"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 01 Desember 2012

Berebut Surga


Membaca aneka sejarah peradaban, saya tergoda menyimpulkan, betapa keberadaan surga yang mestinya dimasuki di sana nanti, lebih banyak diperebutkan di sini. Perebutan itu kadang begitu sengitnya, mulai dari sekadar saling menyesatkan, saling mengafirkan sampai saling berbunuhan.


Padahal jelas, Kitab Suci telah menegaskan, surga itu digambarkan seluas langit dan bumi. Jadi kalau hanya dimasuki seluruh penghuni planet bumi saja, bisa dibayangkan, betapa banyak kaveling kosong di surga nanti. Padahal apakah ada jaminan seluruh penduduk bumi masuk surga? Agak pesimistis menjawab pertanyaan ini. Karena jangankan yang jahat dengan sengaja, yang jahat tak sengaja pun sudah cukup menghalangi manusia masuk surga.


Padahal betapa banyak kasus kejahatan hasil kesengajaan itu. Jika asumsi ini dipercayai, maka surga yang luas itu, akan makin sunyi, karena hanya berisi orang-orang suci dan pengikutnya yang bisa jadi tak seberapa, terutama jika bandingannya adalah luas surga yang tak jelas di mana batasnya itu.

Karena bagaimana mungkin surga diukur batasnya? Alasannya jelas: pertama ia adalah wilayah yang belum terjangkau oleh ilmu pengetahuan. Ia hanya bisa dijangkau dengan iman ketimbang metode pengukuran. Untuk mengukur soal-soal yang kasatmata, ilmu pengetahuan hanya kuat seperlunya, belum seluruhnya.

Laju cahaya memang telah terekam jejaknya. Jarak bintang terdekat dari bumi memang telah bisa diperkirakan sejauh satu tahun perjalanan cahaya (maaf kalau ingatan saya ini salah). Jarak seperti itu tak terbayang jauhnya jika dalam sedetik saja cahaya sanggup melesat hingga 350 ribu km. Lalu bagaimana dengan bintang yang berjarak satu juta dan semiliar tahun perjalan cahaya dari bumi?

Dan itu pun belum batas alam raya. Karena ada ratusan milyar bintang di setiap galaksi, dan ada miliaran galaksi, galaksi berkumpul di dalam super kluster dan ada tak terhitung jumlah super kluster. Lagipula jarak setiap galaksi itu makin mengembang dan menjauh satu-sama lain dari waktu ke waktu.

Itulah kenapa alat ukur akhirnya menyerah dan hanya sanggup mengira-ngira saja. Yang dikira-kira pun cukup diameter alam raya saja yakni: 360 miliar tahun perjalanan cahaya luasnya. Tak ada umur manusia yang sanggup merampungkan perjalanan ini walau sudah berkendaraan cahaya. Padahal surga digambarkan jauh lebih luas dari itu? Jadi bagaimana mungkin wilayah seluas itu sibuk diperebutkan dan kadang malah harus saling berbunuhan. Bagaimana kalau tradisi rebutan itu malah membuat akan makin sedikit pihak yang masuk surga karena surga yang dibuat untuk dimasuki itu cuma dipakai ajang rebutan.

Intinya ialah, meninggi gejala menggeser yang utama sebagai yang sampingan. Kegiatan "memasuki" digeser menjadi sekedar kegiatan "berebut". Kampanye lebih penting ketimbang bekerja. Pencitraan lebih penting ketimbang kenyataan. Keadilan lebih banyak dipermainkan ketimbang ditegakkan. Sementara pembangunan mengalami pelambatan, perusakan mengalami percepatan. Ketika yang utama dikesampingkan dan yang samping diutamakan, itulah tanda-tanda ketika kaveling surga yang luas itu makin terancam kesepian.

(Prie GS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar