalau tidak ada perbedaan tajam. Lalu pihak Syiah mengatakan:
Kami tidak berbeda, Tuhan kami sama, Allah sama, Al-Quran sama. Nah,
kalau sama kan bagus. Kalau sama, ya tinggal membuktikan bagaimana
persamaan itu. Ulama juga langsung menyambut baik. Itu artinya sudah
makin dekat.

Apakah menurut pemerintah Syiah itu sesat?

Pemerintah tidak pernah memandang masalah ini sebagai konflik
Syiah-Sunni. Pandangan itu perlu agar masalah ini tidak meningkat ke
skala nasional. Kalau sampai terjadi konflik seperti itu ya repot.
Jadi, ini bukan masalah Syiah-Sunni. Ini masalah penistaan agama.
Tolong jangan benturkan Syiah-Sunni.

Kalau dibawa ke urusan agama, apa pandangan Anda?

Itu ada kajian sendiri. Nanti kajiannya saya kasih.

Siapa yang membuat kajian itu?

Ulama di sini.

Ulama anggota Bassra di Madura?

Iya. Ulama Madura melakukan kajian. Lalu diikat lagi dengan
kesepakatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur

Dari pemerintah sendiri tidak ada?

Kementerian tidak punya kewenangan dari sisi ajaran. Kementerian tidak
punya kompetensi untuk mengatakan ini sesat atau tidak. Jadi, ulama
yang menentukan itu.

Apa salah satu kesimpulan kajian ulama Madura soal itu?

Saya kira tak perlu dieksposlah.

Tadi, Anda menilai ulama Bassra cukup representatif untuk
menyelesaikan konflik ini. Apakah Anda berpandangan demikian karena
ada Bassra berafiliasi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)?

Jangan ke situ dong, ah. Gimana ente ini.

Tapi dilihat dari sejarah pembentukannya pada 1990-an, Bassra jelas
terkait dengan PPP…

Begini. Dulu itu cuma ada tiga partai: PPP, Golkar, dan PDI. Untuk
Bassra, ya sudah, hanya ada PPP. Jadi, kemana pun melangkah, pasti ada
PPP. Karena konteksnya dulu hanya ada PPP. Jangan dong dikait-kaitkan,
ah. Jangan diperluas dong.

Apa tidak ada opsi mengembalikan kelompok Syiah ke Sampang tanpa harus
mengubah keyakinannya dan menjaga mereka agar bisa hidup berdampingan?

Siapa pun bisa kembali selama paham mereka tidak berbenturan dengan
paham yang ada. Sederhana. Selama tidak berbenturan, saya kira tidak
ada masalah.

Jadi kelompok Syiah ini harus "dicerahkan" dulu?

Iya.

ANANDA BADUDU(tempo.co)
************************************

Menag Ajak Ulama Madura Rangkul Pengikut Syiah Sampang


Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengajak para ulama Madura untuk
tetap bersabar merangkul dan mengajak dakwah pertaubatan kepada
pengikut Syiah Sampang.
Menag mengatakan tidak bisa menyelesaikan masalah perbedaan keyakinan
Syiah Sampang ini dengan cara membunuh, atau membiarkan masa bodoh
keyakinan mereka. Karena membunuh tidak diajarkan dalam Islam dan
Islam mengajarkan amar maruf nahi munkar.

"Jadi jalan yang tetap harus dikedepankan adalah merangkul para
pengungsi Syiah Sampang oleh para ulama agar mereka mau taubatan
nashuha," ujar Menag dalam Silaturahim bersama para Ulama Madura yang
tergabung dalam Badan Silaturahmi Ulama se-Madura (Bassra), di Pondok
Pesantren Daarut Tauhid Sampang, Rabu (24/07).

Hadir dalam silaturahmi ini, Menteri Perumahan Rakyat, Djan Farid,
Gubernur Jawa Timur, Sukarwo, Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur,
Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya, serta beberapa ulama Madura.

Menurut Menag, cara dakwah merangkul ini terbukti berhasil membuat
beberapa pengikut Ahmadiyah bertaubat. Menag menyadari bahwa ini
merupakan tugas berat. Menag juga tidak menampik bahwa para ulama
Madura sudah berkali-kali mengajak mereka kembali ke ajaran Islam
Ahlushunnah wa Jamaah. "Bertaubat itu butuh proses, karena ini masalah
keyakinan. Makanya mereka tetap harus dirangkul, walau penuh
kesabaran," ingatnya.

Terkait imbauan Menag, Pengasuh Pondok Pesantren Isdat Pamekasan, KH.
Ali Karar, menjelaskan bahwa para pengikut Syiah Sampang sudah berkali
kali diajak untuk bertaubat, namun mereka sampai saat ini belum.

"Ulama sepakat rekonsiliasi, tapi rekonsiliasi ini bukan hanya
diakhiri kepindahan mereka ke kampung halaman tapi juga perlu
perbaikan aqidah. Ulama memang sejak awal ingin merangkul," ungkap
Kyai Ali yang juga guru dari Tajul Muluk dan Rois.
Pemulangan Terhambat

Sementera itu, tim rekonsiliasi konflik Sampang mengungkapkan
pengembalian pengungsi Syiah Sampang ke daerah asal mereka di Dusun
Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang belum bisa
dilakukan dalam waktu dekat.
Rektor IAIN Sunan Ampel yang memimpin tim rekonsiliasi, Abd. A'la
mengungkapkan sudah ada kesepakatan rekonsiliasi antara Ulama dan
pengungsi syiah Sampang. Namun, masih ada beberapa poin rekonsiliasi
yang perlu dikaji lebih dalam agar menjadi kesepakatan bersama.

"Dalam waktu dekat belum bisa karena ada beberapa poin teknis tahapan
rekonsiliasi yang harus disamakan persepsi," ujarnya sesaat sebelum
pertemuan Menteri Agama (Menag) bersama para Ulama Madura yang
tergabung dalam Bassra.

A'la mengatakan arahan rekonsiliasi ini sesuai dengan Instruksi
Presiden No 17 tahun 2012 yang mengamanatkan agar rekonsiliasi harus
tuntas dan terpadu. Pada perkembangannya perlu
ada titik temu agar poin-poin rekonsiliasi ini ada titik temu.
"Semua pihak ingin rekonsiliasi, dan untuk itu perlu ada titik temu
kesepahaman. Ini tidak semudah membalikkan telapak tangan," ujarnya.

Mencapai rekonsiliasi pun bukan tahapan terakhir penyelesaian konflik
ini. Menurut Abdu A'la, masih diperlukan tahapan-tahapan teknis
lainnya. "Ada beberapa syarat yang harus dikaji lebih jauh, di
antaranya: pengungsi harus tetap dilindungi, aspirasi ulama dan
masyarakat sekitar kediaman pengungsi juga perlu didengar dan dikaji,"
terangnya.

"Mencari tahapan teknis dan poin-poin titik temu rekonsiliasi inilah
yang membuat pengembalian pengungsi sampang belum bisa dikembalikan ke
tempat asalnya dalam waktu dekat," tambahnya.
Hal yang sama disampaikan Koordinator Bassra wilayah Sampang, KH.
Djakfar Shodiq. Menurutnya, pengungsi Syiah Sampang belum bisa
dikembalikan saat ini karena rekonsiliasi itu harus sesuai dengan poin
yang sudah disepakati Ulama. Salah satu poin rekonsiliasi yang
disepakati itu, adanya kemauan untuk bertaubat dari pengikut Syiah
Sampang pimpinan Tajul Muluk.

"Pertaubatan ini pun harus ada jaminan tertulis apabila dilanggar
taubatnya mereka siap menerima sanksi hukum," ujarnya.

http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=152258

Tidak ada komentar:

Posting Komentar