Meski secara geografis berbeda dengan jarak waktu tempuh yang jauh, Indonesia adalah sahabat psikologis Indonesia. Iran bahkan menyumbangkan banyak ilmuan dan cendekiwan yang turut mewarnai peradaban dunia hingga saat ini.
Kedekatan
psikologis ini diakui oleh Wakil Menteri Agama RI Nasaruddin Umar dalam
sambutannya di Konferensi Internasional The Role and Contribution of Iranian Scholars to
Islamic Civilization yang diselenggarakan Pusat Pengkajian dan Masyarakat
(PPIM) di Auditorium Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kamis (8/3). Menurut
Nasaruddin, kedekatan psikologis itu sangat dipengaruhi fakta hubungan Iran dan Indonesia
telah terjadi lebih dari puluhan tahun, bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia
dikumandangkan ke seluruh wilayah nusantara. “Kerjasama Iran - Indonesia
sudah terjadi jauh sebelum Islam secara formal masuk ke Indonesia.
Presiden (SBY) sering dalam berbagai kesempatan mengundang dan berdialog dengan
utusan dan cendekiawan Iran
untuk membangun hubungan baik kedua negara,” kata Nasaruddin.
Ia menuturkan, selain kesamaan penganut muslim,
kebudayaan Iran
khususnya melalui aliran syi’ah masih dilestarikan sebagai kebudayaan lokal di
beberapa daerah negara ini. Secara tradisi Iran juga memiliki kesamaan dengan
tradisi Nahdhatul ‘Ulama (NU) dan ormas-ormas lainnya. Selain syiah, berkembang
pula aliran sunni yang makin memperkaya proses keagamaan di Indonesia.
Meski demikian keberadaan syiah dan sunni telah melalui proses pengindonesiaan
sehingga tidak menimbulkan pertentangan di masyarkat. “Kebudayaan Iran (Persia) itu lahir dan menjadi salah
satu yang tertua di dunia. Penting bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam. Iran
adalah sahabat jauh dari sisi geografis, tapi sahabat dekat dari segi
psikologis,” ujarnya.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin
Hidayat menyatakan, kedekatan Indonesia
dengan Iran
juga turut dipengaruhi keberadaan penganut muslim mayoritas di masing-masing
negara meski keduanya negara non arab. Mengenai kemajuan berbagai negara-negara
dunia khususnya Indonesia di
era modern, Komaruddin menegaskan tidak terlepas dari peran dan kontribusi luar
biasa dari ilmuan dan cendekiawan asal Iran. “Kita merasa berhutang budi.
Kami menemukan banyak karya dari sarjana dan intelektual yang muncul dari Iran untuk
diabdikan bagi sesama,” kata Komaruddin.
Dalam pandangannya, warna peradaban yang muncul dan
tumbuh dari Iran
semenjak 4000 tahun lalu memiliki kekhasan dan keunikan yang mewarnai binar
cerahnya peradaban dunia. Karakter cinta ilmu, loyalitas atas identitas sebagai
rakyat Iran, setia pada
keadilan dan militan dalam memperjuangkan Islam adalah bukti nyata eksistensi Iran di tengah
gonjang-ganjing embargo yang dihembuskan beberapa negara. Terkait tenaga nuklir
yang sedang dikembangkan Iran,
harusnya dilihat dengan kacamata akademik sebagai prestasi tertinggi Iran dalam
pengembangan ilmu fisika yang diwariskan para ilmuan dan cendikiwaannya. “Dalam
konteks akademik, nuklir adalah prestasi tertinggi dalam pengembangan ilmu
fisika oleh Iran,”
tegasnya.
Komaruddin menambahkan, hubungan bilateral antara Iran dengan Indonesia hendaknya tetap dipupuk
dengan Iman, Islam, kemajuan, dan nilai-nilai peradaban. Pasalnya kesemua hal
tersebut akan mendekatkan keduanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
peradaban.
Duta Besar Iran
untuk Indonesia Mahmoud Farazandeh menuturkan, kemunculan ilmuan dan
cendekiawan negara yang sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Persia ini
semua didasarkan atas kecintaan dan ketundukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Baginya, peran dan kontribusi ilmuan Iran terhadap peradaban dunia
terjadi jauh sebelum bangsa barat bersentuhan dengan era renaisance dan
aufklarung. Keteguhan atas keimanan dan penelaahann ilmuan Iran terhadap
berbagai ayat-ayat al-Qur’an merupakan dasar paling inspiratif bagi pencapaian
peradaban umat manusia.
“Sumbangsih keilmuan Iran dalam bidang matematika,
astronomi, fisika, kimia, kedokteran, sejarah, politik, hadits, fiqih, dan
lain-lain tidak dapat dihilangkan. Angka nol (0) dalam aljabar yang diciptakan
Al Khawarizmi 1001 tahun lalu bisa jadi salah satu bukti kecil yang paling
berpengaruh dalam bidang matematika bagi perkembangan peradaban masyarakat
muslim bahkan dunia. Khawarizmi bahkan telah mengungkapkan bahwa matahari
sebagai titik pusat tata surya sebelum diucapkan oleh ilmuan lain, ia juga ahli
geometri. Ar Razi (dikenal di Barat dengan sebutan Rhazes), Al Farabi (Al
Pharabius), dan Ibnu Sina (Avicenna) bahkan menyumbangkan karya yang luar biasa
dalam filsafat, kimia, politik, kedokteran, matematika dan kesastraan, “ ucap
Farazandeh.
Karenanya, Farazandeh menghimbau kepada seluruh
civitas akdemika universitas di seluruh Indonesia khususnya perguruan
tinggi Islam agar menjadikan prestasi ilmuan dan cendekiawan muslim sebagai
motivasi dalam meraih kemajuan dan memajukan bangsa, negara, seluruh masyarakat,
dan terutama bagi agama. Menteri Kebudayaan Iran Seyed Mohammad Hosseini
menuturkan, Iran
akan tetap mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mereka sendiri, meski
tidak disukai oleh negara-negara Barat.
“Meskipun sekarang cara yang Iran pakai tidak disukai, jangan sampai lupa
bahwa imam-imam dan ilmuan Iran
telah memberikan inspirasi bagi pengembangan peradaban bahkan bagi dunia Barat
sekalipun,” tegas Hosseini.
(sabirlaluhu.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar