"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Sabtu, 13 Oktober 2012

Jarum Halus Infiltrasi (1) Solo: Laboratorium Spionase Kedutaan Amerika Serikat?

11 October 2011
Pengantar Redaksi: Tulisan berseri ini adalah upaya lanjutan Islam Times menggali khasanah WikiLeaks, ‘tambang emas’ kawat rahasia Kedutaan Amerika Serikat yang muncul tanpa sensor di Internet sejak awal September. Di edisi ini, kami memotret ketertarikan misterius kedutaan atas Solo, kota kecil di Jawa Tengah, yang di hari-hari ini masih berduka lepas Teror Bom Gereja, 25 Septe
mber 2011.



Semua orang suka pada pihak yang menang dan begitu pula Kedutaan Amerika Serikat pada Joko “Jokowi” Widodo, walikota Solo yang berhasil mengangkat martabat wilayahnya dengan dedikasi, kemandirian, dan kebersahajaan yang langka, dan sebab itu dia lalu jadi buah bibir orang banyak. Tapi pemeriksaan Islam Times atas gulungan telegram di WikiLeaks menunjukkan kalau
ketertarikan diplomat Amerika pada Jokowi dan Solo lebih dari sekadar urusan batik, pasar, dan wayang, seperti yang kerap diungkap para diplomat dan oleh media yang rajin mengutip mereka. Inilah kisah sebuah kota yang, di tangan Kedutaan Amerika, seolah menjelma menjadi sebuah laboratorium besar spionase. Inilah kisah jarum halus infiltrasi berselimut “penguatan hubungan”, “dukungan demokrasi” dan “asistensi perang melawan teror”.

Dari pemeriksaan sepekan lebih, Islam Times menemukan ada enam telegram, bermarka SECRET dan CONFIDENTIAL, yang secara khusus bercerita tentang kegiatan ‘ekstra-kurikuler’ pihak kedutaan di Solo periode April 2006-Desember 2009. Lima di antaranya berisi catatan perjalanan para perwira politik kedutaan. Satu sisanya adalah laporan kunjungan Duta Besar Amerika Serikat, Cameron R. Hume, pada Mei 2009. (Teks lengkap keenam telegram berikut belasan telegram lainnya bertema “terorisme” dan “Abu Bakar Basyir” kami lampirkan utuh di akhir berita.)

Secara umum, keenam telegram mengungkap dua pola ‘keterpesonaan besar’ Kedutaan Amerika pada Solo: pada sosok Jokowi dan pemerintahannya, dan pada apa yang mereka gambarkan sebagai kelompok ‘radikal’ dan ‘ekstrimis’. Telegram juga mengungkap sulaman rumit infiltrasi Kedutaan sekaitan upaya mereka memupuk citra kalau Amerika bersama Jokowi, senyampang upaya mereka membiayai dan mengobarkan api perang melawan terorisme di Solo dan Jawa Tengah – sebuah proyek berdarah-darah yang meminjam tenaga polisi Indonesia dan, pada hakikatnya, menikam upaya Jokowi menjadikan Solo sebagai kota kawasan wisata ideal. Sejumlah telegram lainnya mengisyaratkan kalau Kedutaan Amerika, di samping membiayai Detasemen 88 dan seluruh unit kladestinnya, juga pasang kaki dan mata di sejumlah organisasi yang notabene mereka cap sebagai ‘teroris’.

Soal pribadi Jokowi, telegram catatan perjalanan Duta Besar Amerika Serikat, Cameron R. Hume, nampaknya yang paling mewakili ‘pandangan’ Kedutaan Amerika. Teks telegram, bermiripan dalam susunan kata dan kalimatnya dengan telegram para perwira politik senior kedutaan di tahun-tahun sebelumnya, sebuah isyarat adanya pemantauan konstan pada Jokowi dan seluruh kinerjanya.

Bertajuk “Good Governance Antidote To Radicalism In Solo, Central Java”, telegram dikawatkan dari Jakarta pada 1 Mei 2009 oleh perwira politik kedutaan, Joseph L. Novak. Tujuannya: Kantor Kementrian Luar Negeri di Washington, pos pengamatan Amerika untuk wilayah ASEAN, dan sejumlah markas intelijen Amerika, termasuk Dinas Intelijen Amerika, CIA:

1. (C) RANGKUMAN. Pada 2001, kalangan radikal Muslim pembuat onar di jalan-jalan Kota Solo, Jawa Tengah, mengancam “mensweeping” semua turis asing dari hotel-hotel. Duta Besar belum lama ini melenggang di jalan yang sama, merasakan kehangatan dan penyambutan kota. Sekalipun kantong-kantong radikalisme masih menggelayut di pinggiran kota, ekstrimisme secara umum nyaris telah jadi barang langka. Pembeda datang dari seorang walikota yang sangat populer, terpilih empat tahun lalu, yang berhasil membuktikan kalau tata pemerintahan yang baik adalah kunci perubahan sebuah masyarakat yang sakit menjadi masyakarat yang sehat. AKHIR RANGKUMAN.

2. “(C) Duta Besar menghabiskan akhir pekan di Solo pada 25-26 April untuk mengetahui kenapa Walikota Joko Widodo bisa jadi salah satu pimpinan lokal yang paling sering dibicarakan orang di Indonesia. Saat Joko terpilih empat tahun lalu, Solo adalah belantara korupsi dan ketakbecusan. Lepas 9/11, kalangan militan dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) kerap menyantroni hotel-hotel tempat persinggahan turis dan mengancam “mensweeping” seluruh warga asing dari Solo. Warga paling tenar Solo adalah Abu Bakar Basyir, tokoh spritual Jemaah Islamiyah (JI), kelompok yang bertanggungjawab pada Bom Bali 2002, sekaligus pemilik Pesantren Ngruki di pinggiran Solo. MMI dan sekondannya membuat kalangan turis asing menjauh dan mereka juga memajaki warga-warga lokal, sementara walikota tak berbuat apa-apa untuk mencegah. Solo lalu terkenal di dunia internasional sebagai salah satu “sarang jejaring teroris” dan membusuk sebab itu.

3. (SBU) Pada 2005, seorang pedagang funitur sukses, “Jokowi”, pemenang pertama pemilihan demokratis walikota Solo, memperkenalkan kepemimpinan yang bersahaja dan bisa bekerja untuk memerintah kawasan budaya kuno berpenduduk 550.000 orang. Joko sendiri yang mengantar Duta Besar berjalan-jalan memperlihatkan pencapaian-pencapaiannya: mengubah kawasan kumuh menjadi kawasan hijau; menempatkan pemukim kawasan kumuh ke kompleks perumahan; memindahkan kawanan kaki lima ke pasar-pasar yang ramai. Joko memperlihatkan ke Duta Besar sebuah potret bagaimana sebuah kawasan kumuh dibulldozer, orang-orang bentrok dengan polisi, lalu bilang, “tapi foto-foto ini dari kota yang lain, bukan Solo.”

3. (SBU) Alih-alih menggunakan kekuatan, Joko menggelar pertemuan masyarakat untuk membujuk para pedagang kaki lima dan pemukim di kawasan kumuh untuk bersedia pindah. Dia membiarkan orang memilih sendiri lokasinya dan menggelar sebuah perayaan untuk merayakan kepindahan mereka itu. Dia telah memindahkan 16.000 pedagang kaki lima ke pasar-pasar tradisional yang tersentralisasi, menyediakan lahan, bangunan dan infrastruktur. Pasar onderdil motor yang baru di Solo adalah yang terbesar di Indonesia, dengan penjualan meningkat empat kali lipat, sebab pasar ini nyaman dan tertata untuk konsumen. Pasar besar yang baru juga menunjukkan geliat bisnis, bebas rente, bangunan modern. Saat Joko berjalan-jalan di pasar-pasar itu, para pedagang menyapanya dengan ramah, dan tak takut untuk mengkomplain secara terbuka.”

4. (SBU) Kurang dari empat tahun, dia telah merelokasi 68% para penghuni gubuk liar ke pemukiman baru, dari kawasan yang rentan banjir di pinggir-pinggir sungai ke perkampungan nyaman, dimana setiap keluarga tinggal di rumah sendiri yang pembangunannya dimodali oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah memberi sedikit subsidi, menyediakan sumur kampung, fasilitas sanitasi, dan bimbingan. Dia memindahkan kios-kios makanan ke sebuah jalan di pusat kota yang kemudian menjadi pusat jajan setiap malam. Dia jadi pioner penyedia toilet biogas, fasilitas mandi dan memasak di kawasan paling miskin; pasar barang-barang antik, batik dan pasar tradisional lainnya yang tersentral dengan bangunan menarik; pendidikan dan kesehatan gratis untuk kalangan miskin; dan perpustakaan anak-anak/pusat komunitas dengan komputer gratis. Dua ibu rumah tangga di sebuah perkampungan miskin bilang kalau pusat komunitas memberi harapan baru bagi anak-anak mereka, dan mereka berterima kasih pada Walikota Joko untuk semua itu. Di mana-mana, orang bilang mereka cinta sang walikota.

5. (SBU) Gaya Joko berkebalikan dengan banyak pemimpin lokal Indonesia yang duduk arogan di singgasananya dan marah jika orang mengeluhkan sesuatu. Joko bilang dia menghabiskan hampir semua waktunya dengan masyarakat sekadar agar bisa mendengar langsung keluhan dan keperluan mereka. Dia bilang dia punya staf yang cekatan mengurus dokumen. Joko bilang ke Duta Besar kalau filosofinya adalah jika kota bisa membantu orang-orang miskin memenuhi kebutuhan dasar mereka, maka mereka hanya perlu mencemaskan bagaimana bisa mendapat pekerjaan.

6. (SBU) Kebijakan ramah investasi Joko juga membantu mencipta lapangan kerja – dengan tingkat pengangguran kota hanya empat persen (angka nasional sekitar 10%), menjadikan Solo masuk dalam lima besar daftar kota ramah investasi, sebuah perbaikan dari urutan 200 sebelum dia menjadi walikota. Dia membangun layanan perizinan satu pintu, “One-Stop Shop”, untuk investor, berdasar pengalamannya di bisnis furnitur. Tekstil, furnitur dan perdagangan marak dengan lima hotel baru sedang dibangun. Pada April 2009, kajian sebuah lembaga Inggris ihwal iklim investasi di Solo melaporkan kalau hampir semua pebisnis bilang kalau pengurusan izin usaha di Solo ‘bersahabat’. Guna memerangi korupsi dan ketakbecusan, Joko kerap bertandang ke kantor-kantor pemerintahan tanpa bewara dan membagi-bagikan nomer telepon selulernya agar orang bisa menelpon langsung. Dia juga punya reputasi diri yang bersih, cukup dengan kekayaan yang dia peroleh selama berbisnis.

7. (SBU) Saat ditanya bagaimana Solo bisa menyediakan semua layanan itu, di saat kota-kota yang lebih kaya bahkan tak bisa menambah jalan berlubang, dia bilang kalau anggaran kota kecil lebih dari cukup untuk berbuat apa saja, sepanjang anggaran dibelanjakan dengan bijak dan tak dicolong.

8. (SBU)Warisan budaya Solo juga berkembang pesat. Dia melabeli Solo sebagai “Kota Pertunjukan Seni” sebab kualitas tari dan teater. Saat Solo menjadi tuan rumah World Heritage Cities Conference tahun lalu, Walikota mengizinkan sebuah kelompok tari menggelar tarian yang seronok, sekadar untuk melihat apakah kelompok radikal bakal meraung. Tak ada respon. Dia tahu kalau seni perlu kebebasan untuk menggeliat dan sebab itu dia ingin menguji kedalaman air.

9. (C) Pendekatan Joko pada radikalisme cukup sederhana: usir kemiskinan, sediakan layanan publik yang baik, ciptakan lapangan kerja dan dengarkan suara orang. Saat pertama kali jadi walikota, Joko menggelar banyak pertemuan dengan tokoh-tokoh radikal, termasuk bos JI Abu Bakar Bashir, untuk meyakinkan mereka agar tak mengganggu Solo. Banyak dari kelompok radikal itu, banyak yang sebenarnya hanya preman, diberi kesempatan kerja sebagai petugas keamanan. Dia menggelar pertemuan mingguan dengan semua perwakilan kelompok radikal.

10. (C) Salah satu alasan kenapa walikota bisa berdialog dengan kalangan radikal mungkin bisa dijelaskan oleh budaya sinkretik yang diyakini bahkan Muslimin Indonesia paling konservatif, yang kepercayaan Islamnya berdasar pada adonan mistisisme Hinduisme dan Budhaisme selama berabad-abad. Duta Besar mengamati kosmologi kompleks ini bekerja saat dia berkunjung ke candi Sukuh di pebukitan di luar Solo. Juru kunci candi bilang ke Duta Besar kalau semua orang besar yang sementara memimpin atau berharap bisa memimpin Indonesia datang ke tempat itu untuk berdoa. Kalangan Muslim itu termasuk: bekas presiden Suharto, Abdurrahman Wahid dan Megawati (yang tidur di candi itu belum lama ini); kandidat presiden Akbar Tandjung yang berkunjung beberapa hari sebelum Duta berkunjung; dan pimpinan JI Bashir yang telah dua kali datang ke candi itu, sebuah fakta yang bisa merusak reputasi fundamentalismenya jika diketahui orang banyak.

11. (C) Kunjungan duta besar diliput oleh semua media lokal dan sejumlah media nasional. Berita-berita mengabarkan kalau Duta nyaman dan mendapat disambut di Solo dan juga seputar masa depan kerjasama Solo dan Amerika. Beberapa hari kemudian, Joko menggelar pertemuan mingguan dengan kelompok-kelompok radikal. Mereka sama sekali tak menyinggung ihwal kunjungan Duta Besar, tapi justru meminta agar peredaran minuman beralkohol dikurangi. Joko dengan halus bilang ke mereka kalau itu bisa merusak turisme.

12. (C) Joko menyambut saran-saran Duta tentang bagaimana memperbaiki citra Solo, yang masih berselimut reputasi sebelumnya. Duta bilang dia telah mengatur kunjungan delegasi National War College pada Mei dan walikota menyambutnya. Ada pula rencana mengirim delegasi wartawan Amerika dan Duta telah meminta media internasional untuk menurunkan berita tentang Solo. Kunjungan Delegasi yang dipimpinan walikota sedang dipersiapkan akhir tahun ini, untuk mengeksplorasi perencanaan kota, pertukaran budaya, pemahaman lintar agama dan sebagainya.

13. (C) Solo berbeda dengan kebanyakan kota di Indonesia – dimana masyarakatnya yang toleran dan pekerja keras mendambakan pemerintah yang bisa memberi mereka kesempatan untuk mencari nafkah dan hidup sesuai keinginan mereka. Mereka telah memilih seorang walikota yang mewakili keingin mereka, dan kalangan radikal mundur teratur.

* * *

Bait-bait manis dalam telegram Hume mungkin menggoda orang untuk berpikiran kalau Kedutaan Amerika adalah soulmate Solo, belahan jiwa, yang mau berkorban apa saja demi nyala demokrasi dan kemakmuran penduduk kota dan sukses pemerintahan Jokowi. Tapi dari penelisikan, analisa dan membandingkannya dengan telegram lain bertema “terrorisme”, Islam Times mendapati adanya kekecewaan besar Kedutaan Amerika pada Jokowi – yang berhasil mereka sembunyikan via sesi foto tiap kunjungan diplomat Amerika ke Solo – dan mungkin sebab itulah mereka merasa perlu menembuskan semua telegram tentang Jokowi dan Solo ke markas CIA, monster haus darah intelijen Amerika yang, di antara semua kebejatannya dalam setengah abad terakhir, ikut bermain di balik amuk massa, pembantaian orang-orang Komunis di Indonesia, termasuk di Solo, pada tahun 1965.

Jokowi: Mimpi Buruk Kedutaan Amerika Serikat
Jokowi, seperti terungkap dalam telegram, masuk bursa walikota Solo dan menang, lewat pintu PDI-Perjuangan; partai yang kerap menggusung ide Sukarno yang anti-Amerika dan cenderung ‘merangkul’ semua pihak yang berseberangan, dari Islam hingga Komunis. Bila rentetan cerita dalam telegram jadi rujukan, ada kesan kuat kalau Kedutaan Amerika gagal mengantisipasi kemunculan dan keberhasilan kerjanya dalam tempo cepat – dan ini kemudian berkembang menjadi mimpi buruk.

Untuk satu hal, tak ada keterangan di WikiLeaks sejauh ini yang memuat cerita kalau Jokowi pernah meminta uang atau bantuan apapun dari pihak Kedutaan Amerika. Pun tak ada telegram yang merekam kalau dia pernah membuka ‘kelemahannya’ ke pihak Kedutaan. Ini berkebalikan dengan sejumlah kepala daerah, di Papua misalnya, yang, dalam telegram yang lain, terang-terangan menanti bantuan USAID, lengan pendanaan-cum-intelijen Kedutaan Amerika. Ini juga kontras dengan tak terhitung kalangan perwira polisi Indonesia yang membagi banyak informasi sensitif negara dan meminta ini dan itu, bahkan hingga alat pandu digital (GPS) yang harganya tak seberapa, dari pihak Kedutaan Amerika.

Telegram juga menampilkan Jokowi sebagai pemimpin lokal paripurna, yang mumpuni dalam karakter dan bisa berbuat banyak hal – tanpa dukungan Kedutaan Amerika. Telegram menggambarkan dia bisa memperkenalkan demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dan bersih, bisa menambal jalan berlubang dan memperbaiki hampir semua fasilitas publik dengan dana tak yang seberapa besar – sesuatu yang kerap gagal dicapai banyak kepala daerah dan institusi negara yang banyak makan uang Amerika dalam 45 tahun terakhir.

Di sisi lain, telegram juga menggambarkan kalau Jokowi bisa mencapai sesuatu yang baru berhasil dicapai pihak Kedutaan Amerika, via proyek kontra terorisme rahasia bersama polisi Indonesia, setelah menimbulkan histeria publik, iklim ketakutan, kecemasan, salak senapan dan kucuran darah. Telegram misalnya menggambarkan Jokowi sebagai sosok yang mendorong pendekatan inklusif, merangkul semua pihak yang berseberangan di Solo. Alih-alih misalnya mengadopsi pendekatan bumi hangus atas kalangan radikal – seperti yang dilakukan Detasemen 88 binaan Kedutaan Amerika, dia justru memperkerjakan kalangan ‘pembuat onar’ di Solo, mengajak mereka berbicara, berbagi peran dalam perbaikan kota. Dia juga menolak membeli histeria terorisme yang kerap jadi dagangan diplomat Amerika, bilang kalau populasi kelompok garis keras di daerahnya telah lebih dari tiga persen. Lebih dari itu, dia juga menolak mengukus bara perpecahan dalam masyarakat atas nama kasus terorisme. Yang terakhir tercermin dari keinginannya agar masyarakat Solo merelakan penguburan jenasah ‘teroris’ yang dibunuh oleh polisi Indonesia di kampung halaman mereka sendiri.

Sampai di sini, Kedutaan Amerika dan Jokowi adalah dua pihak yang berdiri di dua rel yang saling memutus. Sukses Jokowi di satu sisi adalah kiamat kecil bagi gerak maju infiltrasi kedutaan di sisi lain.

Tentu saja ada kemungkinan lain: Amerika punya saham di balik kesuksesan Jokowi, ikut sumbang uang dan saran, dan semua itu tak tercatat dalam kawat diplomatik ke Washington dan CIA. Tapi ini kecil kemungkinannya bila mengingat di banyak telegram lain, diplomat Amerika justru seolah membanggakan siapa pejabat, sipil, polisi, militer atau bahkan personel intelijen negara, yang berhasil mereka rangkul, yang mereka perhatikan kenaikan karirnya dan mereka biayai jalan-jalannya ke Amerika dan Eropa.

Jokowi ‘bersih’ dari semua itu, setidaknya dari 3.059 lembar telegram seputar Indonesia di situs WikiLeaks sejauh ini.

* * *

Pada 12 Mei 2011, dua tahun setelah Hume melenggang di jalan-jalan kota Solo, Duta Besar Amerika Serikat yang menggantikannya, Scot Alan Marciel, bertandang ke Solo, jalan-jalan ke pasar kota, bertemu langsung masyarakat dengan Jokowi di sisinya. (Scot sebelumnya adalah Duta Amerika untuk Kawasan ASEAN, salah satu pembaca ‘rutin’ enam telegram seputar Jokowi dan Solo yang dikawatkan periode 2006-2009).

Bila laporan media lokal jadi rujukan, ada kesan kuat kalau tak ada perubahan mendasar dalam hubungan Kedutaan Amerika dan Jokowi: mesra di depan publik, dengan Jokowi masih terlihat sebagai tuan rumah yang bangga dengan pencapaian kotanya, yang mandiri dengan semua kerjanya, dan Amerika ‘hanyalah’ tamu, pendukung asing yang tak pernah ‘bosan’ menumpang kereta kesuksesannya.

Website pemerintah kota Surakarta Surakarta melaporkan kunjungan itu dalam satu paragraf berita berikut: “Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scott Marciel datang ke Kota Solo Kamis 12/5. Dengan pengawalan super ketat Dubes Amerika tersebut didampingi Walikota Solo Jokowi/Joko Widodo mengunjungi Pondok Pesantren Al-Muayyad. Rombongan disambut dengan lantunan salawat dan musik rebana. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayad KH Abdul Rozak menyambut kedatangan kunjungan tersebut . Kunjungan selanjutnya dilanjutkan ke Pasar Gading Solo, di pasar tersebut Dubes AS langsung menuju salah satu kios milik NY.Pawiro (80) dan membeli 1 kg cabai dan 3 kg jeruk pecel dengan uang Rp 110.000. Dubes AS dan istri heran dengan adanya pasar tradisional yang sangat bersih dan rapi sehingga berkali kali terucap kata “ Wonderful, amazing”.”

Lima bulan setelahnya, saat kutipan ‘wonderful, amazing ‘Scot masih terpajang di website pemerintah Surakarta, pada pagi hari 25 September 2011, sebuah bom meledak di sebuah gereja di jantung kota Solo. Teror menghantam ulu hati parwisata kota, memaksa Jokowi memberi perhatian besar pada apa yang sebelumnya telah digadang-gadang sebagai fakta ‘besar’ dan ‘penting’ oleh polisi dan Kedutaan Amerika: terorisme!.

Solo berduka. Tapi bagi Kedutaan Amerika, tragedi itu tak ubahnya sebuah ‘pesta besar’. Teror Solo adalah ajang kembalinya orang-orang peliharaan mereka ke panggung nasional. Di media lepas kejadian, yang berbicara dan mendominasi wacana adalah sosok seperti Nasir Abbas, Sydney Jones dan para petinggi polisi yang telah bertahun-tahun memadu kasih dengan diplomat cum intelijen Kedutaan. Di lapangan, personel Detasemen 88 yang berdandan ala pasukan SWAT Amerika, hadir di lokasi kejadian dengan senjata, kacamata, yang pembeliannya dimodali Kedutaan Amerika.

Teror Solo adalah nampaknya telah memastikan kalau proyek kontra terorisme Kedutaan Amerika di Indonesia tak pernah mati dalam. Selamat datang di laboratorium modern spionase Kedutaan Amerika Serikat.

(islamtimes)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar