"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Kamis, 30 Agustus 2012

Sangka dan Fakta Seputar Pemanfaatan Energi Nuklir untuk Listrik


Wacana pemanfaatan energi nuklir untuk mengatasi kelangkaan energi dan pemanasan global masih saja mengundang perdebatan. Kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi yang diakibatkan oleh tsunami dijadikan justifikasi bahwa energi nuklir tidak cocok untuk Indonesia, seakan-akan seluruh wilayah Indonesia berpotensi dilanda tsunami membahayakan. Padahal daerah yang berpotensi tsunami membahayakan di tanah air  sesungguhnya tidak banyak.  


Daerah rawan itu umumnya terletak di pantai barat Sumatera, selatan Jawa dan Nusa Tenggara, serta sisi utara wilayah Indonesia bagian timur.  Sementara PLTN direncanakan akan dibangun di daerah yang potensi tsunami dan gempanya rendah, misalnya kawasan pantai yang umumnya menghadap ke laut Jawa.  Selain itu,  pembangunan PLTN memperhatikan pula banyak faktor, antara lain vulkanologi, klimatologi, demografi, dan lain-lain.


Ketakutan akan kecelakaan dalam PLTN umumnya dipicu oleh sangka yang keliru tentang sumber energi yang satu ini. Sangka itu kemudian dipersepsikan sebagai fakta.  Beberapa hal berikut menunjukkan beberapa sangka tersebut dan bagaimana faktanya di lapangan.

Pertama, energi nuklir disangka tidak aman yang ditunjukkan oleh kecelakaan Chernobyl dan Fukushima.  Faktanya, risiko kematian akibat nuklir sangat kecil. Dalam rantai pembangkitan tenaga listrik, kematian pekerja maupun anggota masyarakat akibat nuklir adalah yang terkecil di banding sumber energi lain.  Menurut laporan OECD tahun 2010 (NEA No. 6861), jumlah kematian per Gigawatt-tahun listrik dihasilkan pada rentang 1969 - 2000, adalah LPG (16,85), PLTA (10,29), BBM (1,03), batubara (0,80), dan nuklir (0,05). Satu-satunya kecelakaan nuklir yang menelan korban jiwa adalah peristiwa Chernobyl tahun 1986 yang menewaskan 31 pekerja.  Tidak seperti yang disangka orang, faktanya kecelakaan di PLTN Fukushima sama sekali tidak mengakibatkan korban jiwa akibat radiasi.

Sejatinya teknologi PLTN sudah sangat aman. Teknologi PLTN generasi ketiga plus dewasa ini sudah jauh lebih baik dan aman dibandingkan pendahulunya seperti Fukushima Daiichi yang berasal dari generasi kedua.  Dengan memilih lokasi yang lebih aman dari potensi bencana alam dan mengutamakan keselamatan secara ketat, listrik nuklir tetap paling unggul dari segi keselamatan jiwa manusia.

Sangka yang kedua, bangsa Indonesia ceroboh dan tidak siap dengan energi nuklir yang  memerlukan SDM dengan disiplin tinggi.  Faktanya, bangsa Indonesia telah lebih dari 40 tahun mengelola dan merawat reaktor riset dengan aman dan selamat, yang notabene jauh lebih sulit pengoperasiannya dari pada PLTN karena harus lebih sering dinyalakan, dimatikan dan dimanuver untuk eksperimentasi.  Hal ini dicapai bukan saja karena SDM nuklir kita cakap atau berdisiplin tinggi, tapi juga karena desain peralatan dan fasilitas nuklir pada umumnya sudah memperhatikan kemungkinan-kemungkinan kegagalan akibat kelalaian manusia, kerusakan alat, bahkan ketidak sempurnaan desain itu sendiri.

Disiplin itu bagus. Bangsa Indonesia telah menunjukkan bahwa mereka bisa memupuk disiplin melalui pendidikan dan pelatihan yang baik sebagaimana ditunjukkan pula oleh mereka yang bergerak di industri perminyakan, penerbangan, otomotif dan industri strategis lainnya.  Dengan pengawasan dan penegakan aturan yang ketat baik secara internal, maupun eksternal oleh badan pengawas nasional dan internasional, putera-puteri Indonesia telah menunjukkan kemampuannya. Kemampuan dan kesiapan nuklir Indonesia bahkan telah pula diakui oleh IAEA sebagai badan pengawas nuklir dunia.

Sangkaan yang ketiga, limbah nuklir berbahaya dan tidak ada solusinya.  Faktanya limbah nuklir jauh lebih aman daripada limbah industri lain, karena secara umum tatakelola limbah nuklir lebih diatur dan diawasi secara nasional dan internasional, sebagaimana pengoperasian PLTN itu sendiri.  Limbah nuklir jauh lebih sedikit dibanding limbah B3 dari industri lain sehingga mudah dikelola dan diawasi. Selain itu limbah nuklir hanya berbahaya dalam jangka waktu tertentu, yaitu untuk limbah aktivitas sedang dan menengah cukup diamankan hingga 300 tahun, sedangkan untuk yang aktivitas tinggi perlu diamankan sampai seribuan tahun. Bila waktu yang ditetapkan itu terlampaui maka limbah itu akan menjadi stabil dan aman seperti tanah biasa. Sedangkan limbah berupa B3 dari industri kimia akan tetap berbahaya selamanya. Mengingat jumlahnya yang relatif kecil, pengelolaan limbah nuklir lebih mudah.

Bangsa Indonesia sudah menguasai teknik pengelolaan limbah nuklir ini. Seluruh limbah radioaktif yang dipakai di industri maupun rumah sakit di Indonesia ditangani dengan baik oleh BATAN. Dengan teknik isolasi, pengurangan volume dan pemadatan, limbah nuklir dari seluruh Indonesia dapat dikelola sesuai dengan standar dan praktek terbaik internasional. 

Untuk pengelolaan bahan bakar bekas PLTN komersial, prinsipnya tidak jauh berbeda. Swedia adalah salah satu contoh negara yang berhasil mendapatkan dukungan penuh rakyatnya dalam membangun fasilitas penyimpanan limbah PLTNnya secara lestari. Dukungan itu diperoleh setelah melaui proses informasi dan edukasi publik secara bertahap dan terus menerus dari awal ide itu dimunculkan. Akibatnya, dua daerah yang berdasarkan hasil studi dinyatakan aman dan terbaik untuk lokasi penyimpanan limbah PLTN Swedia, saling berkompetisi agar dipilih. Mereka menganggapnya sebagai sumber lapangan pekerjaan yang bergengsi internasional.

Pendekatan lain adalah wait and see. Mengingat limbah nuklir masih mengandung uranium dan plutonium yang bila diolah ulang akan dapat dijadikan bahan bakar baru, maka banyak juga negara yang memilih menyimpan sementara bahan bakar bekas PLTN mereka, sambil menunggu agar bahan bakar bekas tersebut mendingin dan berkurang radioaktivitasnya sehingga mudah diolah pada saatnya nanti.  Teknologi terus menerus dikembangkan, termasuk  pengurangan limbah dengan teknik transmutasi yang mampu mengubah sifat fisika bahan tersebut sehingga tidak lagi radioaktif, alias aman.

Begitulah sebagian dari sangka dan fakta seputar PLTN.  Apakah Indonesia siap menggunakannya sekarang dapat kita pelajari dari negara-negara lain yang sudah menggunakannya.  SDM Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik dan lebih siap daripada Korea Selatan ketika mereka memulai program energi nuklir tahun 1980. Dengan pendapatan perkapita  3500 dolar dan perekonomian yang membaik sudah saatnya kita menggunakan energi nuklir dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan mengutamakan keselamatan secara ketat.  Vietnam dan Uni Emirat Arab adalah contoh negara-negara yang berani mengambil keputusan strategis membangun PLTN untuk mengamankan cadangan energi masa depannya. Padahal SDM nuklir mereka tidak sesiap Indonesia.

Tidak ada negara yang berpenduduk di atas 150 juta yang tidak menggunakan nuklir.  Sudah saatnya kita berani menggunakan energi nuklir dengan tetap mengutamakan keselamatan.  Apalagi tak kurang dari IAEA sendiri dalam banyak kesempatan mengatakan Indonesia adalah salah satu negara yang lebih siap menggunakan PLTN dan unggul di kawasan dalam pemanfa

(www.batan.go.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar