"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Senin, 03 Desember 2012

Belajar dari Negeri Persia


Iran, negara bersistem Republik Islam, terkenal dengan kegigihan revolusinya. Imam Khomeini, tokoh revolusioner Iran, telah mengubah Iran dari negara kerajaan menjadi negara Islam yang menerapkan syariat Islam. Negeri Persia ini berkembang menjadi negara yang tegas dalam memusuhi zionisme dan para negara bonekanya.

 Banyak hal yang dapat dipelajari dari Iran, terlepas dari polemik kesesatan Shia yang ada. Akan tetapi, sebagus apapun negeri ini, Indonesia merupakan sebaik-baiknya kampung halaman kita.



Revolusi Iran

Revolusi Iran terjadi pada tahun 1979. Revolusi Iran merupakan gerakan masif untuk menjatuhkan rezim Shah Reza Pahlevi. Dia adalah Raja Iran yang kerap kali mendzolimi rakyatnya. Istana yang dimilikinya sangat megah dan kontras dengan kondisi rakyat Iran pada masa itu.

Revolusi Iran juga terkenal dengan revolusi Xerox. Pada saat itu para pengikut Imam Khomeini menyebarkan propagandanya Imam dengan menggunakan mesin fotocopy Xerox. Propaganda itu disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat, terutama ke kalangan mahasiswa.

Propaganda demi propaganda digecarkan. Rakyat pun terbakar semangatnya dan berani untuk bersuara. Mereka melakukan aksi penolakan terhadap pemerintahan secara besar-besaran. Alhasil istana-istana Shah Reza dapat diduduki dan Shah Reza diusir ke luar negeri.

Fenomena ini hampir sama dengan reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Saat itu kekuatan mahasiswa bersatu padu melawan rezim Soeharto. Perbedaannya adalah pada komandan revolusi sebagai poros pergerakan. Jika pada revolusi Iran terdapat satu poros, yakni Imam Khomeini, jika pada reformasi di Indonesia cenderung tidak terpusat pada satu poros saja.

Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada mindset masyarakat terhadap siapa yang berkuasa. Masyarakat Iran sampai saat ini sangat patuh dan menghormati pemimpin tertingginya. Hampir tidak ada kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Indonesia berbeda. Wajah Imam pun dipajang di hampir setiap rumah. Saat ini kebebasan pers telah lahir. Sampai-sampai kebebasan itu disalahgunakan. Pemerintah selalu tidak luput dari kritik pedas masyarakatnya.

Keduanya sama-sama bukan kondisi ideal. Iran memang masyarakatnya sangat patuh, namun kebebasan masyarakat seakan ternodai jika pemerintahannya imam-sentris seperti itu. Begitu pun Indonesia. Hampir semua presiden pasti tidak luput dari hujatan publik. Idealnya adalah kepatuhan penuh kepada pemerintah dijalankan tanpa mengurangi aspek kebebasan pada masyarakatnya.

Jiwa Nasionalisme Tinggi


Nasionalisme Iran pernah dibuktikan saat perang Irak-Iran 8 tahun. Menurut sejarah versi Iran, saat itu Irak melakukan ekspansi yang merebut wilayah Iran. Masyarakat Iran yang termasuk dalam katagori wajib militer turun untuk ikut berperang. Tidak sedikit dari mereka yang gugur di medan perang.

Ya, Iran menerapkan wajib militer bagi warganya selama 2 tahun. Hal ini berguna untuk memupuk semangat nasionalisme masyarakat. Saat pendidikan militer, peserta didik tidak hanya diajari tangkas dan militan, tetapi juga diberi wawasan kebangsaan secara komprehensif.

Bendera merupakan simbol kecinta-tanah-air-an suatu bangsa. Jika di Indonesia bendera merah putih hanya ditemui pada bulan Agustus, hal itu agaknya sedikit beda dengan di Iran. Di hampir setiap titik keramaian di Teheran, bendera besar Iran dikibarkan. Meskipun hal ini sepele, namun rasa nasionalisme dapat diukur dari sini.

Selain bendera, simbol nasionalisme bangsa Iran adalah figuritas pemimpinnya. Di Indonesia tembok-tembok rumah penduduk dihiasi dengan iklan komersial atau seni grafiti. Di Iran, tembok-tembok itu dihiasi dengan lukisan wajah Imam Khomeini. Begitu cintanya mereka dengan sosok pemimpin revolusioner itu.

Militansi Masyarakat Iran


Yang bisa dicontoh selanjutnya dari Iran adalah militansi masyarakatnya dalam membela Islam dan memusuhi para pembenci-pembenci Islam. Setelah beberapa kali berinteraksi dengan aktifis Islam (ADK) di sana, kesimpulan sementara mereka lebih militan daripada kita. Dalam aspek kebencian terhadap zionis misalnya, masyarakat dan pemerintah Iran benar-benar memboikot produk-produk yang mendukung kepentingan zionis. Jangankan membeli K*C atau Mc *, memakai FB pun mereka sangat mebatasi.

Hal yang paling utama adalah perusahaan Internasional tidak menguasai sumber daya alam yang ada di Iran. Dengan tegas pemerintah Iran mengusir perusahaan multinasional yang mengeksplorasi minyak mentah Iran. Jika pemerintah Indonesia seberani Iran, maka niscaya SDA bangsa ini tidak akan dinikmati oleh perut orang asing.

Ekonomi yang Mandiri


Setelah pemboikotan produk luar negeri yang dilakukan oleh Amerika, Iran dipaksa untuk lebih kreatif dalam membuat produk dalam negeri. Meski agak terbata-bata, sedikit-demi sedikit Iran dapat membuat produk dalam negerinya sendiri.

Iran telah memiliki dua merk mobil produksi dalam negeri. Bahkan mobil itu sudah menjadi komoditas ekspor. Pada produk makanan, Iran juga memproduksi sendiri. Produk minuman bermerek RINA sudah diekspor sampai ke Malaysia. Saking dipaksanya untuk mandiri, Iran akhirnya menduplikasi beberapa produk Amerika. Pepsi Cola diganti Zam-Zam Cola. KFC diganti CFC. Dupilkasi itu dilakukan dengan pengemasan yang hampir sama, berbeda pada pemberian nama produknya saja.



Iran mereferensikan hukum Islam sebagai dasar hukum negaranya. Suasana islami sangat terasa dalam lingkungan bermasyarakat di Iran. Meskipun tidak serapi negara barat, sistem tata kotanya cukup baik. Tingkat premanisme juga rendah. Secara akhlaq, mayoritas penduduk Iran cukup baik. Mereka ramah, suka menolong, dan rela berkorban. Hanya mengenal beberapa hari saja, mereka menganggap warga negara asing seperti saudara mereka.

Ditegakkannya Hukum Islam

Suasana Islam di Iran lebih terasa jika dibandingkan dengan Indonesia. Hal-hal seperti wajib menggunakan jilbab, wajib terpisah antara laki-laki dan perempuan, tidak boleh minum miras, dll lebih terlihat. Memang di sana hukum yang berlaku adalah hukum syariat Islam. Aturan tersebut mebentuk budaya mereka yang merasa sangat malu jika bercampur-baur antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim.

Meski telah ditegakkan syariat, tidak semua warga Iran siap dengan hal itu. Wajib menggunakan kerudung misalnya, para wanita Iran saat di Malaysia mereka melepas kerudungnya. Saat sampai di Iran, mereka lekas memakai kembali kerudungnya. Begitu juga mayoritas muslimah Teheran. Mereka menggunakan kerudung asal-asalan. Terkesan memakai kerudung merupakan kewajiban bernegara saja. Memang jika negara Islam yang sedikit dipaksakan akan menghasilkan fenomena ini.

Indonesia saat ini sedikit demi sedikit mengadaptasi hukum Islam. Contoh nyatanya adalah mulai dipisahkannya antara laki-laki dan perempuan pada transportasi umum di Jakarta. Meskipun sepele, esensi dari peraturan ini diambil dari hukum Islam. Yang selanjutnya kita bentuk adalah budaya. Jika di Iran, budaya timbul karena peraturan pemerintah, di Indonesia diharapkan budaya malu itu timbul karena kesadaran. Berdasarkan kesadaran dibutuhkan karena sangat mempengaruhi nilai integritas kita sebagai bangsa.

Tata Kota Rapi


Di Jakarta, satuan jarak yang dulunya menggunakan Kilometer, saat ini sudah menggunakan menit. Hal ini disebabkan karena parahnya kemacetan yang ada. Jalan yang hanya berjarak 10 KM saja bisa ditempuh lebih dari satu jam jika berada di pusat kemacetan. Belum lagi ulah kreatif para pengguna sepeda motor yang turut mewarnai kemacetan.

Kemacetan memang pasti ada. Apa lagi di kota besar seperti Teheran. Yang berbeda adalah jumlah sepeda motornya. Jumlah kendaraan bermotor di Iran sangatlah sedikit. Jalan raya terkesan lebih rapi.

Selain itu, transportasi umum Iran juga cukup mumpuni. Di Teheran misalnya, terdapat beberapa jenis transportasi umum anti-macet. Ada bus way seperti trans-Jakarta. Ada juga metro subway, stasiun bawah tanah untuk kereta api yang super cepat. Meskipun di Jakarta sudah ada KRL, sistem jalurnya berbeda dengan subway. Jika pada KRL hanya dapat dibangun satu jalur, di subway dapat dibangun sampai 3 lapis jalur. Dengan demikian, jumlah kereta yang beroperasi lebih banyak dan interval waktu kedatangannya lebih singkat.

Tingkat Premanisme Rendah


Seminggu di Iran rasanya saya sangat sulit untuk mencari pengemis dan pengamen. Memang secara ekonomi Iran lebih maju daripada Indonesia. Hal itu berimplikasi terhadap jumlahnya pengemis, pemulung, pengamen, dan premanisme. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu negara, semakin sejahtera lah masyarakatnya, semakin rendah pula tingkat premanisme dan pengangguran yang ada.

Tingkat premanisme yang rendah itu juga mewujudkan suasana aman saat berada di Iran. Jambret, rampok, maling, dsb sangat sulit kita temui di Iran. Jangankan ATM, kotak baitul maal yang ditaruh di pinggir jalan pun tidak pernah kemalingan.

Di Indonesia premanisme merupakan salah satu masalah yang kompleks. Tidak hanya faktor finansial saja yang mempengaruhi, faktor pendidikan juga. Jika negara tidak siap dalam memenuhi aspek finansial rakyatnya, diharapkan aspek pendidikan rakyat tidak dinomorkesekiankan. Karena dengan terdidiklah, masyarakat dapat kreatif dalam mencari sumber penghasilan.

Sikap Ramah Tamah


Terlepas dari taqqiyah atau tidak, mayoritas masyarakat Iran memiliki akhlak yang baik. Kehangatan dan keramah-tamahan terpancar dari wajah mereka. Terlebih lagi dalam menghormati tamu dari luar Iran. Mereka benar-benar melayani tamu seperti Raja.

Saya pribadi sangat tersanjung dengan keramah-tamahan orang Iran. Saat rombongan Indonesia, Malaysia, India, dan Pakistan numpang menginap di asrama IUST (Iranian University of Science and Technology, para petinggi kampus pun dengan hangat memberi jamuan makan siang bersama. Padahal acara yang kami ikuti tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan IUST.

Begitupun sahabat saya, si Vahid. Ya Allah, dia benar-benar orang yang penuh belas kasih. Dia melayani kami sebagai tamu dengan penuh totalitas dan keikhlasan. Tidak capek-capeknya dia menemani kami jalan-jalan di Iran. Sampai-sampai dia rela menunda pulang kampung hanya karena menemani kami sampai hari kepulangan kami. Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepadanya.

Memang jika dibandingkan dengan orang Indonesia, tipikal ramah-tamah orang Iran berbeda. Ramah-tamah di masyarakat kita sangat identik dengan sopan-santun, tindak-tanduk, adab, dsb. Ramah-tamah orang Iran lebih ke ramah-tamah dari segi kedekatan hubungan interpersonal.

Percaya Diri


Hal lain yang dapat dipelajari dari Iran adalah tingkat percaya diri yang tinggi. Baik pemerintah ataupun masyarakatnya merasa bahwa Iran akan menjadi negara yang makmur. Aura optimisme selalu terpancar di wajah mereka, terlebih saat mereka bertutur mengenai sejarah revolusinya dan kegigihan mereka melawan Amerika.

Bangsa Indonesia mulai minder dengan identitasnya. Contoh simpel adalah cara kita memandang orang turunan luar negeri. Sudah berapa orang luar negeri / turunan luar negeri yang gampang ngetop di dunia hiburan kita. Semakin kita memandang (terlalu) tinggi bangsa lain, semakin kita memandang rendah bangsa kita sendiri.

Indonesia Tetap yang Terbaik

Kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga dengan identitas kebangsaan kita. Itu merupakan kunci utama kita dalam membangun bangsa. Ya, nilai optimisme lah yang menjadikan semangat membangun bangsa kita kian menyala.

Sekalipun Iran merupakan negara yang memiliki kegigihan yang luar biasa, warga Indonesia harus bangga dengan kegigihan perebutan kekuasaan dari pemerintahan Belanda tahun 1945. Meskipun Iran sudah menerapkan hukum Islam, Indonesia harus bangga dengan hukumnya yang sedikit-demi-sedikit mengadopsi hukum Islam. Banyak hal yang harus kita syukuri karena itu merupakan anugerah terindah Allah untuk bangsa kita. Itu merupakan modal kita dalam membangun bangsa ini.


Rahadian Dustrial Dewandono
(http://dewa18.wordpress.com/)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar